Covid-19 varian Delta saat ini telah menjangkiti 85 negara, varian inii memiliki risiko tersendiri bagi anak. Sesditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit & Plt. Dirjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu dalam sebuah diksusi dari, Rabu (23/6/2021) menyebut anak dengan usia di bawah usia 10 tahun rawan terkena mutasi virus COVID019 jenis delta ini.
Fakta ini tentus angat mengkhawatirkan. Apalagi dalam beberapa hari terakhir, laporan sejumlah wilayah memperlihatkan angka penularan yang cukup masif dari varian Delta pada anak.
Mengutip Jawa Pos, di DKI Jakarta misalnya, dari kasus harian yang tembus di angka 7.505 pada Kamis (24/6/2021), 830 kasus di antaranya adalah anak berusia enam sampai 18 tahun. Sementara anak balita juga tak luput tari intaian varian Delta. Jumlahnya mencapai 282 di hari itu.
Merujuk pada data yang dilansir dari Kata Data, per periode 30 Mei sampai 20 Juni 2021, Satuan Gugus Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat, tingkat kematian Case Fatality Rate/CFR Covid-19 anak usia 0-2 tahun merupakan yang tertinggi dibandingkan usia anak lainnya.
Persentasenya sebesar 0,81 persen dengan 261 kasus meninggal. Sementara, jumlah anak usia 0-2 tahun yang terkonfirmasi positif sebanyak 32.264 kasus.
Tingkat kematian anak tertinggi selanjutnya yakni usia 16-18 tahun dengan persentase sebesar 0,22 persen. Berikutnya adalah anak usia 3-6 tahun dengan persentase 0,19 persen.
Kemudian anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun masing-masing sebesar 0.18% dan 0.15%.
Deteksi Dini
Orang Tua tentu menjadi pihak yang paling cemas dalam meningkatnya penyebaran virus Covid-19 varian Delta pada anak. Apalagi, berdasarkan penelitian Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang diunggah di laman Instagramnya, Sabtu (26/6/2021), lebih dari 50 persen anak yang terpapar Covid-19 tidak menunjukkan gejala.
Baca Juga : Dikepung Varian Delta, Mengapa Indonesia Menolak Lockdown?
Data ini didasarkan pada penelitian 1.973 sampel anak di bawah 18 tahun yang dilakukan Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio sejak Maret hingga Nobember 2020. Dari jumlah itu mereka menemukan 208 anak positif yang 140-nya atau sekitar 67,3 persen tidak memiliki gejala.
Dari 32,7 persen sisanya ditemukan gejala mulai dari batuk (57.4 persen), kelelahan (39,7 persen), demam (36,8 persen), dan 15 persen yang menunjukkan adanya gejala sesak nafas.
Dari jumlah anak dengan gejala sesak nafas, 77 persennya ada di usia satu sampai lima tahun sementara 66,7 persen lainnya di usia enam sampai 10 tahun.
Prof Dr dr Rismala Dewi SpA(K), dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam sebuah webinar menyebut gejala Covid-19 pada anak memang terbilang ringan. Namun, tidak sedikit juga yang datang dengan kondisi berat bahkan sampai menyebabkan kematian.
“Dari 490 anak yang ditangani RSCM sejak Maret sampai Oktober 2020, 50 di antaranya positif Covid-19, dan 20 anak atau 40 persen di antaranya meninggal dunia” kata Dewi.
Dari kasus kematian ini, pihaknya pun melakukan sejumlah penelitian. Dengan mengacu pada usia, komorbid, dan kondisi berat, ditemukan sejumlah indikasi. Salah satunya, kerentanan pada anak usia di atas 10 tahun yang dinilai terpapar dari minimnya pelaksanaan protokol kesehatan saat main di luar rumah.
“Untuk komorbid, pasien yang datang mempunyai penyakit penyerta, dari 20 yang meninggal, paling banyak pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik. Mereka memang rutin datang ke RSCM untuk melakukan hemodialisa atau cuci darah. Cuma saat Covid-19 ada ketakutan untuk membawa anak yang butuh perawatan ke rumah sakit. Ketika terpapar mereka datang dengan kondisi sudah berat karena komorbidnya tidak ditangani,” ucap dia.
Hal yang sama juga terkena pada pasien anak dengan komorbid kelainan jantung, neurologi, kanker, hingga kekurangan gizi dan obesitas.
Dengan data ini, maka sudah sepatutnya orang tua mampu melakukan deteksi dini pada anak. Soalnya penanganan lebih awal tentu akan mengurangi risiko gejala berat bahkan ancaman kematian pada anak.
“Kewaspadaan yang harus didahulukan. Kalau ada sesuatu sebaiknya cepat diantisipasi,” ucap dia.
Bagaimana Dengan Ibu Hamil?
Varian baru yang masuk di Indonesia, terutama varian Delta juga tak mengurangi kerentanan penularannya untuk ibu hamil. Perhimpunan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) merilis data selama bulan April 2020 hingga April 2021, terdapat 536 kasus Covid pada ibu hamil.
Dari data tersebut, sekitar 51,9 persen diantaranya merupakan ibu hamil tanpa gejala dan tanpa bantuan napas (OTG). Data ini juga menyebut, paparan pada usia kehamilan di atas 37 minggu sebanyak 72 persen, kematian komplikasi Covid-19 sebanyak 3 persen, dan perawatan intensif pada ibu hamil sebanyak 4,5 persen.
Merujuk pada data ini, POGI menyerukan dukungan pada pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di daerah dengan tingkat kejadian Covid-19 mulai dari zona kuning sampai dengan hitam.
Baca Juga : Zona Merah Jadi 29 Wilayah, Kemenkes Hapus Syarat Surat Domisili Untuk Vaksin
Selain itu, sosialisasi pedoman penanganan ibu hamil dan ibu bersalin yang terinfeksi Covid 19 hendaknya ditingkatkan pada seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan.
“Kami juga meminta agar pemerintah menunjuk dan menyiapkan pusat rujukan Covid 19 untuk ibu dan anak di setiap propinsi dan kabupaten/kota yang dilengkapi dengan fasilitas Kamar bersalin tekanan negatif, Ruang isolasi ibu, Ruang isolasi bayi baru lahir, serta ICU dan NICU,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat POGI Ari K Januarto.
Pihaknya juga berharap pemerintah meningkatkan cakupan vaksinasi Covid 19 pada seluruh masyarakat Indonesia terutama pada keluarga inti di mana salah satu anggota keluarganya sedang hamil. Perlindungan tenaga kesehatan yang sedang hamil dengan cara mengatur pembagian grup dan jam kerja serta vaksinasi pada tenaga kesehatan yang sedang hamil juga perlu dilakukan.
“Termasuk pada kelompok ibu hamil risiko tinggi terpapar, serta vaksinasi pada ibu hamil dengan risiko rendah setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan dan bersedia atas pilihannya untuk melaksanakan vaksinasi covid-19,” tegas dia.