Apa kabar, Rangga? Bukan Rangganya Cinta di film Ada Apa dengan Cinta, ya. Ini Rangga mantan petinggi kelompok Sunda Empire atau yang memproklamirkan dirinya dengan nama panjang Ki Ageng Rangga Sasana (padahal nama aslinya Edi Raharjo). Kabarnya Rangga mau bikin buku dan podcast, nih, setelah keluar dari bui. Sebagaimana diketahui, ia bebas dari bui usai masuk dalam program asimilasi Covid-19 dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), pada 13 April lalu.
Kabar Rangga yang mau bikin karya itu muncul dari pernyataan kuasa hukum Rangga, Erwin Syahduddi. Ia menyebutkan beberapa rencana yang akan dilakukan kliennya selepas keluar dari bui, sebagaimana dilansir dari CNN.
Soal rencana menerbitkan buku, misalnya, Erwin mengatakan bahwa kliennya itu bakal menulis pengalamannya selama berada di dalam penjara. Diketahui, Rangga mendekam di penjara selama enam bulan, yakni sejak November 2020. Ia merupakan terpidana kasus menyebarkan kabar bohong, hingga menyebabkan keonaran di tengah masyarakat.
Baca juga: Aktor Negara Paling Banyak Melanggar Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Kok Bisa? | Asumsi
Erwin mengungkapkan, selama mendirikan Sunda Empire, Rangga mengaku banyak memetik pelajaran berharga, yang salah satunya mengenai pengalaman menyampaikan pendapat di depan umum.
“Pak Rangga, memang beliau masih semangat. Cuma, semangatnya ini kita coba arahkan ke hal-hal positif, misalnya nanti kita buat karya buku, seminar, dan kalau perlu kita buat podcast semacam itu,” kata Erwin.
Ia menambahkan, kliennya merupakan sosok yang senang menginspirasi banyak orang dan kritis terhadap berbagai aspek kehidupan. “Terlepas dari kontranya, dari situ beliau semangat untuk menebar manfaat dan terus menginspirasi,” pungkasnya.
Rangga Harus Didampingi Psikolog
Psikolog dari Tibis Sinergi, Tika Bisono, menyoroti gagasan Rangga yang berencana membuat buku dan podcast selepas dari penjara. Menurutnya, hal ini tak bisa sembarangan begitu saja dilakukan oleh Rangga.
“Ini kan, memang ada sesuatu yang kurang pas pada orang ini secara kognitif. Nah, ini harus dicari dulu penyebabnya kenapa Rangga bersikap demikian? Sebelum dikasih ide bikin podcast atau menulis buku. Artinya, cari tahu dulu siapa yang menyebabkan dia begitu atau proses apa yang membuatnya punya pola pikir seperti itu? Menurut saya, harus kerja sama atau konsultasi dulu dengan psikolog, bisa kuasa hukum atau keluarganya, mungkin, sebelum benar-benar bikin buku atau cuap-cuap podcast,” kata Tika kepada Asumsi.co saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (27/4/21).
Lewat keterlibatan psikolog, lanjut dia, maka bisa dipahami sisi mana yang harus diperbaiki kebribadiannya sebelum berkarya dan menjadi sorotan publik atas karyanya.
“Kalau mau kasih ide beneran, harus betul-betul kasih bantuan ke dia supaya kembali ke tatanan yang normatif. Jadi, bisa ke psikolog supaya dapat hipnoterapi untuk dimanipulasi pikirannya, mentalnya, supaya berubah dan enggak bikin dia semakin hancur,” ucapnya.
Ia mengharapkan, jangan sampai kondisi Rangga dimanfaatkan oleh pihak tertentu menjadi “badut” karena ucapannya di podcast atau tulisannya di dalam buku, demi mendapatkan keuntungan berupa uang.
“Jangan sampai ada yang memanfaatkan dia, jadi bulan-bulanan supaya orang menertawakan dia lewat podcast, dibilang orang gila lah. Ini kan, sesuatu yang enggak bisa dilihat sama orang biasa, apa yang ada pada perilaku dan pola pikir dia. Kasihan kalau malah jadi buat bahan hinaan. Harus didampingi psikolog kalau nanti memang Rangga mau bikin buku atau podcast. Sehingga, setiap statement yang disampaikannya, ada sumber yang mendampingi,” tuturnya.
Viralnya Sunda Empire
Nama Rangga tak bisa dilepaskan dari viralnya kelompok Sunda Empire yang menjadi sorotan publik. Viralnya kelompok ini berawal dari beredarnya foto-foto yang memperlihatkan aktivitasnya di media sosial Facebook pada awal tahun 2020.
Selain itu, di jagad maya, Sunda Empire juga melontarkan beragam klaim yang kontroversial. Salah satunya, prediksi mereka tentang pemerintahan dunia yang bakal berakhir pada 15 Agustus 2020. Hal ini sebagaimana yang terlihat dari unggahan akun Facebook Renny Khairani Miller yang dikutip Kompas.com.
Dari unggahan itu, polisi menelusuri keberadaan markas mereka yang disebut berada di Bandung, Jawa Barat. Polda Jabar langsung memantau kegiatan yang dilakukan Sunda Empire.
Status dari Sunda Empire pun terungkap. Kelompok ini tak terdaftar sebagai organisasi masyarakat (ormas) maupun organisasi kepemudaan (OKP) berdasarkan data dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung.
Baca juga: Aliran Hakekok Balakasuta Jadi Sorotan, Masyarakat Diminta Tidak Menghakimi | Asumsi
Saat diperiksa polisi, kelompok ini menyebut bahwa Sunda Empire merupakan kerajaan yang memiliki 9 dinasti. Raden Ratnaningrum disebut para pengikutnya sebagai kaisar terakhir di dinasti. Sementara suaminya, Nasri Banks, menjabat sebagai perdana menteri dan Rangga Sasana sebagai Sekjen Sunda Empire.
Hal yang juga menggegerkan publik, Sunda Empire mengaku memiliki deposito di Bank UBS sebesar USD 5 juta hingga bersertifikat North Atlantic Treaty Organization/Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Polisi lalu memintai keterangan berbagai pihak, mulai dari ahli pidana, psikiater, ahli sejarah, hingga budayawan untuk menelusuri klaim-klaim yang diyakini oleh kelompok tersebut.
Selain itu, berdasarkan hasil tes psikologi dengan menggandeng psikiater, polisi juga mengungkapkan kondisi kejiwaan dari ketiga tersangka tidak mengalami gangguan. Maka, polisi melakukan proses penyidikan lebih lanjut dan menahan mereka di Mapolda Jawa Barat.
Usai dilakukan proses pendalaman perkara lebih lanjut, polisi menetapkan Nasri Banks, Raden Ratna Ningrum, dan Ki Ageng Raden Rangga sebagai tersangka. Menyadur sumber yang sama, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Saptono Erlangga mengatakan, penetapan tersangka terhadap ketiganya dilakukan berdasarkan alat bukti dan keterangan dari para ahli.
Mereka lalu didakwa oleh jaksa telah menyiarkan informasi tidak benar melalui media sosial terkait Kekaisaran Sunda Empire tanpa melalui riset terlebih dahulu. Informasi yang tidak benar ini dianggap dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat, khususnya di masyarakat Sunda.
Ketiga terdakwa itu kemudian dijerat dengan tiga pasal, antara lain Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 14 (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Gimana kabar pengikutnya?
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Suhartiyono, melalui pernyataan yang dikutip dari Jawa Pos, menyebutkan bahwa jumlah anggota Sunda Empire setidaknya telah mencapai 1.000 orang. Hal itu dikatakannya berdasarkan keterangan dari para tersangka.
Baca juga: Riwayat Aturan Pencatatan Perkawinan Penghayat Kepercayaan | Asumsi
Seluruh anggota ini tidak dipungut biaya sama sekali untuk bisa ikut bergabung di dalamnya.
Tapi, sejak tahun lalu, banyak para pengikut atau anggota kelompok kekaisaran fiktif ini mengundurkan diri. Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga, seperti dikutip CNN, mengatakan, mundur diri massal dilakukan para pengikutnya seiring langkah kepolisian menetapkan tiga pimpinan Sunda Empire itu sebagai tersangka penyebar kabar bohong.
Justru, motif para pengikut bergabung dengan kelompok ini adalah mengharapkan bagian dari uang deposito sebesar USD500 yang diklaim dimiliki oleh Nasri Bank. “Ya, hampir rata-rata anggotanya mengundurkan diri,” ujarnya pada Februari tahun lalu.