Teknologi

Wacana KTP Digital, Bisakah Pemerintah Lacak Warga Lewat Ponsel?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Apple

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mewacanakan pemindahan data, sekaligus mengubah bentuk kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP menjadi digital. Nantinya, e-KTP tak lagi dalam bentuk fisik.  Apa alasannya?

KTP Digital Bakal Disimpan di Gawai

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh mengatakan gagasan KTP digital merupakan inovasi yang nantinya akan disebut Digital ID.

Ia menjelaskan Digital ID dihadirkan untuk mewujudkan data kependudukan yang terdigitalisasi dan bisa tersimpan di gawai pemilik identitas kependudukan.

“Digital ID yang pada dasarnya memindahkan informasi data KTP-el dari blangko fisik menuju digital. Nah, nantinya data ini bisa disimpan di smartphone kita,” kata Zudan melalui keterangan tertulis kepada Asumsi.co, Kamis (10/6/21).

Melalui Digital ID, lanjut dia pemerintah melalui Kemendagri bisa melacak pergerakan penduduk non permanen melalui keberadaan gawai penduduk yang di dalamnya terdapat identitas digital tersebut.

Baca juga : Mengejar Hacker 279 Juta Data dan Regulasi Keamanan Data Pribadi

“Misalnya, ada WNI (warga negara Indonesia) di KTP-el tertulis domisili, statusnya warga Jakarta. Kemudian karena ada pandemi, dua tahun tinggal di Bandung terus setahun tinggalnya di Bali. Maka keberadaannya di Bandung dan Bali itu statusnya penduduk non permanen,” terangnya.

Ia menegaskan rencana ini tengah dimatangkan secara serius oleh Kemendagri, demi terwujudnya amanat Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Pemindahan data digital itu dilakukan belum lama usai kasus bocornya data pribadi dalam format tabel excel yang diduga berasal dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.  Pemerintah pun menjawab strategi dari proteksi yang akan dilakukan dalam program Digital ID.

Bagaimana Jaminan Keamanan Datanya?

Soal kesiapan sistem serta keamanan datanya, Zudan mengatakan saat ini pihaknya tengah memaksimalkan kolaborasi sekaligus koordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) agar menginventarisir berbagai kendala yang mungkin terjadi, termasuk kekhawatiran terjadinya pencurian data digital pribadi.

Ia juga menegaskan, keberadaan Digital ID bukan untuk mengintai pergerakan penduduk oleh negara. Digital ID, menurutnya penting dihadirkan untuk mempermudah akses masyarakat terhadap berbagai layanan publik.

“Intinya berproses. Salah satu problem yang kerap menghambat integrasi data antara Dukcapil dengan BPS sebenarnya mengenai data penduduk non permanen. Dengan adanya satu data kependudukan, semua platform layanan publik akan dapat menggunakan satu nomor yang sama terlepas dari beragamnya jenis layanan publik yang disediakan platform-platform tersebut. Jadi bukan untuk mengintai, apalagi memata-matai penduduk,” tuturnya.

Di sisi lain, konsep Kemendagri yang ingin meghadirkan Digital ID yang tersimpan di gawai serupa dengan yang dilakukan Apple pada pembaruan sistem operasi iOS 15 dan watchOS 8 yang akan mendukung penyimpanan KTP di aplikasi Wallet.

Kabar dukungan penyimpanan KTP dalam fitur yang ada pada sistem operasi terbaru disampaikan Apple dalam ajang tahunan Worldwide Developer Conference (WWDC) 2021 baru-baru ini.

9to5mac melaporkan pengguna cukup memindai SIM atau KTP negara yang saat ini baru tersedia untuk negara-negara bagian di AS yang berpartisipasi. Setelah itu, identitas kependudukan yang telah dipindai akan terekam dan ada di aplikasi Wallet sebagai data digital.

Baca Juga : Karut Marut Pendataan di Indonesia: Tidak Akurat, Bocor lalu Diperdagangkan

Apple menjamin identitas kependudukan akan dienkripsi dan disimpan secara aman ke dalam elemen teknologi yang sama yang seperti yang digunakan untuk Apple Pay.

Meskipun fitur ini terdengar fantastis bagi para pengguna produk Apple khususnya iPhone dan Apple Watch, perusahaan teknologi besutan Steve Jobs ini masih belum menjelaskan lebih lanjut bagaimana fitur ini bekerja, selain untuk menyimpan data kependudukan. Mereka hanya mengabarkan fitur ini akan dihadirkan pada akhir tahun ini.

Namun sepertinya bila fitur ini diterapkan di Indonesia, pemerintah tidak bisa semudah itu melacak pergerakan penduduk dari Digital ID yang disimpan di gawai mereka. Pelacakan harus disertai kesepakatan dengan Apple, selaku pemilik platform yang selama ini dikenal ketat menjaga privasi penggunanya.

Masyarakat Harus Sadar Privasi

Sekretaris Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Satriyo Wibowo menyebut jika nantinya rencana membuat Digital ID terwujud, kemungkinan besarnya dihadirkan dalam bentuk digital certificate alias sertifikat digital.

“Sesuai dengan tata kelola identitas digital atau digital identity, secara tidak langsung sudah diatur lewat jalurnya digital certificate yang peraturannya sudah ada. Dari sisi industri, sertifikat digital ini juga sudah ada. Kalau menurut asumsi saya, model Digital ID ini akan menggunakan digital certificate,” kata Satriyo saat dihubungi terpisah.

Ia menerangkan, perlindungan sertifikat digital bisanya akan dilindungi dengan sistem kriptografi asimetrik yang memungkinkan data identitas kependudukan ini memungkinkan dikunci dengan dua bentuk sistem keamanan.

“Jadi ada dua kunci karena pakai kriptografi asimetrik yang nantinya ada kunci privat dan kunci publik. Kunci publik ini yang bisa diberikan atau disebarkan kemana-mana. Nah, kalau kunci privat adalah kunci keamanan yang dipegang oleh kita. Apakah kunci privat atau publik nanti yang akan ditempel di gawai? Seumpama kunci privat ini ditempelkan di KTP, ini yang paling memungkinkan teknologinya. Cuma soal kapasitasnya saya belum tahu, cukup atau enggak soalnya kan desain dan kapasitas sistem KTP kita masih yang lama,” jelas dia.

Menurutnya yang kini menjadi persoalan, sistem yang sudah canggih ini harus bisa diiringi dengan kemampuan masyarakat menjaga privasi masing-masing. Pasalnya, masyarakat Indonesia memiliki karakter berbeda dengan negara lain yakni gemar berbagi termasuk menginformasikan data pribadi.

“Masalahnya di situ. Kalau tidak bisa menjaga privasi masing-masing, otomatis bisa lebih mudah dipalsukan identitas mereka. Sebenarnya risikonya di situ. Mental masyarakat kita ini kan, senang sharing. Sampai data pribadi saja di-sharing. Nah, kesadaran privasi pribadi ini penting,” tandasnya.

Share: Wacana KTP Digital, Bisakah Pemerintah Lacak Warga Lewat Ponsel?