Budaya Pop

Tren Buka Usaha ‘Coffee Shop’, Seperti Apa Prospeknya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kopi sudah menjadi candu. Nyaris setiap hari, orang-orang selalu minum kopi. Bahkan di Jakarta saja, kebutuhan akan secangkir kopi memang sangat besar dan begitu mudah didapat hanya dengan hitungan menit saja lewat order di smartphone.

Kini, kopi memang tak lagi hanya sekedar sebagai penghilang kantuk saja. Lebih dari itu, kopi sudah berubah menjadi gaya hidup, terutama jika melihat tren minum kopi pada masyarakat perkotaan. Adalah beredarnya coffee shop di mana-mana yang menjadi salah satu faktor penunjang terus bertumbuhnya tren konsumsi kopi masyarakat karena menjadi sentra peracikan biji kopi menjadi minuman kopi terbaik. Keberadaan coffee shop memang menjadi lahan bisnis yang sangat menjanjikan.

Coba saja lihat beberapa figur terkenal tanah air yang punya bisnis coffee shop. Ada dua aktor kenamaan Chicco Jerikho dan Rio Dewanto, yang memiliki Filosofi Kopi di Blok M, Jakarta Selatan. Asal mula coffee shop ini sebenarnya berawal dari film berjudul sama yang dibintangi kedua tokoh tersebut. Setelah film tersebut bereda, Chicco, Rio dan beberapa teman lainnya melanjutkan bisnis ini.

Tak hanya Chicho dan Rio saja, ada pula aktor Nino Fernandez, yang memiliki coffee shop dengan nama Dibawahtangga yang berada di Gandaria City. Lalu, Keenan Pearce dan Ernanda Putra juga memiliki coffee shop bernama Makna Coffee di Kuningan City.

Pertumbuhan coffee shop di Indonesia terus berkembang pesat. Bahkan, sejumlah kota besar lain di Indonesia juga menunjukkan perkembangan coffee shop yang signifikan, misalnya di Medan, Bandung, Surabaya, dan lain-lain. Lalu, seperti apa sebenarnya prospek membuka usaha coffee shop?

Peluang bisnis coffee shop sendiri bisa dibilang cukup terbuka, sangat prospektif, dan memiliki jangkauan pasar yang sangat luas. Bayangkan saja, kopi bisa dinikmati semua kalangan di mulai remaja, orang dewasa, bahkan orang tua sekalipun.

Oleh karena itu, dengan pasar yang luas, membuka usaha coffee shop pun rasanya tak perlu terlalu khawatir. Apalagi semua segmen masyarakat, seperti yang dijelaskan sebelumnya, bisa menerima dan menikmati kopi dengan baik.

Meningkatnya Konsumen Kopi

Business Development Manager Tuang Coffee, Muhammad Rusydan, mengatakan bahwa prospek usaha coffee shop memang sangat menjanjikan. Apalagi, ia dan rekan-rekannya melihat tren konsumsi kopi setiap tahunnya itu selalu meningkat.

“Kalau pertimbangan gue buka coffee shop sih gini, pertama gue waktu itu sempat riset bahwa setiap tahun per kapitanya konsumsi kopi di Indonesia itu sekitar dua atau tiga tahun yang lalu kalau enggak salah itu naik terus,” kata Rusdan kepada Asumsi.co, Jumat, 21 September.

Rusdan mengatakan bahwa naiknya jumlah orang yang mengkonsumsi kopi itu sendiri, setiap tahunnya mencapai sekitar lima persen. Memang, lanjut Rusdan, tak sedikit juga yang beranggapan bahwa coffee shop merupakan tren musiman, yang sekali heboh lalu kemudian hilang.

“Tapi ternyata kan enggak, dan ternyata usaha bisnis coffee shop itu memang bisa sustain. Kenapa kopi ini bukan bisnis yang kayak sekali jadi terus selesai gitu karena semua orang di dunia minum kopi kan.”

Menurut Rusdan, kopi masih jadi kebutuhan sehari-hari, dan merupakan barang komoditas yang bisa dinikmati dan dikonsumsi sehari-hari. Apalagi, berdasarkan penelitian, kopi itu merupakan cairan likuid, cairan kedua yang paling banyak dikonsumsi setelah minyak mentah.

Rusdan sepakat bahwa sebenarnya kopi ini bisa dibilang sebagai suatu kebiasaan hari-hari, di mana sudah jadi kebutuhan harian orang-orang. Misalnya saja seperti para pekerja yang menghabiskan waktu istirahat dengan menengguk kopi.

“Kayak orang mau kerja aja, pas lagi istirahat siang, sebagian orang-orang yang bekerja selalu melakukan coffee break gitu kan? Iya pasti, tapi bukan minum es kepal milo ya.”

Seperti jika dilihat dalam tren usaha sekarang ini, bisnis coffee shop sendiri tak sama dengan bisnis-bisnis minuman yang lainnya. Misalnya saja es kepal milo yang hanya heboh sebentar tapi beberapa waktu setelahnya justru hilang.

Salah satu sudut ruangan Tuang Coffee di Barito, Blok M, Jakarta Selatan. Foto: Dok. Asumsi.co

“Jadi memang tren kopi ini kan enggak musiman kayak es kepal milo misalnya, atau tren batu akik, yang sekalinya melambung tinggi, abis itu tiba-tiba hilang enggak tau kemana.”

Meski begitu, demi meraup untung yang besar, sebuah usaha coffee shop memang harus menyediakan menu kopi yang nikmat. Selain itu juga tempat yang akan dijadikan sebagai coffee shop-nya sendiri harus nyaman dan unik.

Terlebih menjalankan kedai kopi juga tidaklah mudah karena banyak hal yang harus dikerjakan untuk menghasilkan kopi yang baik, mulai dari mencari bahan baku yang baik, mengolah biji kopi dengan standar internasional, cara menyajikan kopi kepada pelanggan dan lain sebagainya.

Produk Kopi Apa yang Ditawarkan?

Hampir sama dengan kebanyakan coffee shop yang mempopulerkan jenis kopi dari daerah-daerah di Indonesia, demikian juga dengan Tuang Coffee. Namun yang membedakan, jika pada umumnya banyak coffee shop yang menawarkan kopi-kopi dari daerah yang sudah terkenal, tidak dengan Tuang Coffee.

Rusdan menjelaskan bahwa tujuan awal berdirinya Tuang Coffee sendiri adalah untuk membantu petani kopi sekaligus mempopulerkan kopi Flores. Apalagi, mereka memang menjalin kerja sama dengan petani kopi Flores.

“Di situ kita beli kopi dengan harga premium, naikin kualitas kopinya sendiri. Nah, kemudian sekarang kita juga punya misi untuk mempopulerkan kopi Flores lah. Selama ini kan kita kenalnya hanya kopi Sumatera, Lintong, Gayo, Aceh, Papua, atau Bali, sementara Flores masih jarang didengar.”

Rusdan pun tak memungkiri bahwa berdirinya bisnis coffee shop Tuang Coffee memang selain membuka lapangan kerja, juga bertujuan meraup keuntungan finansial. Bagaimanapun, finansial memang harus mendukung operasional dan kebutuhan setiap hari.

Di Tuang Coffee, Rusdan mengatakan bahwa ia satu tantangan yang sedang dialami adalah soal sistem yang dibuat seefisien mungkin untuk menjalani roda bisnis harian. Secara pribadi, Rusdan sendiri menerapkan sistem seperti jam tangan.

“Jadi sistem yang sampai lo tinggal tidur itu tuh masih bisa jalan. Kalau buat gue bikin sistemnya itu kayak jam tangan, yang semua orang bisa ngerti dan semua orang bisa pake. Tapi sistem di baliknya itu kan seribet itu, nah itu sistem di belakang meja yang orang-orang enggak lihat itu yang lagi kita bangun dan buat gue itu menantang banget.”

Persaingan dengan Coffee Shop Lain

Soal persaingan dengan banyak coffee shop lainnya di Jakarta, Rusdan tak terlalu mengkhawatirkan hal itu. Tuang Coffee sendiri bagi Rusdan sudah menawarkan produk-produk kopi berkualitas yang boleh diadu.

“Sebenarnya kayak di Tuang Coffee ini kan udah mulai dari sisi hulu kan, jadi sebenarnya ini tuh kayak penambahan bisnis secara vertikal lah, kita mulai main dari hulu dan sekarang masuk ke hilir gitu. Jadi kita juga enggak terlalu takut lah kalau harus bersaing dengan yang lain.”

Rusdan pun percaya dengan kualitas kopi di coffee shop yang mereka kembangkan saat ini. Apalagi jauh sebelumnya, Rusdan dan rekan-rekannya juga sudah lebih dulu bermain sebagai produsen di ranah green bean (biji masih hijau) dan kopi mentah.

Nah itu kita sudah supply ke beberapa coffee shop yang udah punya nama lah, yang udah lumayan cukup besar di Indonesia. Makanya kita cukup percaya diri. Kayaknya respons masyarakat terhadap kopi yang kita punya ini, ternyata itu cukup bagus. Kita pede lah untuk ngejual ini di market dan customer langsung.”

Bicara omset, meski enggan menyebutkan nominalnya, Rusdan menjelaskan bahwa omset per hari yang didapatkan di Tuang Coffee sendiri sudah lebih dari cukup. Pendapatan itu juga terus bertumbuh sejak pertama kali buka.

“Tapi memang kita sendiri kan sebenarnya masih satu setengah bulan lah, masih baru banget gitu, tapi growth-nya terlihat signifikanlah dari bulan sebelumnya ke bulan sekarang, dari hari per hari, itu cukup signifikanlah.”

Rusdan dan rekan-rekan pun berpikir jauh ke depan soal bisnis coffee shop ini. Artinya, mereka juga memikirkan soal inovasi apa yang bisa dilakukan karena ia dan rekan-rekannya selalu berorientasi bahwa bisnis itu harus bisa di scale-up, enggak boleh sampai di satu titik melambung tinggi terus selesai.

“Kita juga kan enggak bisa memungkiri lah ya kalau misalkan customer itu bosan, entah kah itu dalam hal bentuk model bisnisnya, atau kah dalam hal product offering, ya yang pastinya kita selalu ada rencana untuk nambah menu baru entah itu dalam enam bulan atau setahun sekali.”

Memang, membuka usaha coffee shop harus melalui perencanaan yang sangat matang. Rusdan pun menegaskan bahwa tanpa perencanaan yang matang, maka jangan harap bisa bertahan dan yang ada malah sekedar heboh sekali saja terus hilang.

Menurut Rusdan, siapa saja bisa membuka usaha coffee shop, namun kemudian yang jadi pertanyaan adalah mau buka berapa lama? Setahun, dua tahun, tiga tahun atau selamanya? Nah, itulah yang menurut Rusdan harus punya perencanaan matang di belakang itu.

“Itu juga yang kita lakukan di sini, kita masih ngurusin gimana sistemnya biar bisa berjalan dengan mulus, terutama penghitungan cost-nya biar enggak meledak, pencatatan barang-barang, semua hal detail, dan hal-hal terkecil apapun kita harus tau, barang keluar dan barang masuk itu harus tau.”

“Ya karena kan sebenarnya penyebab bisnis gagal itu kan bukan cuma karena satu atau dua hal kan. Lo bisa jadi ada di lokasi paling prima tapi kalau misalnya lo enggak melakukan let’s save for costing dengan baik gitu, ya lo bisa oleng juga lah, lo bisa bangkrut juga pada akhirnya.”

Share: Tren Buka Usaha ‘Coffee Shop’, Seperti Apa Prospeknya?