DKI Jakarta akan segera menjalankan “Pembatasan Sosial Berskala Besar” (PSBB) penanganan wabah COVID-19. Gubernur Anies Baswedan menyebut PSBB di ibu kota akan efektif berjalan mulai Jumat, (10/04/20).
Sedianya, berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan, PSBB di Jakarta berlaku Selasa (07/04) hingga 14 hari kemudian. Namun, karena baru berlaku efektif mulai Jumat (10/04), PSBB di DKI akan berlangsung hingga Kamis (23/04) mendatang, dengan catatan durasi PSBB dapat diperpanjang apabila kasus COVID-19 masih mengalami peningkatan.
Baca Juga: Menkes Terawan Setujui PSBB Jakarta, Begini Aturan Mainnnya
Sekadar informasi, hingga Rabu (08/04), jumlah kasus positif COVID-19 di Jakarta sudah mencapai angka 1.552 orang, jumlah yang meninggal dunia sebanyak 144 orang, dan 75 orang dinyatakan sembuh. Catatan ini menjadikan ibu kota sebagai daerah dengan jumlah kasus positif tertinggi secara nasional.
Apa Saja yang Dibatasi Selama PSBB di Ibu Kota?
1. Peliburan sekolah dan tempat kerja
Peliburan sekolah yang dimaksud yakni penghentian proses belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan proses belajar mengajar di rumah dengan media yang efektif.
Kegiatan ini dikecualikan untuk lembaga pendidikan, pelatihan, dan penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Lalu, peliburan tempat kerja artinya pembatasan kerja di tempat kerja dan menggantinya dengan bekerja dari rumah. Namun, ada delapan sektor usaha yang tetap berjalan selama masa PSBB, di antaranya:
Pertama, sektor kesehatan. Rumah sakit, klinik, dan industri kesehatan, seperti produsen dan disinfektan tetap beroperasi. Kedua, sektor pangan, yakni yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Ketiga, sektor energi. Sektor ini terkait dengan air, gas, listrik, dan pompa bensin.
Baca Juga: Dampak Nyata Social Distancing: Memperlambat Penyebaran COVID-19
Keempat, sektor komunikasi, yakni jasa komunikasi maupun media komunikasi. Kelima, sektor keuangan dan perbankan, termasuk pasar modal, tetap diizinkan beroperasi. Keenam, sektor logistik yang terkait dengan distribusi barang akan tetap berjalan seperti biasa.
Ketujuh, sektor kebutuhan sehari-hari, seperti ritel, warung, dan toko kelontong yang menjual kebutuhan warga juga tetap beroperasi. Kedelapan, sektor industri strategis yang ada di kawasan ibu kota
2. Pembatasan kegiatan keagamaan
Jika sebelumnya kegiatan keagamaan dilakukan di rumah ibadah, dalam pembatasan ini kegiatan itu diubah dan dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas dengan menjaga jarak setiap orang. Pembatasan dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui pemerintah.
3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum
Pembatasan ini dilaksanakan dengan membatasi jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Sebelumnya, beberapa fasilitas umum yang telah diserukan untuk melakukan penutupan tempat di Jakarta, yakni bioskop, kelab, hingga balai pertemuan.
Namun, pembatasan ini dikecualikan untuk supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi. Lalu, fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan, dan tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya, termasuk kegiatan olahraga.
Pemprov DKI Jakarta melarang perkumpulan massa di atas lima orang selama masa PSBB. Pemprov DKI bersama polisi dan TNI akan menindak warga yang tidak menaati aturan tersebut.
Baca Juga: Hewan Bisa Tertular COVID-19, Tapi Jangan Telantarkan Peliharaanmu Karena Panik
4. Pembatasan kegiatan sosial dan budaya
Pembatasan ini merupakan pembatasan yang dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumuman orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pemprov DKI Jakarta melarang warga melaksanakan resepsi pernikahan selama masa PSBB.
Anies menjelaskan bahwa warga dapat melangsungkan pernikahan hanya di Kantor Urusan Agama (KUA). Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga melarang perayaan sunatan/khitanan. Tetapi, prosesi khitanan tetap diizinkan.
5. Pembatasan moda transportasi
Pembatasan moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang. Untuk moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Untuk penerapannya, Pemprov DKI membatasi jam operasional dan jumlah penumpang seluruh transportasi umum di ibu kota. Adapun jam operasinya yakni pukul 06.00-18.00 WIB.
Sementara untuk kapasitas penumpang yang diperbolehkan berada di dalam kendaraan berkisar 50 persen. Misal, dalam suatu bus maksimal dapat diisi oleh 50 orang, maka selama masa PSBB bus tersebut dapat diisi dengan 25 penumpang saja.
Selain transportasi umum, dalam Permenkes RI No. 9 Tahun 2020, disebutkan bahwa layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.
6. Kendaraan pribadi tetap bisa keluar-masuk Jakarta
Berbeda halnya dengan transportasi umum, Pemprov DKI tidak membatasi penggunaan kendaraan pribadi untuk keluar-masuk Jakarta. Namun, jumlah penumpang dalam kendaraan pribadi tersebut harus dibatasi. Menurut Anies, penumpang kendaraan pribadi juga harus menerapkan physical distancing.
7. Layanan pesan antar tetap diperbolehkan
Kemudian, pemerintah juga tetap membolehkan layanan pesan antar untuk beroperasi, termasuk layanan pesan antar melalui ojek online. Anies mengatakan, pihaknya tidak membatasi kegiatan logistik karena mereka ingin kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Baca Juga: Kapasitas Tes Balitbangkes 1.700, Kenapa Jumlah Tes Setiap Harinya Bisa Hanya 100-an?
8. Pembatasan kegiatan lain khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan Pembatasan ini dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.
Adapun kegiatan tersebut guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang, serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.
Polri mengaku siap mengantisipasi dan mengawal wilayah DKI Jakarta saat PSBB mulai diterapkan. Berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang PSBB, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menerbitkan Surat Telegram Kapolri tentang potensi pelanggaran atau kejahatan yang mungkin terjadi selama penerapan PSBB beserta pedoman penanganan kejahatan.
Idham menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pemantauan terkait dijalankannya pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang di Jakarta. Polri juga siap mengawal jika ada masyarakat yang membandel tetap menjalankan kegiatan yang dilarang saat PSBB.
Polri juga siap mengawal PSSB yang mewajibkan peliburan sekolah dan peliburan tempat kerja, kecuali kantor pemerintah, perusahaan komersial dan swasta, perusahaan industri, logistik, dan transportasi. “Sesuai Maklumat Polri, tidak ada giat sosial masyarakat dengan jumlah banyak di tempat umum dan lingkungan sendiri,” tulis surat edaran penetapan PSBB, Selasa (07/04).
Dalam surat telegram nomor ST/1098/IV/HUK.7.1./2020, Polri mewaspadai sejumlah pelanggaran PSBB, di antaranya tidak patuh terhadap pembatasan kekarantinaan kesehatan yang diatur dalam UU No. 6 tahun 2018 serta menghalangi penanggulangan wabah penyakit.
“Kejahatan yang terjadi pada saat arus mudik/street crime, kerusuhan/penjarahan, yaitu pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 170, 362, 363, 365, 406 KUHP,” tulis surat edaran tersebut.
Baca Juga: Ridwan Kamil: Jumlah Kasus COVID-19 Jawa Barat Tinggi Karena Warganya Diperiksa
Dalam mengantisipasi hal itu, personel kepolisian harus mewaspadai tindakan kejahatan oleh orang yang berpura-pura menjadi petugas medis. Kepolisian juga wajib bekerja sama dengan pemerintah daerah dan perusahaan untuk memasang cctv di area rawan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati meminta pihak kepolisian tak merepresi masyarakat dalam mengawal PSBB di Jakarta. “Menurut UU No. 6/2018 Pasal 93, pidana baru diberlakukan apabila pelanggaran menimbulkan akibat. Tentu saja sebagai penjaga ketertiban masyarakat, polisi perlu dilibatkan, tapi jangan represif,” kata Asfina saat dihubungi Asumsi.co, Rabu (08/04).
Asfina pun mengingatkan pihak kepolisian untuk mengantisipasi munculnya potensi situasi yang tak kondusif seperti kerusuhan saat pembagian sembako ke masyarakat. Sebab, sebagian besar aktivitas dan pekerjaan masyarakat akan terhenti, sehingga penghasilan pun ikut terdampak.
“Pasti ada (potensi kerusuhan). Karena itu lagi-lagi kuncinya di mekanisme, misalnya tidak terpusat sehingga memancing kerumunan. Mungkin bisa juga melibatkan pemuka masyarakat setempat, termasuk melibatkan warga sehingga warga bisa menertibkan sendiri,” ujarnya.
Sementara terkait sanksi, Pemprov DKI tengah menyiapkan aturan hukum yang bisa mengikat warga untuk menaati penerapan PSBB. Anies menyebut aturan hukum terkait penegakan PSBB itu rencananya diterbitkan Rabu (08/04), meski ia sendiri tak menjelaskan secara rinci perihal sanksi dan denda bagi masyarakat yang melanggar aturan hukum itu.
“Akan disusun peraturan yang peraturan ini memiliki kekuatan mengikat kepada warga untuk mengikuti. Jadi, kita berharap pembatasan nantinya bisa ditaati sekaligus menjadi pesan untuk semua bahwa ketaatan,” kata Anies
Kalau dilihat lagi, PP PSBB dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat ternyata memang tidak mengatur sanksi dan denda kepada para pelanggar PSBB. Sanksi hanya diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan dan itupun bukan sanksi yang ditujukan untuk pelanggar PSBB.
Dalam UU No. 6 Tahun 2008, pelanggaran yang dilakukan masyarakat bisa dipenjara dengan ancaman pidana paling lama satu tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” demikian isi Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.
Namun, kalau pemerintah berpegang pada UU No. 6 Tahun 2018, maka pelanggaran PSBB akan dikenakan sanksi berupa kurungan penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.
“Semestinya memang yang melanggar PSBB itu tak bisa dijerat hukum (kalau merujuk Permenkes) karena sanksinya ada di UU. Dan harus ada akibat seperti yang saya jelaskan sebelumnya,” kata Asfina.
Lantaran tak bisa dijerat hukum, Asfina menilai pihak kepolisian hanya bisa mengambil langkah tegas seperti pembubaran kepada masyarakat yang nekat berkumpul. “Misalnya kalau konser musik ngotot nggak mau bubar, ya diangkut orang-orangnya ke tempat terdekat agar semuanya bubar dan pulang.”
Hal senada juga sebelumnya diungkapkan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, yang menilai memang ada celah dalam pelaksanaan Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Menurutnya, Permenkes itu masih belum mengatur soal penegakan disiplin masyarakat dalam melaksanakan PSBB karena tidak mencantumkan soal sanksi pelanggaran.
Namun, menurutnya Permenkes memang tidak bisa disalahkan jika tak mencantumkan sanksi. Sebab, sanksi hanya dapat diatur dalam UU, sementara UU Karantina Kesehatan sama sekali tidak mengatur sanksi bagi mereka yang melanggar PSBB.
“PP saja tidak bisa mengatur, apalagi Permen. Celakanya, UU Karantina Kesehatan tidak mengatur masalah ini. Itu sebabnya sejak lebih sebulan yang lalu saya katakan sebaiknya presiden terbitkan perppu yang komprehensif untuk menghadapi COVID-19,” kata Yusril melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (05/03) seperti dikutip Antara.