Mantan pacar, sosok yang sempat menjadi belahan hati seseorang. Ia adalah pilihan yang pada akhirnya ditinggalkan karena macam-macam alasan. Begitulah mantan, status hubungan yang sulit terlupakan apalagi dulunya sering berdampingan. Maka tak heran, mantan pacar punya beragam sifat unik nan menggemaskan.
Demikian pula dengan deretan mantan Presiden Republik Indonesia (RI). Gelar mereka yang dulunya menjadi orang nomor satu dalam sebuah negara yang luasnya 1,905 juta km2 itu tentu tak bisa hilang begitu saja dalam ingatan. Belum lagi, antara mantan presiden satu dengan yang lainnya tentu punya ikatan dan serta masa lalu yang saling berhubungan.
Lalu, apa saja kesamaan antara mantan pacar dan mantan Presiden RI?
Rasa dendam biasanya muncul ketika seseorang menaruh harapan yang begitu besar namun tak sesuai keinginan. Rasa kecewa sekaligus sakit hati bercampur aduk ketika orang yang dulunya dapat dipercaya namun ternyata selingkuh tanpa sepengetahuan.
Fenomena mantan pacar yang masih menyimpan dendam ini kadang mengerikan. Sebab, setelah putus biasanya hobi barunya adalah menjelek-jelekkan setiap ada kesempatan. Baik itu kepada teman di sekeliling atau bahkan sampai ke pihak keluarga. Mantan yang seperti ini biasanya sulit dilupakan tapi bukan karena kenangan indah, melainkan karena sifatnya yang terlalu menyebalkan
Nah, tipe seperti ini agak-agak mirip dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri yang dikenal memiliki hubungan tidak baik dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Rasa dendam yang tersimpan baik di hati Mega bukan lagi menjadi rahasia negara.
Hubungan antara Mega dengan SBY dulunya sempat ‘mesra’ di tahun 2001-2004. Kala itu Mega masih menjabat sebagai Presiden RI, sedangkan SBY masuk ke dalam barisan kabinetnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan. Jelang Pemilihan Presiden pada tahun 2004, hubungan baik itu retak.
Sayangnya keretakan itu tetap terjaga hingga sekarang. Hampir 15 tahun lamanya dendam Mega kepada SBY tak kunjung hilang. Penyebabnya kemungkinan besar adalah faktor pengkhianatan. Hal itu diungkapkan oleh politikus PDI-P Dwi Ria Latifa.
“Beliau [Mega] tanyakan langsung apakah Pak SBY akan maju? [jawabannya] ‘Oh saya akan mendukung Ibu sampai 2009, saya akan membela Bu Mega tetap jadi presiden sampai 2009’. Bohong semua. Itu yang Bu Mega kecewakan,” kata Latifa dalam acara Indonesia Lawyers Club, di tvOne, Selasa, 31 Juli 2018.
Rasa dendam yang dirasakan Mega cukup gamblang ia tunjukkan di depan publik. Seperti yang ia tunjukkan beberapa waktu lalu saat ikut berkampanye untuk pasangan calon kepala daerah DKI Jakarta. Pada acara yang diadakan di RUmha Lembang, Menteng, Jakart Pusat itu Megawati menyindir masa lalunya yang hanya bisa memimpin satu periode.
“Kenapa kita pilih orang baru dibanding orang lama yang memang sudah sukses? Kasih kesempatan dia (Ahok-Djarot) untuk bisa meneruskan programnya. Karena saya yang mengalami sendiri. Saya presiden yang setengah jalan. Dari wapres sampai presiden, saya 5 tahun,” kata Mega.
Nah, yang satu ini biasanya mantan yang waktu ditinggalin pas lagi masih sayang-sayangnya. Hobinya kerap minta untuk balikan. Karena memang jenis mantan pacar yang satu ini orang yang tak rela hubungannya putus, apalagi masa pacarannya udah berlangsung lama.
Kategori seperti ini cocok banget diibaratkan dengan SBY. Meski tugasnya memimpin Indonesia selama 10 tahun telah selesai, tapi ia sering kali terjebak nostalgia dan diberi label baper alias bawa perasaan. Maka tak jarang pula, masyarakat Indonesia harus menghadapi lontaran curhatannya, baik itu di media massa, maupun media sosial, seperti di akun Twitter kesayangannya.
Yang paling terbaru, saat kerumitan masalah koalisi antara pasangan calon presiden untuk Pilpres 2019. SBY sempat terlihat seakan ingin mendukung koalisi pasangan calon Jokowi-Ma’ruf, namun akhirnya berlabuh kepada Prabowo-Sandi. Sejak itu ia kembali melontarkan curhatannya. SBY bilang, hubungannya yang masih renggang dengan Mega menjadi penyebab gagalnya Partai Demokrat berkoalisi dengan Jokowi.
Menanggapi itu, politikus PDIP Masinton Pasaribu mengkritik curhat SBY. Menurutnya tidak pantas urusan koalisi Pilpres 2019 dikaitkan dengan hubungan perorangan.
“Menurut saya tidak pas mengaitkan masalah capres dengan hubungan antara SBY dan Mega. Kalau koalisi itu kepentingan bangsa skala besar bukan keluarga. Kalau SBY mengaitkan (hambatan membentuk koalisi) dengan Mega menurut SBY belum move on, terlalu baperan,” kata Masinton di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Juli 2018.
Di balik mantan yang gagal move on, pasti ada juga mantan yang berhasil move on. Dialah sosok yang tidak pernah baper kalau menghadapi masalah di masa lalu. Tak pernah mau mengungkit apa yang telah ia berikan ataupun yang sudah diperjuangkan. Meski begitu, mantan-mantan pacar yang berhasil move on ini tidak akan menutup tali silaturahmi, sebab ia sudah tak lagi menyimpan rasa.
Gambaran itu persis banget dengan sifat mantan Presiden RI ke-3 B.J. Habibie. Ia sama sekali tak terjebak drama politik kekinian. Tapi tetap menjaga silaturahmi dengan pemerintahan Indonesia, terutama Presiden Joko Widodo.
Setelah lengser dari jabatannya, Habibie tak lagi aktif di perpolitikan, tak masuk di partai manapun. Begitu juga dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 nanti. The Habibie Center, yayasan yang didirikan oleh Habibie bersama keluarga, pun mengklarifikasi bahwa Habibie tak terikat dengan dukungan kedua pasangan capres.
“Akhir2 ini beredar narasi di medsos berisi pernyataan BJ Habibie terkait dukungan trhdp salah 1 Capres 2019. The Habibie Center menegaskan bahwa pernyataan tersebut TIDAK BENAR. Habibie sebagai negarawan akan senantiasa mendukung upaya demokratisasi & pemenuhan HAM di Indonesia,” tulis The Habibie Center melalui akun Twitter resminya @habibiecenter, pada Senin, 24 September 2018.
Baik mantan terindah maupun mantan yang paling kejam, keduanya punya kesamaan yaitu sama-sama sulit dilupakan dan akan selalu dikenang. Jenis mantan yang seperti itu meski telah pergi dan tak akan kembali namun kisah-kisah yang sudah dibangun bersama akan abadi dalam ingatan.
Begitu pula dengan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, dan Presiden Abdurrahman Wahid. Ketiganya telah meninggal dunia, namun semua hal yang telah mereka lakukan masih terus dikenang menjadi sejarah yang tak terlupakan.