Isu Terkini

Usulan Kebijakan-kebijakan Nyeleneh Kota Depok

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Depok, Jawa Barat, kembali menarik perhatian. Kali ini, gara-gara pemerintah kotanya berencana memutar lagu di simpang-simpang lampu merah, saat orang beramai-ramai terjebak kemacetan. Bukannya mendapat apresiasi, ide Wali Kota Depok Mohammad Idris itu malah mengundang kritik dan cemooh.

Selasa (16/07/19), seperti dilansir Kompas, Kepala Dinas Perhubungan Depok Dadang Wihana mengatakan, “Program ini tentu bukan untuk mengatasi kemacetan. Kalau kemacetan, programnya dari manajemen rekayasa lalu lintas. Ini adalah bagian kecil dari apa yang dijalankan saat rekayasa lalu lintas.”

Salah satu lagu yang nantinya bakal disetel di lampu merah dinyanyikan oleh Wali Kota Depok Mohammad Idris. Lagu berjudul “Hati-Hati” itu sudah tersebar luas di laman media sosial dan dijadikan bahan olok-olok oleh warganet.

Dadang mengatakan lagu itu bertujuan memberi pesan kepada masyarakat agar tertib berlalu lintas, sekaligus menjadi penanda bagi masyarakat yang hendak menyebrang jalan. Menurutnya, kalau mendengar lagu itu, para pengendara bisa memiliki kesadaran untuk tertib berlalu lintas.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ikut menanggapi usulan kebijakan tersebut. Seperti dilansir Antara, Rabu (17/07), ia mengatakan penerapannya tergantung masyarakat Kota Depok sendiri, apakah setuju atau tidak. “Saya kira itu isu lokal. Kalau diterima warga Depok, ya silakan bergembira,” kata Emil. “Tapi jika ada yang tidak berkenan silakan sampaikan ke wali kotanya. Jadi saya agak membatasi komentar di sisi kebijakan lokal.”

Tak sekali ini saja Depok mengeluarkan usulan kebijakan atau program yang mengundang perhatian dan kritik masyarakat luas. Sebelumnya, ada beberapa rencana kebijakan yang dinilai cukup kontroversial. Apa saja itu?

Rencana Ganjil Genap di Margonda

Pada 2018, Wali Kota Depok Mohammad Idris pernah mewacanakan menerapkan sistem ganjil-genap pelat nomor kendaraan di Depok, khususnya Jalan Margonda Raya, setiap Sabtu dan Minggu. Kebijakan itu sebelumnya sudah diberlakukan di DKI Jakarta.

“Saya minta agar kebijakan ini dikaji lebih dalam dengan cermat. Dikaji bersama Dinas Perhubungan yang memang sudah punya pembicaraan sebelumnya secara informal dengan pihak-pihak terkait, misalnya polres dan satlantas,” kata Idris di Balai Kota Depok, Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, Selasa (07/08/18).

Baca Juga: Depok Kian Macet, Dishub Wacanakan Sistem Ganjil-Genap

Namun, setelah mengadakan evaluasi dan kajian dengan akademisi dan kepolisian, rencana ganjil genap di Depok dibatalkan. “Dampaknya akan lebih macet kalau kita buat ganjil genap, maka tidak jadi,” kata Idris di Balai Kota Depok, Jalan Margonda, Jumat (12/7), dikutip dari Kompas.

Raperda Penyelenggaraan Kota Religus

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Religius yang diajukan Wali Kota Depok Mohammad Idris mendapat perhatian luas dari masyarakat pada Mei 2019 lalu. Raperda itu bertujuan membangun tata nilai kehidupan masyarakat yang lebih dekat ke agama, termasuk mengatur etika berpakaian.

Lantaran dianggap diskriminatif dan intoleransi, Raperda itu akhirnya langsung ditolak Badan Musyawarah DPRD Kota Depok untuk masuk ke daftar Program Legislasi Daerah atau Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2020.

“Dalam rapat Bamus diusulkan 11 raperda masuk Propemperda 2020, salah satunya Raperda Kota Religius. Raperda Kota Religius diusulkan Pemerintah Kota Depok untuk mengatur secara substansial kehidupan beragama di Kota Depok. Padahal, Kota Depok ini menjunjung tinggi pluralisme,” Kata Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke Allo di Depok Senin (20/05/19).

Setidaknya ada beberapa poin dalam raperda yang cenderung diskriminatif, terutama dalam Bab V yang mengatur tentang Pelaksanaan Norma-norma Dalam Kehidupan Masyarakat.

Etika berpakaian diatur dalam Pasal 14 yang berbunyi: (1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing-masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok. (2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.

(3)Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.

Apabila peraturan tersebut tidak dilaksanakan, masyarakat dapat diberi sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 2 yang berbunyi, “Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta yang tidak mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan norma kesopanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ketiga dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran, peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan atau pencabutan izin.”

Pemisahan Parkir Khusus Pria dan Wanita

Tak hanya Raperda Kota Religus, Depok juga kembali jadi sasaran kritik lantaran baru-baru ini mengeluarkan kebijakan parkir khusus perempuan atau ladies parking. Dengan alasan menerapkan ladies parking di Depok, maka area parkir laki-laki dan perempuan pun dipisah, termasuk parkir sepeda motor.

Beberapa tempat yang telah menerapkan pemisahan area parkir laki-laki dan perempuan antara lain di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok di Sawangan, serta Gedung Balai Kota Depok, Jalan Raya Margonda. Terkait hal ini, Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Dadang Wihana mengatakan, pemisahan area parkir laki-laki dan perempuan telah diterapkan di sejumlah gedung instansi pemerintah maupun swasta.

Dadang menjelaskan bahwa penyediaan parkir khusus perempuan merupakan hal yang biasa diterapkan di setiap tempat parkir. Tujuannya memberikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan yang mengunakan kendaraan. Menurutnya, ladies parking justru bisa memberikan kemudahan akses bagi perempuan.

Bahkan, RSUD Kota Depok sudah menerapkan kebijakan memisahkan lahan parkir sejak 2017 lalu. “Ini sudah lama kami jalani. Kami ini merespon kebutuhan perempuan di dalam memberikan akses parkir. Sebenarnya tidak hanya perempuan, tapi juga difabel, dan lansia,” kata Dadang Rabu, (10/07) dikutip dari Liputan6.com.

Pemilik Mobil Wajib Punya Garasi

Pemkot Depok juga mengusulkan revisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan. Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Dadang Wihana mengatakan, salah satu poin usulan perubahan Raperda tersebut mewajibkan masyarakat Kota Depok yang hendak membeli atau telah memiliki kendaraan roda empat untuk memiliki garasi.

“Jadi untuk menjamin keteraturan di tengah warga, dasar pertimbangan banyak aspirasi warga yang mengeluhkan banyak parkir di ruang milik jalan sehingga ganggu warga,” kata Dadang, Senin (15/07/19) dinukil dari Kompas.

Nantinya, jika revisi Perda Nomor 2 tahun 2012 ini disahkan, warga yang memarkirkan mobilnya sembarangan akan dikenakan sanski denda maksimal sebesar Rp20 juta. “Iya dalam revisi Perda Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 2 Tahun 2012 (ada denda Rp20 juta), tapi ini masih jauh tahapannya. Masih harus dibahas di Dewan, jika disetujui ada masa transisi untuk edukasi dan sosialisasi,” ujarnya.

Share: Usulan Kebijakan-kebijakan Nyeleneh Kota Depok