Bisnis

Mata Uang Kripto, antara FoMO atau Investasi?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash/Pierre Borthiry

Mata uang kripto yang terus mengalihkan perhatian dunia investasi beberapa tahun belakangan. Mulai masuk pada pembicaraan antara fear of missing out (FoMO) atau investasi, hal ini dikarenakan nilainya tiba-tiba anjlok secara drastis hanya karena perkataan Elon Musk. 

Memprihatinkan di saat ditemukan sejumlah orang yang menginvestasikan ‘uang dapur’ nya ke bitcoin atau aset kripto lain. Bahkan di tingkatan ekstrem, ada yang mendapatkan dana dari pinjaman online hanya untuk ikutan bermain di mata uang ini.

Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara memberikan pendapat tentang hal ini. 

Menurutnya mereka yang menginvestasikan uangnya di mata uang kripto adalah FoMO.

Baca juga: Harga Mata Uang Kripto Anjlok, Bitcoin Cash Turun Paling Tajam

“Kebanyakan itu ikut-ikutan ya, fomo. Jadi bitcoin ataupun aset kripto lain seperti bthereum itu, kalau yang masuk di awal pasti untung. Sementara, yang masuk terakhir dan ikut-ikutan akan rugi,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Sabtu (22/5/21).

Menurut pria lulusan Master in Finance dari Universitas Bradford ini, banyak yang belum memahami apa sebenarnya blockchain dan mekanismenya. 

“Jadi banyak yang ikut-ikutan, karena ramai di media. Ini yang disebut miopic view atau rabun jauh. Jadi yang diceritakan milenial sukses yang mendapatkan cuan atau keuntungan jangka pendek. Tapi, banyak yang tidak melihat historis dulu pernah terjadi penurunan 80% periode 2017 – 2018. Tapi orang membahasnya yang sekedar happening sekarang,” katanya.

Kedua, kata dia, ada kelompok milenial menegah ke atas mempunyai kelebihan uang untuk membeli mobil dan keperluan lainnya. 

“Selama pandemi, mereka bingung untuk mengalokasikan kelebihan uangnya. Makanya banyak mereka masuk ke aset seperti bitcoin atau kripto,” tambahnya.

Ia menyarankan hati-hati bagi milenial menengah ke bawah. Apabila menggunakan pendapatan yang seharusnya 100% masuk ke ‘dapur’. 

“Wah! potensi kehilangan uangnya sangat besar. Jadi banyak yang mencoba dan masuk jumlah yang besar sangat besar. apalagi sampai minjem dari pinjaman online, menggadaikan sertifikat rumah, dari teman hanya untuk membeli aset atau investasi yang tidak tahu mekanismenya,” kata Bhima.

Jadi, kata dia, aset kripto akan menjadi masalah bagi mereka yang tidak siap menghadapi naik turun tajamnya mata uang ini selama 24 jam.

“Bukan seperti saham yang tutup jam empat sore. Kalau ini 24 jam, sangat memicu adrenalin dan stress. Dan ada pemicu bubble, karena sensitif terhadap isu sosial, regulasi seperti China, harga langsung turun signifikan. Jadi banyak faktor-faktor yang tidak bisa diprediksi. Berbeda dengan saham, kalau kripto ini susah,” katanya.

Ditambah lagi, ada beberapa alasan sulit memperkirakan seperti bitcoin dan aset kripto akan melonjak naik beberapa bulan ke depan. “Pertama terkait regulasi dan pilihan aset kripto banyak. Mana yang bisa bertahan lima tahun ke depan, itu masih tanda tanya,” katanya.

Jangka Panjang, Sebaiknya Investasi, Emas, Pasar Modal atau bitcoin? Menurut Bhima, selain bitcoin ada instrumen investasi yang bagus untuk jangka panjang seperti valas.

“Saya kira justru sekarang ini, valas khususnya dolar AS masih bagus, terus kemudian diikuti dengan yen Jepang dan kemudian Swiss franc. Tetapi kecenderungannya adalah yang membedakan, emas selalu naik saat ini,” ungkapnya.

Baca juga: Susul Popularitas Bitcoin, Ini Alasan Banyak Investor Pilih Ether Jadi Mata Uang Digital

Harga emas tidak mengalami fluktuasi yang tinggi. Ketika krisis, emas dicari sebagai aset yang aman. Emas bisa menjadi aset yang liquid dan mudah dicairkan serta banyak yang menerima

Selain itu, Bhima juga menyarankan Surat Utang Negara yang diterbitkan pemerintah juga bisa menjadi instrumen yang aman untuk jangka panjang bagi pemula. Selanjutnya ada pilihan-pilihan investasi seperti reksa dana, pasar modal, hingga properti yang bisa dijadikan instrumen investasi yang jelas dan aman untuk jangka panjang.

“Kalau untuk properti kenaikan properti bisa 20% sampai 30% setahun. Meski, properti bukan aset yang liquid,” kata Bhima.

Kesimpulannya, Bhima menyarankan agar milenial mempunyai portofolio yang lebih. Kuncinya itu, jadi tidak bisa bisa seratus persen bermain di bitcoin.

“Ada emasnya, ada surat utangnya, ada propertinya, lalu sisanya di asetkan. Yang jelas pinter-pinter mengatur portofolio dan segi risiko bisa dikendalikan serta diharapkan dalam jangka panjang keuntungan tinggi. Misal uangnya 50 juta rupiah bisa beli emas batangan 10 gram sisanya reksa dana saham, kemudian mulai mencicil aset lain seperti kripto,” tandasnya.

Share: Mata Uang Kripto, antara FoMO atau Investasi?