Budaya Pop

Haruskah Negara Buat RUU Musik?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Ranah musik Indonesia sedang jadi bahan perbincangan banyak pihak. Bukan, bukan karena ada satu artis, album, atau lagu yang tiba-tiba nge-hits di tingkat internasional. Sayangnya, dunia musik Indonesia sedang ramai karena merasa terancam oleh sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU). Musisi Indonesia sedang memperbincangkan sebuah rancangan peraturan bernama RUU Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI. Mereka menilai bahwa RUU Permusikan mengandung pasal yang bersifat “karet”. Maksud karet di sini adalah dapat diinterpretasi dengan begitu banyak makna.

Memang tidak semua RUU Permusikan dianggap mengandung pasal karet. Baskara Putra, seorang musisi dari band Feast, baru saja mengunggah sebuah foto di akun Twitternya (@wordfangs) yang berisikan ajakan untuk melawan beberapa pasal dalam RUU Permusikan ini. Ia mengajak untuk masyarakat melawan pasal 5, 32-35, 50, dan 51.

pic.twitter.com/fgYAR7j7fU— Baskara Putra / Hindia (@wordfangs) January 30, 2019

Meski Berpolemik, Vira Talisa Sambut Positif RUU Permusikan

Meskipun masih ada masalah-masalah di dalamnya, musisi Vira Talisa merasa ada hal positif yang dapat diambil dari RUU Permusikan ini. “Sebenarnya diatur lagi tata kelola dan pajak yang belum jelas sekarang. Misalnya aku independen, aku enggak bisa pakai PT, bingung juga soal pajak, lapornya ke mana,” ujar Vira ketika ditemui media di Gedung Nusantara III DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (28/1). Ia pun melanjutkan kalau RUU Permusikan ini dapat mengatur penggunaan musik digital. “mengenai digital dan penggunaan musik yang tadi Mas Tompi sebutkan sebagai aset, kalau itu berjalan akan sangat baik.”

Meski menyambut positif, Vira Talisa tidak menampik akan pasal karet yang mungkin dapat merugikan musisi. Ia menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan seperti pasal SARA yang dapat dikait-kaitkan. “Pastinya kalau ada pegangan hukum yang kuat bisa positif, tapi ada juga poin-poin yang bisa kemungkinan besar merugikan kita. Misalnya tadi ada pasal tentang tidak boleh ngomongin SARA dalam lagu, itu kan luas, bisa kait-kaitan. Meskipun laguku enggak ngomongin itu, tapi bisa dikait-kaitkan,” tutur Vira.

Penting Enggak sih, Negara Ikut Ngatur Musik?

Bicara soal polemik RUU Permusikan ini, penting buat kita mampu membedakan musik sebagai sebuah industri dan sebuah karya. Sebagai sebuah industri, RUU Permusikan ini penting untuk ada. Seperti apa yang Vira Talisa ucapkan, RUU Permusikan dapat mengatur industri musik yang semakin berkembang. Apalagi, industri musik indie yang belakangan ini sedang menjadi primadona di kalangan anak muda. Dengan adanya aturan yang jelas, musik yang berkembang ini akan jauh lebih terjaga dan berkelanjutan perkembangannya.

Meski begitu, saya merasa kalau RUU Permusikan tidak seharusnya mengatur isi dari karya. Biarkan sebuah karya menjadi wadah para seniman mengekspresikan secara sempurna ide-ide liar mereka. Toh, masyarakat sudah punya norma sosial yang berlaku. Norma-norma sosial ini seharusnya mampu menjadi batasan-batasan mengenai seni apa yang layak dikonsumsi dan tidak. Biarkan masyarakat, atau dalam konteks ekonomi disebut pasar, menemukan titik equlibrium ‘kelayakannya’ sendiri.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Haruskah Negara Buat RUU Musik?