Isu Terkini

Sederet Pasal di RKUHP Ini Bisa Bikin Wartawan di Penjara

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Guys, kalian pasti ngikutin isu soal pembahasan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) kan? Sejauh ini, RKUHP mengundang banyak kontroversi lantaran dianggap mengancam kebebasan masyarakat dan pers.

Saat ini, RKUHP memang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Namun, keberadaan RKUHP itu sendiri justru meresahkan masyarakat, terutama awak media yang bekerja menyampaikan informasi lewat berita. Apa ancaman-ancaman yang dihadirkan RKUHP terhadap pekerja pers?

Sebelum lebih jauh menyingkap beberapa pasal di RKUHP yang dianggap bisa mengancam kebebasan pers dan bahkan bisa membuat wartawan dipenjara, mari kita berkenalan dulu dengan istilah RKUHP. Yuk simak penjelasannya di bawah.

Apa itu RKUHP?

Kata RKUHP emang cukup menghebohkan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Singkatan dari Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini dibuat untuk mengatur perbuatan-perbuatan pidana atau apa saja yang dianggap sebagai perbuatan jahat dan mengatur berat ringannya hukuman tersebut.

Sayangnya, meski RKUHP mengatur jenis hukuman berdasarkan tindak pidana yang dilakukan seseorang atau masyarakat, namun banyak isi dari pasal-pasal di RKUHP yang maknanya justru mengancam kebebasan masyarakat dan pers.

Contoh pasal yang kontroversial

Misalnya saja kita lihat keberadaan Pasal 285 RKUHP. Pasal ini banyak dikritik karena isinya mengandung arti yang sempit. Mari kita simak dulu isi pasal tersebut.

Seperti ini bunyi pasal tersebut: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Arti dari pasal ini dianggap sempit lantaran perkosaan masih dianggap terjadi pada pasangan yang bukan suami istri saja. Ya, padahal dalam banyak kasus ada beberapa perkosaan yang juga terjadi pada pasangan yang justru sah sebagai suami istri.

Tak hanya itu aja nih guys, dalam pasal itu, pemerkosaan juga diartikan hanya untuk perempuan, padahal ada juga pria yang mengalami pemerkosaan. Sempitnya pemaknaan arti perkosaan itulah yang dianggap bakal menciptakan celah hukum yang justru bisa menguntungkan pelaku.

Kerja jurnalis terancam

Nah, enggak cuma masyarakat aja nih guys yang terancam dengan keberadaan RKUHP jika sampai disahkan DPR, tapi juga para jurnalis. Berdasarkan RKUHP itu, ada potensi pemidanaan bagi penulis berita, terutama dalam pasal terkait berita bohong, contempt of court, dan pembukaan rahasia.

Tentu ini menjadi masalah serius. Ya gimana gak serius guys, seperti kita tau, temen-temen jurnalis sendiri tentu tengah sama-sama berjuang melawan hoax, informasi yang tidak akurat, dan informasi propaganda. Lalu, gimana kalau si penyebar informasi malah dipenjara?

Padahal, seperti kita tau, bahwa orang yang menyebarkan informasi tidak perlu dipidanakan. Kalaupun nanti orang tersebut terbukti menyiarkan berita bohong, maka sudah ada mekanisme di UU Pers yang mengatur hal itu.

Pasal-pasal RKUHP yang mengancam kebebasan pers

Setidaknya ada beberapa pasal di dalam RKUHP yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers. Apa aja itu? Yuk disimak lagi penjelasan di bawah ini.

1. Tentang berita bohong

Pasal 309 ayat (1) dalam draf RKUHP per 10 Januari, mengatur tentang pemidanaan terhadap pelaku yang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang mengakibatkan keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat. Termasuk apabila hal tersebut patut diduga bohong.

Sedangkan Pasal 310, mengatur tentang pemidanaan pelaku yang menyiarkan berita tidak pasti, berlebihan atau tidak lengkap juga dibatasi, termasuk apabila hal tersebut patut diduga dapat menimbulkan keonaran dalam masyarakat.

Berdasarkan pernyataan Direktur LBH Pers, Nawawi Bahrudin seperti dilansir Kompas.com, Rabu 14 Februari, pasal itu tentu merugikan kerja jurnalistik dalam penulisan berita.

Pertama, tidak ada seorangpun yang dapat memastikan konsistensi pernyataan narasumber. Dalam kerja jurnalistik, seringkali ditemukan narasumber yang berubah-ubah pernyataannya. Tentu dalam konteks ini, wartawan sangat rentan terjerat pasal ini.

“Pasal ini dapat menyebabkan si jurnalis yang memberitakan pernyataan dari narasumber A dinilai menyiarkan berita bohong,” ujar Nawawi Bahrudin dalam diskusi di Kantor LBH Pers, Jakarta, Selasa 13 Februari.

Kedua, pasal itu jelas bertabrakan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sebab, dalam UU Pers, sengketa pemberitaan tak dapat langsung dipidanakan, melainkan harus melalui mekanisme kajian oleh lembaga kode etik profesi wartawan yakni Dewan Pers.

2. Tentang penerbitan dan percetakan

Pasal 771 mengatur tentang pembatasan seseorang dalam menerbitkan hal yang sifatnya dapat dipidana karena disuruh oleh orang yang tidak diketahui, atau karena disuruh oleh orang yang diketahui atau patut diduga bahwa orang tersebut tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.

Sementara Pasal 772, mengatur pembatasan seseorang untuk mencetak tulisan atau gambar atas ketentuan suruhan orang yang sama dengan pasal sebelumnya.

Pasal 773 menjelaskan bahwa pasal 771 dan 772 tergantung dari sifat tulisan atau gambar yang diterbitkan atau dicetak. Lalu, apabila tulisan dan gambar itu dikategorikan delik aduan, maka penerbit dan pencetak dapat dituntut berdasarkan aduan.

Namun apabila tulisan dan gambar dikategorikan sebagai delik umum, maka penerbit dan pencetak dapat dituntut tanpa perlu ada aduan.

3. Terkait penghinaan terhadap lembaga peradilan

Pasal 306 huruf (d), mengenai contempt of court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan, tertulis: “mempublikasikan atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.”

4. Terkait pembukaan rahasia

Pasal terkait “pembukaan rahasia”, yang dimuat di dua pasal. Pertama pasal 494 ayat 1, berbunyi: “setiap orang yang membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau profesinya, baik rahasia yang sekarang maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III”.

Pasal 495 ayat 1: “setiap orang yang memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan tempatnya bekerja atau pernah bekerja yang harus dirahasiakannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III.”

Share: Sederet Pasal di RKUHP Ini Bisa Bikin Wartawan di Penjara