Untuk menekan laju penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia, pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali. Kebijakan itu diberlakukan mulai 3-20 Juli 2021. Tentu saja, kebijakan itu berdampak pada beberapa sektor bisnis, salah satunya adalah ritel.
Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, pemberlakuan PPKM Darurat telah berdampak pada ritel. Di sektor pangan misalnya, penurunan mencapai 60 persen. Sedangkan ritel non pangan, penurunannya mencapai 90 persen.
“Ini sangat terdampak sekali. Untuk retail pangan saja sampai 60 persen, dan untuk non pangan ini turun hingga 90 persen karena mereka harus tutup otomatis mereka tidak bisa berdagang,” kata ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Roy Nicolas Mandey, saat dihubungi Asumsi.co, Senin (12/7/2021).
Adapun sektor non pangan yang terpengaruh adalah pakaian, sandang, pakaian elektronik, dan sepatu dimana untuk 10 persen sisanya diberlakukan transaksi dengan pembelian secara online.
“Memang beberapa penjual sekarang trennya sudah mengandalkan pesanan online, tetapi tidak bisa menggantikan pembelian secara langsung dan tidak sampai 10 persen,” tambahnya.
Baca Juga: Seberapa Efektif Suntikan PMN Rp72,44 T ke BUMN? | Asumsi
Sedangkan sektor pangan yang terpengaruh seperti makanan dan minuman. Konsumen di supermarket hingga gerai swalayanan diketahui membeli barang secara terbatas, hanya kebutuhan pokok saja.
Lebih lanjut, Roy menyebut pembatasan mobilitas adalah faktor utama PPKM Darurat memberi dampak negatif terhadap ritel. Padahal, ritel selama ini bergantung pada konsumen yang datang langsung ke lokasi.
“Terkait PPKM situasinya sangat menggerus sektor ritel karena adanya pembatasan mobilitas dan ini tentunya mempengaruhi konsumen datang ke ritel dan membuat pembelanjaan serta konsumsi ini juga menurun dan terdampak signifikan,” katanya.
Baca Juga: Pemerintah Perluas PPKM Darurat ke 15 Kota di Luar Jawa-Bali | Asumsi
Terkait kebijakan PPKM, Aprindo pun berharap pemerintah bisa lebih bijak dan memberikan keringanan kepada para pelaku ekonomi maupun bisnis yang sangat terpukul dengan adanya PPKM ini sehingga pemulihan ekonomi bisa berangsur membaik.
Senada, Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai bahwa PPKM Darurat mempengaruhi sektor ritel. Selain konsumen, PPKM Darurat dalam bentuk penyekatan sejumlah ruas jalan juga mempengaruhi mobilitas pegawai di sektor prioritas seperti toko swalayan dan minimarket.
“Akibatnya, operasional swalayan terganggu sangat signifikan. Terutama, karena pegawai yang tinggal di luar Jakarta tak bisa masuk bekerja akibat adanya penyekatan di sejumlah titik,” katanya dilansir dari Kata Data.
Namun demikian, Hippindo belum bisa memproyeksi kerugian akibat pelaksanaan PPKM darurat yang berlaku sampai 20 Juli mendatang. Dia berharap adanya koordinasi yang lebih terarah agar sektor prioritas dan penting yang melayani publik tidak terganggu operasionalnya.
Baca Juga: Fenomena Jual Murah Rumah Mewah di Jakarta, Benarkah Orang Kaya Terdampak Pandemi? | Asumsi
Perlu Adanya Stimulus
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan tidak ada transaksi ritel yang terjadi di mal sama sekali karena tutup total selama sepekan terakhir. Kondisi ini apabila berlangsung terus menjadi sangat berat bagi pelaku usaha, karena tidak ada pemasukan.
Di saat bersamaan, pelaku usaha tetap harus menanggung beban biaya listrik, gaji karyawan, bahkan bunga bank.
“Karena itu, pelaku usaha mengharapkan adanya stimulus yang diberikan oleh pemerintah selama PPKM Darurat diberlakukan,” katanya dilansir rakyatmerdeka.
Dia menambahkan para pengusaha akan terus kena imbasnya karena pengeluaran harus tetap ada selagi pandemi Covid-19 belum usai, Karena itu, pelaku usaha mengharapkan stimulus yang diberikan pemerintah saat PPKM Darurat diberlakukan.