Isu Terkini

Aliran Hakekok Balakasuta Jadi Sorotan, Masyarakat Diminta Tidak Menghakimi

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Kompas

Aliran Hakekok Balakasuta menjadi sorotan publik karena ritual yang dilakukan para pengikutnya dinilai tak lazim. Mereka melakukan ritual mandi bersama dalam kondisi tanpa busana di penampungan air PT GAL yang berada di tengah perkebunan kelapa sawit di Desa Karangbolong, Pandeglang, Banten.

Aksi ini dianggap meresahkan masyarakat. Polisi pun mendatangi lokasi ritual mereka di Pandeglang, Banten.

Dalam laporan tersebut, 16 orang pimpinan dan pengikut aliran ini diamankan pihak berwajib. Mereka terdiri dari delapan pria, lima perempuan, dan tiga anak-anak diamankan oleh anggota Polres Pendeglang, Banten.

Bagaimana Aliran Kepercayaan Ini Muncul?

Wakapolres Pandeglang Kompol Riky Crisma Wardana mengatakan, polisi mengamankan para pengikut aliran ini karena menerima laporan masyarakat setempat. Ritual dilakukan pada Kamis (11//3) sekitar pukul 10.00 WIB.

Ia menerangkan, ajaran Hakekok dibawa oleh warga beinisial A (52). Ia mengaku sebagai murid seorang pemimpin ajaran Hakekok yang berasal dari Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Sementara A menganut ajaran tersebut dari E yang telah meninggal dunia.

“Untuk ajarannya, menganut ajaran Hakekok, dibawa oleh saudara E, almarhum. Diteruskan saudara Aeng, dengan ajaran Balatasutak di Kecamatan Cibaliung, dan Kabupaten Bogor,” sebutnya seperti dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, kegiatan ritual tersebut diakui para pengikut ajarannya baru dilakukan satu kali. Tujuannya untuk membersihkan diri dari segala dosa dan menjadi lebih baik.

Sementara, dari rumah pimpinan aliran Hakekok yang berisial A (52) dan pengikutnya di Desa Karangbolong, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa kondom, keris, dan kemenyan. Saat ini, pimpinan serta para pengikut aliran ini masih menjalani proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian, setelah dilakukan rapat dengan pihak Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem).

“Kami menemukan pada saat pengamanan. Di situ ada alat kontrasepsi seperti kondom, keris, dan kemenyan,” ujar Riky dikutip dari TribunNews.com.

Telah Lama Eksis

Aliran Hakekok Balakasuta diketahui sudah terdeteksi keberadaannya sejak lama. Setidaknya pada tahun 2009 lalu, aliran Hakekok Balatasutak menggegerkan masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten. Mereka memiliki padepokan di Desa Sekon, Kecamatan Cimanuk.

Padepokan tersebut sudah berdiri sekitar lima tahun. Pengikutnya rata-rata berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Saat itu, anggota aliran Hakekok kerap melakukan hubungan intim dengan pengikutnya. Mereka dijanjikan mendapatkan kesaktian.

Telah lama kegiatan kelompok ini meresahkan masyarakat. Warga yang kesal lantas membakar padepokan Hakekok Balatasutak tersebut.

S yang masih menjadi pimpinan aliran tersebut kemudian dibawa ke Polres Pandeglang, Banten. Pimpinan aliran pada masa itu, mengklaim melakukan kawin gaib, dan melaksanakan ibadah bareng bersama para pengikut wanitanya.

Menyikapi hal ini, Direktur Kepercayaan dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sjamsul Hadi mengatakan, kemunculan aliran-aliran kepercayaan di tengah masyarakat tak lain disebabkan oleh kultur yang melekat pada masyarakat Indonesia.

“Saya amati masyarakat di Indonesia, secara kultur dan dari sisi tinjauan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara turun menurun dari leluhur. Selain itu banyak pengikutnya hadir karena pemimpinnya ini juga dinilai memiliki kemampuan daripada yang lain. Mereka percaya kekuatan lain ini dan jadi pembenaran,” jelasnya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon.

Saat ini, pihak Kemendikbud bersama Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, tengah melakukan kajian bersama.

“Kami akan kaji mendalam soal ajarannya, alirannya dan sebagainya. Aliran kepercayaan ini, sebenarnya banyak yang lahir dari budaya spiritual kita,” ujarnya.

Masyarakat Diminta Bijak dalam Menyikapi Masalah Ini

Sjamsul Hadi meminta agar masyarakat bijak dalam menyikapi fenomena aliran kepercayaan di tengah masyarakat. Stigma sesat yang kerap dialamatkan kepada para penganut aliran kepercayaan dinilainya terkesan menghakimi. 

Ia mengungkapkan, sejauh ini pihaknya telah melegitimasi jutaan aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Aliran kepercayaan ini, banyak mendapat stigma sesat dari masyarakat. Namun, setelah melalui proses hukum, diketahui seluruhnya sama sekali tidak mengajak pada perbuatan yang tak terpuji.

“Saat ini, kami sudah memutuskan berdasarkan putusan MK, ada 12 juta aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Soal kenapa banyak yang mudah menilai aliran agama itu sesat, ya ini stigma masyarakat. Pemahaman kepercayaan terhadap Tuhan YME tidak selalu sesat, mereka ada yg hadir karena budaya,” tuturnya.

Lebih jauh, ia menerangkan aliran kepercayaan yang kini berkembang di masyarakat, banyak yang di dalamnya terdapat sedikit ajaran dari agama yang ada dan diakui di Indonesia saat ini. Jadi, terkadang menggabungkan aliran ajaran agama.

“Macam-macam sempalannya, mulai dari Islam, Kristen dan Hindu ada. Kami juga selalu identifikasi. Kami hindari juga penggunaan kalimat aliran sesat karena kesannya mereka keluar dari tatanan yang ada. Kami sebut mereka sebagai penghayat kepercayaan Tuhan YME. Kami berusaha meminimalkan stigma yg ada di masyarakat. Mereka tidak negatif melulu intinya,” ungkapnya.

Selain itu, banyak juga yang mengambil unsur agama dan budaya. Untuk berhubungan dengan Tuhan YME, mereka banyak yang juga menjalankan agama asalnya. 

“Misalnya Kejawen, mereka juga menjalankan ajaran agamanya. Kita enggak bisa men-judge mereka langsung sesat,” tegasnya.

Kemendikbud menyatakan, saat ini terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Hingga saat ini, pihaknya belum bisa mengidentifikasi soal menyimpang atau tidaknya aliran Hakekok Balakasuta.

“Kami selalu telusuri sisi ajarannya dulu setiap menemukan aliran kepercayaan baru. Hakekok memang belum dilakukan pengkajian. Kami menunggu juga hasil penyidikan dan perangkat desa,” tegasnya.

Aliran Kepercayaan Bisa Ditindak secara Hukum

Sementara itu, sosiolog Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo menjelaskan posisi kelompok masyarakat ini. Menurutnya, mengatakan, aliran kepercayaan tertentu tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

Kesimpulannya, tidak ada siapa pun yang berhak mengusik mereka. Namun para penganut agama pokok yang menjadi acuan aliran ini merasa terganggu karena agamanya dijadikan sempalan.

“Sehingga, bagaimana agama mainstream ini menghadapi sempalan-sempalan aliran kepercayaan ini bersikap dewasa. Bagi yang tak dewasa menyikapinya, pasti marah dan melakukan persekusi misalnya. Sebenarnya, kalau ada satu aliran itu dipercaya suatu masyarakat, itu hak asasi. Dia tidak boleh diganggu dan disiksa,” tuturnya saat dihubungi terpisah.

Sementara, bagi aliran kepercayaan yang melakukan pelanggaran hukum, polisi berhak menindak mereka selama ada bukti. Dia berharap, masyarakat tidak ikut menghakimi kelompok aliran kepercayaan. 

Sejumlah contoh aliran kepercayaan yang diketahui melakukan pelanggaran hukum diantaranya Kerajaan Ubur-ubur. Kelompok ini diduga menyebarkan dakwah berisi caci maki dan dijerat hukum melalui Undang-Undang KUHP terkait penodaan agama, hingga Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Masih ada pimpinan aliran Satria Piningit Weteng Buwono yang dipimpin oleh Agus Imam Solichin. Dia divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti telah melakukan tindak pidana penodaan terhadap agama. 

“Kalau mereka melakukan tindakan hukum, maka silakan diproses. Kayak ini (Hakekok) kan, ada unsur pornografi misalnya lewat ritualnya, itu jelas melanggar hukum. Pokoknya jangan sampai meresahkan dengan melanggar hukum atau mengganggu ketertiban masyarakat kayak dulu itu, Lia Eden ya misalnya,” tandasnya.

Share: Aliran Hakekok Balakasuta Jadi Sorotan, Masyarakat Diminta Tidak Menghakimi