Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla buka suara terkait rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi maju jadi calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019 nanti. JK menyebut bekas narapidana korupsi masih bisa jadi caleg. Kok bisa?
Menurut JK, aturan mantan narapidana kasus korupsi yang dilarang mendaftar pemilihan legislatif sejatinya telah diatur dalam putusan pengadilan. JK mengatakan bahwa satu syarat penting agar mantan napi kasus korupsi tetap berhak mendaftar sebagai caleg adalah jika pengadilan tak mencabut hak politiknya.
“Tentu tidak ada larangan aktif lagi selama hak politiknya tidak dicabut,” kata Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, seperti dilansir Tempo.co, Selasa 3 April.
KPU sebelumnya berencana membuat larangan bagi mantan napi kasus korupsi yang ingin menjadi calon anggota DPR, DPD, maupun DPRD pada Pemilu 2019. Nantinya, larangan itu bakal dimasukkan ke dalam Peraturan KPU (PKPU) baru karena belum pernah diterapkan pada pemilu 2014.
Rencana KPU melarang mantan napi kasus korupsi maju sebagai caleg muncul setelah melihat beberapa calon kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi saat proses Pilkada Serentak 2018 tengah berjalan.
Baca Juga: Alasan KPU Berencana Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg di Pemilu 2019
Selain itu, aturan soal larangan tersebut diklaim berasal dari inisiatif KPU karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mencantumkan larangan bagi mantan napi kasus korupsi yang ingin menjadi caleg.
Pasal 240 beleid menyebutkan bahwa bakal caleg harus tidak pernah dipenjara berdasarkan putusan inkracht dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, kecuali telah terbuka mengaku kepada masyarakat.
Meski begitu, JK mengatakan bahwa semua itu kembali lagi ke masyarakat. Hak untuk dipilih yang dimiliki para caleg mantan napi korupsi tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan masyarakat.
“Tapi tentu ini pilihan masyarakat sendiri. Kalau calon itu mempunyai background pernah dihukum tentu berbeda dengan yang tidak. Jadi tetap kembali ke masyarakat,” ujar politisi senior Partai Golkar tersebut.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Hasyim Asyari mengatakan pejabat negara atau wakil rakyat merupakan orang yang diberikan amanah dan kepercayaan dari masyarakat. Mereka seharusnya bekerja secara profesional dan tidak korupsi karena merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang pada jabatan.
Maka dari itu, KPU sendiri menyatakan pentingnya larangan bagi mantan napi kasus korupsi untuk mendaftar caleg. Hal itu yang dinilai tak patut jika mereka maju kembali menjadi pejabat negara.
“Orang yang sudah berkhianat kepada jabatannya tidak layak menduduki jabatan publik lagi. Tidak layak menduduki jabatan kenegaraan lagi. Itu akan kita atur,” kata Hasyim Asy’ari, Kamis 29 Maret.
Baca Juga: Menteri Mau Jadi Tim Kampanye di Pilpres 2019? Boleh, Asal…
Menurutnya, masyarakat harus mendapat pemimpin yang bersih dari kasus korupsi. KPU juga berharap partai politik selektif dalam menyaring caleg yang akan diusung di setiap daerah pemilihan.
“Kalau ada penolakan, ini berarti termasuk bagian yang tidak mau bersih. Dengan adanya aturan ini, berarti partai politik (parpol) harus selektif memilih bakal Calegnya,” ucap Hasyim.
Sekadar informasi, pendaftaran caleg untuk Pemilu 2019 mendatang akan dimulai pada Juli 2018. kemudian, penetapan caleg akan dilakukan bersamaan dengan calon presiden dan wakil presiden yakni pada 20 September 2018.
Lalu, pada 23 September 2018, para caleg yang sudah terdaftar bisa melakukan kampanye hingga tiga hari sebelum pemungutan suara berlangsung, 17 April 2018.