General

Sepak Terjang PBB dari Pemilu ke Pemilu Sejak Reformasi

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Partai Bulan Bintang (PBB) akhirnya resmi mendukung pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Keputusan tersebut diambil melalui rapat pleno beberapa hari lalu. Pernyataan dukungan itu disampaikan oleh Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.

“Keputusan memberikan dukungan politik kepada Jokowi-Ma’ruf Amin bukanlah keputusan pribadi Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra, tetapi keputusan mayoritas Rapat Pleno DPP PBB tanggal 19 Januari 2019,” kata Yusril dalam keterangannya, Minggu, 27 Januari 2019.

Pernyataan dukungan yang disampaikan Yusril tersebut sebagai bentuk respons dan jawaban terhadap puluhan caleg PBB yang sebelumnya mendeklarasikan diri mendukung pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Yusril menegaskan bahwa hasil rapat pleno 19 Januari lalu sudah dituangkan ke dalam surat keputusan DPP PBB dan berstatus sah serta demokratis.

“Rapat pleno menugaskan kepada Ketua Majelis Syuro MS Kaban, Ketua Umum DPP Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Mahkamah Partai Yasin Ardi untuk merumuskan kalimat-kalimat dukungan politis tersebut, yang hasilnya ditandatangani sebagai Keputusan Rapat Pleno yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum PBB Eddy Wahyudin selaku pimpinan rapat pleno,” ujarnya.

“Hasil rumusan yang dituangkan dalam Keputusan Rapat Pleno itu kemudian dituangkan lagi dalam Surat Keputusan DPP PBB yang ditandatangani oleh Ketum Yusril Ihza Mahendra dan Sekjen PBB Afriansyah Noor. Jadi proses pengambilan keputusan telah dilakukan secara demokratis dan sesuai dengan mekanisme partai sebagaimana diatur dalam AD dan ART PBB,” ucapnya.

PBB Hormati Kader yang Berbeda Pilihan

Meski begitu, Yusril mengatakan meski PBB memutuskan memberikan dukungan resmi kepada Jokowi-Ma’ruf, namun PBB tetap menghargai dan menghormati jika ada fungsionaris dan anggota partai yang berbeda pilihan dan dukungan, selain dari apa yang telah diputuskan. PBB juga meminta semua fungsionaris dan simpatisan partai menghormati perbedaan pendapat dalam partai, tidak boleh saling menyerang dan tetap menjaga ukhuwah islamiyah.

“Namun ekspresi dari pilihan dan dukungan itu dilakukan secara pribadi-pribadi dan tidak melibatkan institusi partai,” kata Yusril.

Terlebih mengenai caleg PBB yang sudah menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi, Yusril juga tak akan mempermasalahkannya. Bagi Yursil, sikap resmi partai ditentukan dalam rapat resmi partai. “Jumlah caleg PBB di DPR RI ada 497 orang. Sedangkan caleg PBB di seluruh provinsi dan kabupaten/kota ada sekitar 14.500 orang. Jadi caleg PBB seluruh Tanah Air ada sekitar 15.000 orang,” ujarnya.

“Dari 80 orang caleg yang kemarin menyebut diri mereka sebagai ‘caleg poros Mekah’ yang mendukung Prabowo-Sandi itu, adalah terdiri atas caleg DPR RI, caleg provinsi dan juga caleg kabupaten/kota dari berbagai daerah. DPP PBB mengetahui persis jumlah para caleg itu dan mempunyai data lengkap tentang mereka,” kata Yusril.

“Di Sumatera Utara misalnya, Dari 668 caleg yang ada, 23 orang deklarasi dukung Prabowo-Sandi. Di Sumbar dari 536 caleg yang ada, yang deklarasi 30 orang. Di DKI Jakarta ada 140 caleg, yang dukung Prabowo-Sandi ada sekitar 26 orang. Jadi mayoritas caleg ikut keputusan DPP PBB,” ucapnya.

Kiprah PBB di Pemilu 2004 dan 2009

Terkait sikap dan dukungan PBB di pemilu, partai berlambang bulan dan bintang itu memiliki perjalanan yang cukup terjal dari pemilu ke pemilu. Dimulai dari Pemilu 2004, di mana PBB memberikan dukungannya terhadap salah satu capres-cawapres yang akhirnya menang.

Pemilu 2004 sendiri merupakan pemilu pertama yang diselenggarakan secara langsung dan dipilih oleh masyarakat Indonesia. Pada pemilu ini, PBB sejak awal konsisten mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). Dukungan diberikan PBB sejak putaran pertama, bersama dua partai lainnya yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Masuk ke putaran kedua, dukungan partai untuk pasangan SBY-JK pun kian menggemuk. Selain PBB, PKPI, dan Partai Demokrat, tiga partai lain juga masuk memberikan dukungan yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sedangkan di Pemilu 2009, PBB kembali menjadi partai politik pendukung pasangan SBY-Boediono. PBB kala itu masuk dalam partai politik pendukung bersama 17 partai lainnya. Sementara partai pengusung SBY-Boediono adalah Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB.

Langkah Terjal PBB di Pemilu 2014 dan 2019

Sementara pada Pemilu 2019 ini, PBB akhirnya memang menyatakan dukungannya terhadap pasangan Jokowi-Ma’ruf. Namun, jauh sebelum dukungan itu muncul, PBB harus melalui jalan terjal lebih dulu. Bahkan, PBB nyaris saja tak bisa ikut Pemilu 2019 lantaran sempat tak lolos.

PBB sempat dinyatakan KPU tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2019. Namun, PBB akhirnya mampu memenangkan gugatan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga akhirnya berhasil jadi peserta pemilu.

Di Pemilu 2019 ini, PBB dinilai KPU tak mampu memenuhi batas minimal 75 persen syarat memiliki kepengurusan dan keanggotaan di kabupaten/kota yang ada di 24 provinsi seluruh Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam kaitannya dengan syarat itu, PBB dinilai tidak berhasil memenuhi batas minimal. KPU menilai PBB gagal memenuhi syarat soal kepengurusan dan keanggotaan terutama di Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat.

Dari sekian banyak partai yang mendaftarkan diri, PBB menjadi salah satu partai peserta Pemilu 2014 yang gagal. Sebaliknya, justru ada empat partai baru yang lolos sebagai peserta Pemilu, yakni PSI, Partai Garuda, Perindro, dan Partai Berkarya.

Sebenarnya, situasi yang dialami oleh PBB itu bukanlah sebuah hal baru, bahkan pada Pemilu 2014 lalu, PBB juga harus berjuang keras untuk menjadi peserta pemilu. Kala itu, untuk menjadi peserta Pemilu 2014, PBB harus melewati jalan terjal dengan menghadapi sidang gugatan di PTUN. Meski akhirnya PBB disahkan juga menjadi partai peserta pemilu.

Pada Pemilu 2014, KPU menyatakan 24 dari 34 partai tak lolos menjadi peserta Pemilu. Satu partai di antaranya adalah PBB. Saat itu, PBB juga tersandung masalah syarat kepengurusan dan keanggotaan minimal 75 persen di kabupaten/kota setiap provinsi. PBB dinilai tak memenuhi syarat minimal keanggotaan dan kepengurusan di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Bali.

Terkait dengan gagalnya keikutsertaan di Pemilu 2014 tersebut, PBB akhirnya memutuskan untuk melayangkan gugatan terhadap KPU ke Bawaslu. Namun, dalam sidang ajudikasi yang digelar, Bawaslu justru menolak gugatan yang dilayangkan oleh PBB. Mesi begitu, PBB tak menyerah dan mengajukan gugatan ke PTTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara).

Dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis, 7 Maret 2013 lalu itu, PTTUN memenangkan seluruh gugatan yang diajukan oleh PBB, serta merekomendasikan agar KPU menetapkan PBB sebagai peserta Pemilu 2014. PBB akhirnya ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 oleh KPU pada Senin, 17 Januari 2014.

Dalam pertimbangannya, KPU mengaku bahwa jika pihaknya meneruskan perkara tersebut ke tingkas kasasi, maka akan membutuhkan waktu yang terlalu lama. Untuk itu, PBB pun dinyatakan lolos dengan nomor urut 14.

Sayangnya, berdasarkan hasil perolehan suara yang disahkan KPU pada 9 Mei 2014, PBB tak memenuhi ambang batas parlemen 3,5 persen, sehingga tak mendapatkan jatah kursi di parlemen. Saat itu, PBB memperoleh 1.825.750 (1,46 persen) suara. Tak hanya itu saja, di pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014 dan pemerintahan Jokowi-JK 2014-2019, tak ada satu pun kader PBB yang masuk dalam kabinet sebagai menteri.

Share: Sepak Terjang PBB dari Pemilu ke Pemilu Sejak Reformasi