General

Wacana Mata Uang Digital, Seperti Apa Bentuknya?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image

Di tengah maraknya peredaran bitcoin, Bank Indonesia (BI) melempar wacana untuk menerbitkan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital.

Dilansir CNBC Indonesia, gubernur BI Perry Warjiyo, mengatakan mata uang digital akan diedarkan ke perbankan dan teknologi finansial (tekfin), baik secara wholesale maupun ritel.

“Bersama bank-bank sentral, kami saling studi satu sama lain merumuskan yang kita sebut Central Bank Digital Currency,” ujar Perry saat menghadiri acara CNBC Indonesia Market Outlook 2020 di Jakarta, Kamis (25/02/21).

Namun, dirinya belum dapat memastikan, kapan CBDC ini bakal diterbitkan dan mulai bisa digunakan oleh masyarakat.

Hal ini dikarenakan rencana diterbitkannya mata uang digital ini, masih dalam proses perumusan oleh pihaknya.

“Kami masih dalam proses merumuskannya (rencana penerbitan CBDC),” ucapnya.

Penerbitan Mata Uang Digital Solusi Tren Penggunaan Bitcoin

Perry mengungkapkan, gagasan penerbitan mata uang digital ini sebagai solusi untuk menyikapi tren penggunaan mata uang kripto (cryptocurrency), salah satunya bitcoin.

Dirinya menegaskan, bitcoin tidak boleh menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Undang-Undang ini, merupakan pelaksanaan dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 23B yang berbunyi:

Bahwa macam dan harga Mata Uang ditetapkan dengan undang-undang. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang. Rupiah sebagai Mata Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesungguhnya telah diterima dan digunakan sejak kemerdekaan.

“Sejak awal, kami sudah ingatkan dan tegaskan bitcoin tidak boleh sebagai alat pembayaran yang sah demikian juga mata uang lain selain rupiah,” tegas Gubernur BI.

Seperti apa bentuk mata uang digital?

Gubernur BI memastikan uang digital yang tengah dalam proses perencanaan penerbitan ini, dinyatakan dalam mata uang Rupiah.

Sesuai amanat Undang-Undang, ia mengatakan seluruh bentuk alat pembayaran Indonesia hanya ada satu mata uang yang disebut Rupiah.

“Jadi, seluruh alat pembayaran menggunakan koin, menggunakan uang kertas. Uang digital itu harus menggunakan Rupiah dan wewenangnya ada di BI,” kata Perry.

Laporan yang dirilis Bank for International Settlement (BIS) pada Maret 2020, menyebutkan ada 3 bentuk CBDC yang bisa diterapkan sebuah negara untuk aktivitas perekonomiannya, yaitu:

  1. Indirect CBDC: Tagihan (claim) dilakukan ke perantara (bank komersial), sedangkan bank sentral hanya melakukan pembayaran ke bank komersial.
  2. Direct CBDC: Tagihan dilakukan langsung ke bank sentral,
  3. Hybrid CBDC: Tagihan dilakukan ke bank sentral, akan tetapi bank komersial yang melakukan pembayarannya.

Tiga bentuk mata uang digital yang bisa digunakan ini, menurut BIS berdasarkan 6 kebutuhan utama nasabah.

“Kebutuhan utama nasabah yang perlu diperhatikan yaitu privasi, mudah digunakan, aman seperti uang tunai, memiliki akses universal, pembayaran luar negeri dan kegunaan peer-to-peer,” demikian disampaikan BIS.

Share: Wacana Mata Uang Digital, Seperti Apa Bentuknya?