Isu Terkini

MRT Jakarta, Perlu Belajar dari Transjakarta dan LRT Palembang

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Semenjak MRT Jakarta dibuka untuk uji coba pada tanggal 12 Maret 2019 yang lalu, banyak sekali warga Jakarta yang berbondong-bondong mencobanya. Tidak hanya sekadar menggunakannya untuk mencapai tempat tujuan tertentu, MRT juga digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai objek berwisata. Mereka ingin mencoba pengalaman menggunakan moda transportasi yang baru pertama kali ada di Indonesia ini.

Fenomena MRT sebagai wisata transportasi ini pun nampak jelas selama masa uji coba MRT berlangsung. Dengan tarif yang masih gratis, kuota MRT selalu penuh. Antrian yang panjang pun tak terhindarkan dan tidak menjadi masalah bagi warga Jakarta. Yang terpenting, mereka bisa mencobanya.

Serupa dengan Fenomena ketika Transjakarta Pertama Kali Beroperasi

Fenomena ramainya warga yang ingin mencicipi MRT Jakarta ini serupa dengan ketika pertama kali Transjakarta beroperasi. Layanan Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara ini resmi beroperasi pada tanggal 15 Januari 2004. Sekitar dua minggu pertama pengoperasiannya, pengguna Transjakarta tidak dikenakan tarif sama sekali. Selain karena baru, masih gratisnya biaya menjadi faktor lain yang mendorong membludaknya warga Jakarta mencoba Transjakarta, sama seperti fenomena yang belakangan ini terjadi pada MRT Jakarta.

Hingga kini, Transjakarta terus bertahan. Meski awalnya ramai dengan pengguna “coba-coba”, Transjakarta berhasil membuktikan diri bahwa layanannya bukan “tempat wisata” semata. Transjakarta selalu berhasil dipenuhi oleh penggunanya dan terus mengembangkan layanannya.

Tidak Hanya di Jakarta, Fenomena “Coba-Coba” Transportasi Baru Terjadi Ketika LRT Palembang Dibuka

Pembangunan infrastruktur yang kental di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo sedikit demi sedikit terlihat hasilnya. Salah satunya adalah rampungnya beberapa transportasi publik modern di luar Jakarta. Hal ini pun mendorong terjadinya fenomena “coba-coba” seperti yang terlihat di Jakarta. Salah satu transportasi modern yang menjadi sasaran warganya adalah LRT Palembang.

Di Palembang, LRT dibangun demi menunjang kesuksesan Asian Games 2018 yang dilangsungkan di sana. Ketika rampung dibangun beberapa minggu sebelum Asian Games berlangsung, antusiasme warga Palembang begitu terasa. Bukti antusiasme tersebut adalah adanya 30 ribu orang pengguna yang menggunakan LRT Palembang dalam tiga minggu pertama pengoperasiannya.

Dari tingginya jumlah pengguna tersebut, ditemukan fakta bahwa penggunanya tidak hanya pegawai, pelajar, atau mahasiswa. Kantor berita Antara menemukan fakta bahwa LRT Palembang menjadi sarana hiburan baru bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari adanya ibu-ibu muda yang membawa anak-anaknya menggunakan transportasi tersebut.

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menuturkan bahwa ke depannya, ia berharap masyarakat terus menggunakan LRT Palembang seperti awal dibuka. Ia berharap LRT dapat menjadi solusi kemacetan yang terjadi di jalan-jalan protokol.

“Dengan memanfaatkan LRT tersebut diharapkan dapat mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jalan protokol dan memudahkan masyarakat Kota Palembang dalam melakukan berbagai aktivitas,” ujarnya.

Meski demikian, nyatanya LRT Palembang kini sepi pengguna. Pasca Asian Games 2018 selesai, LRT Palembang hanya ramai saat akhir pekan. Belum lagi, biaya subsidi operasional bulanan mencapai Rp10 miliar.

Salah satu warga Palembang bernama Wijaya mengungkapkan kalau pembangunan LRT Palembang belum optimal. Menurutnya, LRT ini belum mampu mengurai kemacetan seperti tujuan awalnya.

“Keberadaan LRT Palembang juga diperparah dengan jam keberangkatan yang masih belum optimal. Jadi memang LRT Palembang belum terlalu dibutuhkan, apalagi tidak bisa mengurai kemacetan,” ujar Wijaya, Sabtu, 23 Februari 2019 lalu, dilansir dari Liputan6.com.

Bagaimana Nasib MRT?

Seperti yang diketahui, Transjakarta ramai digunakan hingga saat ini. Kesuksesan ini jelas tak lepas dari perbaikan yang dilakukan terus menerus oleh para pemangku kebijakan. Ramainya pengguna Transjakarta juga tak lepas dari proses perkembangan rute yang awalnya hanya 1 rute hingga kini tersedia lebih dari 155 rute. Sehingga, kalau ada satu hal yang perlu dipelajari MRT Jakarta dari Transjakarta agar tetap bertahan ramai, hal tersebut adalah kemampuan Transjakarta menjangkau sebanyak-banyaknya wilayah di Jakarta.

Sedangkan untuk LRT Palembang sendiri, transportasi publik ini masih dalam pengembangan. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun menuturkan kalau LRT butuh setidaknya tujuh tahun agar dapat digunakan secara masif di Palembang. Kondisi LRT Palembang ini juga perlu dipelajari MRT Jakarta sehingga ada antisipasi yang lebih dini jika memang kondisi yang sama terjadi.

Share: MRT Jakarta, Perlu Belajar dari Transjakarta dan LRT Palembang