Isu Terkini

Tidak Puas, WALHI Bangun Gerakan Politik Berbasis Pelestarian Lingkungan Hidup

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Pada debat capres kedua tanggal 17 Februari 2019 yang lalu, salah satu tema yang diangkat adalah tema lingkungan. Dalam debat capres tersebut, seharusnya isu lingkungan benar-benar dibahas sedemikian rupa dan menjadi salah satu tema sentral. Namun ternyata, menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati, kedua calon presiden belum menjawabnya secara memuaskan. “Secara umum keduanya belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Keduanya belum bisa memberikan tawaran bagaimana mereka akan melestarikan lingkungan, bagaimana membangun infrastruktur tapi tidak berdampak negatif kepada masyarakat dan lingkungan,” ujar Nur Hidayati di Kantor WALHI, Senin, 18 Februari lalu.

WALHI Agendakan Rapat Akbar Konsolidasi Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia

Atas sebab itu lah, WALHI mengusung sebuah acara yang bertujuan meningkatkan diskursus mengenai kelestarian lingkungan hidup. Dalam Media Briefing gerakan Rapat Akbar Konsolidasi Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia, Kamis (21/3), Desk Politik Eksekutif Nasional WALHI Khalisah Khalid menuturkan bahwa WALHI akan membuat sebuah gerakan yang mendorong pelestarian lingkungan hidup Indonesia. Gerakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan WALHI atas politik berbasis gimmick yang tidak substantif. “Kami merasakan bahwa kok sepertinya momentum politik ini masih jauh dari agenda-agenda rakyat, agenda-agenda yang sifatnya substantif, yang membahas persoalan rakyat. Kita masih dihadirkan, di permukaan, di wacana-wacana publik, baik di media arus utama maupun media sosial, adalah gimmick-gimmick yang sifatnya jauh dari persoalan rakyat.”

Menurut Khalisah, agenda ekologis saat ini masih menjadi isu pinggiran. Tidak hanya di tahun ini, tetapi gejala ini sudah nampak dari Pilkada tahun lalu. “Satu sisi kita melihat agenda keadilan ekologis masih jauh masih di pinggiran. Bukan hanya pada tahun ini, pada Pilkada tahun lalu, itu juga terjadi. Di mana isu lingkungan masih menjadi isu pinggiran, bukan menjadi isu prioritas,” ujar Khalisah.

Ia pun berharap kalau ke depannya isu lingkungan tidak lagi menjadi isu pinggiran. Menurut Khalisah, pemerintah ke depan perlu memprioritaskan agenda penyelematan lingkungan. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya agenda prioritas untuk pengakuan terhadap hak-hak rakyat yang seringkali dinegasikan dalam pembangunan.

Berbarengan dengan Khalisah turut hadir Rendra dari grup musik Ring of Fire. Rendra, yang juga dikenal bersama grup band Padi Reborn, setuju dengan apa yang diucapkan Khalisah. Kedua kontestan politik saat ini belum menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan. “Selama tahun politik ini, memang dari kedua kontestan, saya sudah melihat ini sebagai awam dan pemerhati juga, belum dalam masalah keadilan ekologis dibahas.”

Perwakilan Paguyuban Kawula Pesisir Mataram Turut Hadir

Dari sisi akar rumput, turut hadir dalam Media Briefing Jeje dan Gofar selaku Perwakilan Paguyuban Kawula Pesisir Mataram (PKPM). Mereka merupakan penggerak ekonomi kerakyatan sebagai salah satu alternatif dari wacana ekonomi yang sekarang diwacanakan oleh pemerintah. PKPM ini berbasis di wilayah Jogjakarta. Salah satu yang mereka khawatirkan dalam isu lingkungan saat ini adalah kedatangan pemodal-pemodal yang besar di kawasan Pantai Gunung Kidul. “Nah, kemudian banyak kedatangan pemodal-pemodal yang besar, untuk menjadikan gunung kidul sebagai pusat pariwisata, itu saya sangat prihatin sekali,” ujarnya.

Selain lingkungan, kedatangan pemodal besar di area pantai Gunung Kidul juga berbahaya dari sudut pandang ekonomi rakyat di wilayah tersebut. Salah satu alasannya adalah karena selama ini, yang membuka pantai di Gunung Kidul tersebut adalah warga, bukan para pemodal besar. “Di pantai gunung kidul, yang membuka wilayah pantai adalah rakyat, warga yang tidak punya pekerjaan, warga yang tidak punya ekonomi, mereka membuka pantai, semua pantai di gunung kidul yang membuka warga.”

Salah satu alternatif pendapatan di Gunung Kidul adalah bertani. Namun, lahan yang semakin sempit mempersulit kehidupan warga di sana. Kondisi lingkungan yang semakin rusak juga memperparah kondisi tersebut. “Skill warga yang dianya petani, itu tidak punya apa-apa, selain kemudian bertani dengan lahan yang sudah sangat sempit, mereka juga sama seperti bapak-bapak yang lain, punya keluarga dan punya anak, tapi masa depannya suram. Kenapa? Karena kerusakan-kerusakan alam yang hari ini tinggal menunggu waktu.”

Share: Tidak Puas, WALHI Bangun Gerakan Politik Berbasis Pelestarian Lingkungan Hidup