Pertandingan Denmark kontra Finlandia yang digelar Stadion Parken Kopenhagen, Sabtu (12/6/2021) mendadak geger. Laga yang dihelat sebagai pertandingan pembuka grup B di EURO 2020 itu jadi mengkhawatirkan setelah pemain Denmark, Christian Eriksen tiba-tiba terjatuh dan pingsan di menit 43.
Insiden serius tersebut lantas ditindak dengan cepat. Permainan dihentikan lebih dari satu jam seraya tim medis melakukan upaya pertolongan pertama pada Eriksen.
Teman-teman satu tim Eriksen nampak membuat pagar dengan mengelilingi Eriksen yang sedang dirawat oleh tim medis. Beberapa di antaranya terlihat kaget dan tak bisa menahan tangis. Sementara supporter dari kedua kubu meneriakkan nama Eriksen secara kompak untuk memberi semangat pada pemain kelahiran 1992 yang sempat merumut bersama Tottenham Hotspur ini.
Jantungnya Sempat Berhenti
Hingga saat ini belum ada konfirmasi penyebab kolapsnya Eriksen di lapangan hijau. Namun, mengutip dari Bola.net, Dokter timnas Denmark Martin Boesen menyebut bahwa selama pingsan detak jantung Eriksen sempat berhenti.
Tim medis yang segera datang langsung memberikan prosedur pertolongan pertama berupa CPR hingga bantuan pernapasan. Pertolongan sigap ini menolong nyawa Eriksen. Ia siuman dan langsung dibawa ke rumah sakit untuk medapat pertolongan intensif.
Baca Juga : Pecat Mourinho, Sorotan Kedua Bagi Tottenham Hotspur Setelah Ikut Liga Super Eropa
Setelah dihentikan hampir satu jam, pertandingan kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan kemenangan Finlandia dengan skor tipis 0-1.
Apa Yang Terjadi Pada Eriksen?
Kolapsnya seorang pemain bola di tengah laga bukan kali ini saja terjadi. Pemain Bolton Wanderers, Fabrice Muamba pada tahun 2012 juga pernah mengalami kejadian serupa. Dalam laga di Piala FA itu, jantung Muamba bahkan berhenti 78 menit.
Di Indonesia, Eri Irianto, gelandang Persebaya yang kala itu berusia 26 tahun juga diduga terkena serangan jantung di tengah laga saat bermain kontra PSIM Yogyakarta pada 3 April 2000 di Stadion Gelora 10 November. Sayang setelah dibawa ke RSUD Dr Soetomo, nyawa Eri sang legenda tak terselamatkan.
Mengutip The Independent Dr Richard Till konsultan elektrofisiologi jantung di Norfolk and Norwich Hospitals Trust menyebut apa yang dialami Eriksen sebetulnya jarang terjadi dan penanganan dengan CPR yang cepat kemungkinan telah menyelamatkan nyawanya.
Baca Juga : Liga Super Eropa Banjir Kritik, Ini Lengkapnya!
“Ini sangat, sangat tidak biasa bagi seseorang di bidang profesional. Ini lebih sering terjadi pada atletik amatir dan orang yang berlari maraton untuk pertama kalinya, misalnya,” kata dia kepada The Independent.
Menurutnya, henti jantung tidak sama dengan serangan jantung yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Pembuluh darah yang menuju jantung tersumbat, menyebabkan otot jantung mati sehingga jantung tidak berfungsi.
“Mungkin dia punya kondisi bawaan yang belum ketahuan sampai sekarang,” katanya.
Penyebab lain henti jantung menurut Dr Till adalah hypertrophic cardiomyopathy. Ini adalah kondisi penebalan otot jantung yang membuatnya sulit memompa darah dan oksigen. Ada kemungkinan juga Eriksen mengalami infeksi virus yang memicu myocarditis atau radang otot jantung.
“Atau karena kegagalan fungsi kelistrikan jantung, yang fungsinya adalah menjaga ritme jantung dalam memompa darah.
Dia mengatakan CPR cepat sangat penting. “Ini adalah keterampilan yang harus diketahui semua orang. Ini bisa terjadi kapan saja, meski sangat jarang. Jadi bukan seharusnya berhenti olahraga tetapi membuat keterampilan CPR menjadi umum. Karena ini benar-benar keterampilan yang menyelamatkan nyawa,” ucap dia.
Pesepakbola Memang Rentan
Berdasarkan laporan Owen Anderson dalam artikelnya yang berjudul Heart attack risks are greater for athletes who compete in endurance sports yang dikutip dari Sindonews satu dari 50.000 atlet olahraga ketahanan (seperti maraton, trialton, dan lain-lain) berisiko tinggi mengalami serangan jantung.
Menurut Owen,ini berlaku pula pada atlet sepak bola.Pesepakbola profesional rata-rata menempuh total 9-12 km per pertandingan. Belum lagi banyaknya aktivitas di lapangan seperti berlari cepat. Bila dikalkulasi,pesepak bola bisa melakukan sprint sejauh 2,1 km. Ini tentunya mengeluarkan banyak energi.
Berdasarkan data tersebut,pemain sepak bola mungkin memiliki risiko yang sama tingginya untuk terkena serangan jantung atau bahkan lebih tinggi lagi pada pesepakbola profesional.
Berbeda dengan maraton yang membatasi atletnya hanya bertanding dua kali dalam setahun, sepakbola justru punya intensitas yang lebih padat. Pemain profesional umumnya bermain sekali dalam sepekan belum ditambah dengan latihan yang juga intens.