Budaya Pop

Sama-Sama Tahu Lebih Banyak tentang Hak Cipta

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Awkarin atau Karin Novilda kerap mempublikasikan gambar-gambar karya orang lain di Instagram-nya tanpa meminta izin dan mencantumkan kredit. Nadiyah Rizki (@nadiyahrs), seorang ilustrator, menuntutnya meminta maaf atas dasar solidaritas terhadap sesama seniman. Namun, Awkarin menganggap itu sebuah serangan. “Mbak Nadiya @nadiyahrs ini mengucapkannya seakan-akan baru terjadi kemarin, menggiring opini publik,” kata Awkarin di akun Twitter-nya.

Akun Instagram Awkarin masih melakukan hal tersebut hingga 2018—terlepas dari klaim Awkarin yang menyatakan bahwa ia telah berhenti melakukannya sejak 2016.

Terlepas dari kisruh tersebut, pelanggaran hak cipta pekerja seni memang telah banyak memakan korban, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

“Problem yang dialami @nadiyahrs sebenarnya banyak dialami oleh pekerja kreatif lainnya. Tapi setiap problem yang menyangkut hak pekerja kreatif bukan hanya jadi problem dia seorang, tapi problem pekerja kreatif lainnya,” kata akun Twitter SINDIKASI (@SINDIKASI_), serikat pekerja industri media dan kreatif.

Karya seni seseorang yang telah dipublikasikan ke internet memang seringkali dicomot oleh orang lain tanpa sepengetahuan si pembuat. Permasalahan lebih serius terjadi ketika pihak yang mencomot melakukannya untuk kepentingan komersial.

Miley Cyrus, misalnya, pernah menjiplak desain sebuah kue bertuliskan “Abortion is Healthcare” karya seniman Becca Rea-Holloway. Ia mem-posting foto kue tersebut di Instagram dalam rangka kolaborasi bersama Marc Jacobs dan Planned Parenthood. Bukan hanya didesak untuk memberikan kredit ke pembuatnya, Miley Cyrus juga didesak untuk membayar lisensi karya seni yang telah ia gunakan tersebut.

Pada 2016, perusahaan retail Zara juga pernah dituntut puluhan seniman karena melakukan plagiarisme. Pakaian-pakaian yang mereka jual punya desain yang hampir identik dengan desain pin dan enamel seniman independen. Pihak Zara menyanggah tuntutan tersebut dengan mengklaim bahwa sang seniman independen tak dikenal cukup dikenal banyak orang—sehingga tuntutan mereka tak berarti apa-apa.

Tak hanya perusahaan atau figur terkenal, banyak orang yang secara tak sadar telah mencomot karya orang lain untuk dipublikasikan ulang di media sosial mereka—baik untuk penggunaan pribadi maupun komersial. Secara tak sadar, banyak orang yang telah melanggar hak cipta atas sebuah karya dengan menjual case pelindung ponsel berdesain karya orang lain atau sekadar menjadikannya wallpaper ponsel, misalnya. Stasiun televisi pun sempat sering mengangkat video dari Youtube tanpa seizin dan tanpa memberikan kredit ke pemilik video.

Tak bisa dimungkiri bahwa kesadaran akan hak cipta masih rendah di Indonesia. Rendahnya kesadaran ini tak mengurangi kerugian yang mesti ditanggung oleh sang pembuat karya.

Undang-undang Hak Cipta

Indonesia telah mengatur hak cipta dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal 40 undang-undang tersebut mengatur tentang jenis-jenis ciptaan yang dilindungi, yaitu termasuk karya tulis, ceramah, lagu, drama, karya seni rupa, seni terapan, karya arsitektur, fotografi, karya sinematografi, dan lain-lain.

Menurut undang-undang tersebut, hak cipta terbagi menjadi hak moral dan ekonomi. Hak moral adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan nama pada karyanya, mengubah ciptaannya, hingga mempertahankan haknya.

Hak moral sebuah karya otomatis dimiliki oleh si penciptanya setelah karya dibuat. Pasal 5 undang-undang tersebut mengatakan bahwa hak moral tak dapat dialihkan selama si pencipta masih hidup, kecuali dengan wasiat atau sebab lain.

Sementara itu, hak ekonomi adalah hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas karyanya. Hak ekonomi sebuah karya dapat dialihkan dengan persetujuan dari si pembuat karya.

Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebuah karya wajib untuk mendapatkan izin si pembuat karya. Jika tidak mendapatkan izin, seseorang dilarang untuk menggandakan dan/atau menggunakan ciptaan tersebut secara komersial.

Pengambilalihan hak ekonomi sebuah karya itu pun tidak berlaku seumur hidup, tetapi bergantung dari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak. Itu pun tak boleh lebih dari 25 sampai 50 tahun—bergantung dari jenis karyanya.

Dengan memberikan hak ekonomi kepada pihak lain, si pembuat karya telah memberikan lisensi karyanya ke pihak tersebut. Sang penerima lisensi wajib memberikan royalti kepada si pembuat karya selama jangka waktu lisensi. Pasal 82 ayat (3) melarang perjanjian lisensi dimanfaatkan untuk menghilangkan atau mengambil alih seluruh hak pencipta atas karyanya.

Dalam kasus Awkarin, Miley Cyrus, Zara, dan kasus-kasus pelanggaran hak cipta lain, si pengambil karya tanpa izin dapat digugat dan dituntut untuk mengganti rugi—walaupun mereka telah meminta maaf, menghapus karya tersebut dari media sosial mereka, atau mengklaim mereka tidak sadar telah melakukan pelanggaran.

Para pembuat karya dapat mengajukan gugatan dan membawa kasus ke pengadilan. Seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran hak ekonomi dapat dipenjara hingga 10 tahun dan didenda hingga empat miliar rupiah, tergantung kasus dan jenis pelanggaran.

Pembuat karya juga dapat meminta si tergugat menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari publikasi karya, meminta publikasi tersebut dihapus, hingga menyita alat yang digunakan untuk menggandakan karya.

Peraturan Hak Cipta di Media Sosial

Instagram punya peraturan yang cukup ketat terkait hak cipta. Sebagai platform yang sering digunakan untuk mempublikasikan foto, lukisan, video, atau karya seni lainnya, mudah bagi seseorang untuk mempublikasi ulang (repost) karya orang lain di akunnya sendiri.

Karya-karya yang dilindungi di Instagram meliputi karya visual (video, film, lukisan, fotografi), suara (lagu, rekaman suara), dan tulisan (buku, drama, naskah, artikel, partitur). Hak cipta atas karya tersebut dimiliki sejak si pembuat telah menyelesaikan karyanya.

Pelanggaran hak cipta terjadi ketika seseorang menyalin atau menyebarkan karya si pembuat tanpa izin. Si pembuat mempunyai hak untuk memberi atau tidak memberi izin seseorang untuk menyebarkan karyanya.

Jika pengguna Instagram hendak mempublikasikan konten orang lain, pihak Instagram menyarankan agar si pengguna memastikan telah memiliki lisensi atas karya tersebut, mendapatkan izin si pembuat terlebih dahulu, atau menggunakan konten tersebut secara wajar.

Menurut Instagram, penggunaan wajar dapat diartikan sebagai penggunaan untuk tujuan pendidikan dan nirlaba, menggunakan sebagian kecil karya, dan tidak membuat karya asli kehilangan pendapatan dan audience. Namun, untuk memastikan penggunaan tersebut masih dalam tahap wajar, pihak Instagram juga menyarankan agar si pengguna mengkonsultasikannya dengan penasihat hukum terlebih dahulu.

Instagram juga menekankan bahwa akun Instagram yang mengambil konten orang lain secara tidak sengaja tetap telah melakukan pelanggaran. Pelanggaran pun tetap terjadi meskipun pihak tersebut telah memberikan kredit pada si pemilik, memberikan pernyataan bahwa ia tak bermaksud melanggar hak cipta, mengklaim bahwa yang dilakukan masih dalam taraf wajar, tidak bermaksud mendapatkan keuntungan, telah memodifikasi karya, atau melihat bahwa orang lain telah mempublikasikan konten yang sama.

Selain Instagram, platform-platform lain seperti Youtube dan Pinterest juga telah punya peraturan terkait hak cipta. Youtube menegaskan bahwa seseorang hanya boleh mempublikasikan karya yang mereka buat sendiri atau telah mendapatkan wewenang dari si pemilik hak cipta untuk mempublikasikannya ke Youtube.

Jika melanggar hal tersebut, Youtube akan menghapus konten yang melanggar dan memberikan surat peringatan. Jika seseorang telah menerima surat peringatan sebanyak tiga kali, akun Youtube orang tersebut akan dimatikan. Selain itu, penghasilan dari konten yang memuat karya orang lain juga dapat dialihkan ke akun si pembuat karya oleh Youtube.

Pinterest pun berupaya melindungi hak pencipta konten dengan menyiapkan formulir pengaduan yang bisa diisi oleh korban pelanggaran hak cipta. Pihak yang terbukti melanggar akan mendapatkan peringatan. Jika sebuah akun menerima terlalu banyak komplain hak cipta, Pinterest dapat mencabut kemampuan akun tersebut untuk menyimpan pin—bahkan menonaktifkan akun.

Di Indonesia, kesadaran akan hak cipta memang belum merata. Jika ada manfaat yang dapat diambil dari kasus Awkarin dan Nadiyah, itu adalah meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya menghargai hasil karya seseorang.

Selain itu, penting pula untuk saling mendukung dan menjaga hak sesama pekerja kreatif—sebagaimana yang dituturkan SINDIKASI di akun Twitter-nya, “kita sesama pekerja kreatif tentu harus saling mendukung dan bersolidaritas atas hak-hak pekerja. Solidaritas adalah modal sosial kita para pekerja.”

Share: Sama-Sama Tahu Lebih Banyak tentang Hak Cipta