Sains

Sampah di Luar Angkasa, Gimana Cara Mengatasinya?

Jeri Santoso — Asumsi.co

featured image
earthsky.org

Ketika hendak memasuki orbit pada Jumat (23/4) lalu, empat astronot SpaceX, yang berada di kapsul Crew Dragon milik taipan Elon Musk, diperingatkan tentang adanya potensi tabrakan dengan benda yang diyakini sebagai sampah antariksa. Bersamaan dengan peringatan itu, mereka diperintahkan untuk menghindar.

Namun, tak beberapa lama, potensi tabrakan dengan sampah antariksa ini diklaim sebagai peringatan palsu. Juru Bicara Komando Luar Angkasa AS, Kolonel Erin Dick mengatakan bahwa pada saat itu diyakini sebuah benda akan mendekati kapsul SpaceX yang baru diluncurkan untuk membawa awak ke Stasiun Luar Angkasa Internasional.

“Namun, kami segera menyadari bahwa ini adalah kesalahan pelaporan, dan bahwa tidak pernah ada ancaman tabrakan karena tidak ada objek yang berisiko bertabrakan dengan kapsul,” ujar Erin sebagaimana dilansir dari Daily Mail

Baca juga: Elon Musk: Akan Banyak yang Mati di Mars, Ini Sederet Risikonya! | Asumsi

Erin enggan berkomentar lebih banyak. Ia mengaku sedang mendalami peringatan palsu tersebut, dan informasi tambahan akan diumumkan akhir pekan ini.

Bagaimana pun juga, dalam situasi seperti itu, astronot biasanya mendapat banyak pemberitahuan sebelumnya tentang potensi tabrakan dekat, agar mereka punya cukup waktu, bahkan lebih, untuk menghindar. Dan situasi pada hari Jumat itu muncul dengan begitu cepat. Para astronot hampir tidak mendapat setengah jam untuk bersiap. 

Skuadron Kontrol Antariksa ke-18, dari Komando Antariksa AS, memberi tahu NASA sekitar 45 menit sebelum kemungkinan konjungsi atau benturan, menurut petugas di Johnson Space Center di Houston. SpaceX dan NASA lalu memberi tahu para astronot 15 menit kemudian, seraya mendesak mereka untuk segera mengenakan setelan dan menurunkan pelindung helm. Saat itu, tidak ada cukup waktu untuk mengubah jalur kapsul. Drama ini ditayangkan langsung di NASA TV. 

“Tentu saja, kami selalu senang mendengar bahwa tidak pernah ada ancaman, tetapi kami juga senang prosedurnya ada dan kru akan siap jika ancaman itu nyata,” kata juru bicara NASA Kelly Humphries. 

Setelah drama peringatan palsu itu, kapsul Crew Dragon dan kru akhirnya berhasil mendarat di stasiun luar angkasa pada hari Sabtu. Keempat astronot yang baru datang ini akan menggantikan para astronot yang telah lebih dulu bertugas di sana. Para pendatang baru ini kemudian akan menghabiskan waktu selama enam bulan untuk mengerjakan misi antariksa yang diinisiasi oleh NASA bersama SpaceX.

Sampah satelit dan roket mati

Meski potensi tabrakan dengan sampah antariksa itu dinyatakan peringatan palsu, namun bukan berarti sampah antariksa itu sendiri tak ada. Skuadron Kontrol Luar Angkasa 18, yang berbasis di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg California, AS, setidaknya melacak lebih dari 32.000 objek di orbit. Sebagian besar adalah satelit dan bagian roket yang sudah mati.

Beberapa sampah antariksa itu berukuran sekecil 4 inci (10 diameter). Meski demikian, bukan berarti dampaknya bisa disepelekan. Di luar angkasa, bahkan sesuatu yang kecil dapat menyebabkan kerusakan besar pada pesawat ruang angkasa yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi.

Sampah antariksa – dikenal juga dengan istilah space junk atau space debris – adalah setiap bagian dari mesin atau puing-puing yang ditinggalkan oleh manusia di luar angkasa. Ini bisa merujuk pada objek besar, seperti satelit mati yang gagal atau tertinggal di orbit pada akhir misi mereka. Ini juga bisa merujuk pada hal-hal yang lebih kecil, seperti serpihan puing atau noda cat yang jatuh dari roket. 

Baca juga: Menangkan Kontrak NASA, Elon Musk Siap Bantu Manusia ke Bulan | Asumsi

Seperti dilaporkan Natural History Museum, semua sampah antariksa adalah hasil peluncuran objek dari Bumi, yang tertinggal di orbit hingga masuk kembali ke atmosfer. Beberapa objek di orbit yang lebih rendah beberapa ratus kilometer, dapat kembali dengan cepat. Mereka sering masuk kembali ke atmosfer setelah beberapa tahun dan, sebagian besar, mereka akan terbakar – sehingga tidak mencapai tanah. Tetapi puing-puing atau satelit yang tertinggal di ketinggian yang lebih tinggi, yaitu 36.000 kilometer – tempat dimana satelit komunikasi dan cuaca sering ditempatkan di orbit geostasioner – dapat terus mengelilingi Bumi selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. 

Sementara itu, beberapa sampah luar angkasa bisa berasal dari tabrakan atau uji anti-satelit di orbit. Saat dua satelit bertabrakan, mereka dapat menabrak ribuan bagian baru, menciptakan banyak puing baru. Ini jarang terjadi, tetapi beberapa negara termasuk AS, China, dan India telah menggunakan rudal untuk berlatih meledakkan satelit mereka sendiri. Ini menciptakan ribuan potongan baru dari puing-puing berbahaya. 

Saat ini, sampah antariksa diklaim tidak menimbulkan risiko besar bagi upaya eksplorasi antariksa. Namun bahaya besar bisa timbul bagi satelit lain yang berada di orbit. Satelit-satelit ini harus menyingkir dari semua sampah antariksa supaya tidak tertabrak dan berpotensi rusak atau hancur. 

Secara total, di semua satelit, ratusan manuver untuk menghindari tabrakan dilakukan setiap tahun, termasuk oleh Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), tempat tinggal para astronot.

Namun, di tengah upaya tersebut, beberapa perusahaan sedang merencanakan grup satelit baru yang sangat besar, yang disebut mega konstelasi. Grup satelit ini berfungsi untuk mengirim sinyal internet ke Bumi. Perusahaan-perusahaan, seperti SpaceX dan Amazon, misalnya, berencana meluncurkan ribuan satelit untuk mencapai jangkauan internet satelit global. Jika berhasil, mungkin ada 50.000 satelit tambahan di orbit. Ini juga berarti lebih banyak manuver penghindaran tabrakan yang perlu dilakukan. 

PBB pernah meminta semua perusahaan menghapus satelit mereka dari orbit dalam 25 tahun setelah akhir misi mereka. Ini sulit untuk diterapkan, karena satelit dapat (dan sering kali) gagal. Untuk mengatasi masalah ini, “perusahaan-perusahaan antariksa” dikabarkan telah menemukan beberapa cara, seperti memindahkan satelit mati dari orbit dan menyeretnya kembali ke atmosfer, tempat mereka akan terbakar. Proses pemindahan itu dilakukan dengan menggunakan semacam tombak (harpoon) untuk mengambil satelit, menangkapnya di jaring besar, kemudian menggunakan magnet untuk merekatkannya, atau bahkan menembakkan laser untuk memanaskan satelit, meningkatkan tarikan atmosfernya sehingga jatuh dari orbit.

Share: Sampah di Luar Angkasa, Gimana Cara Mengatasinya?