Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah salah satu bentuk usaha pemerintah Indonesia dalam memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial untuk rakyatnya. Badan ini sendiri memiliki dua layanan terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Namun belakangan, BPJS kerap diterpa masalah, mulai dari hutang yang mencapai trilunan Rupiah, hingga kini disinyalir akan putus hubungan dengan rumah sakit (RS).
Masyarakat yang biasanya mengandalkan hak BPJS mereka terancam tak dapat mendapatkan layanan secara maksimal. Kepala Bidang Advokasi lembaga swadaya masyarakat (SDM) BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan putusnya hubungan tersebut disebabkan karena pihak RS yang tidak mengurus akreditasin dan kredensialing. Dua hal itu adalah syarat mutlak untuk kerja sama antara BPJS dan rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015.
Untuk memenuhi syarat kredensialing, rumah sakit harus memiliki Surat Izin Operasional, Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit, Surat Izin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik, NPWP badan, perjanjian kerja sama dengan jejaring (jika diperlukan), sertifikat akreditasi dan surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN.
Akibatnya, BPJS mengakhiri kerja sama dengan 65 RS swasta di berbagai daerah terhitung mulai 1 Januari 2019 kemarin. Meski pemutusan tersebut disebabkan oleh RS itu sendiri, namun Timboel mengatakan langkah BPJS dapat berdampak buruk pada pelayanan masyarakat yang diterima masyarakat. “Kalau saya sih menghitung secara kasar satu jutaan pasien bisa (terdampak) satu tahun,” ujar Timboel dikutip dari BBC.com pada Senin, 7 Januari 2019.
BPJS Kembali Perpanjang Kerja Sama RS
Pemutusan hubungan kerja sama antara BPJS dan beberap RS memang akan berdampak pada pasien, dan hal itu tentunya membuat sebagian masyarakat resah. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kerja sama dengan RS meskipun belum terakreditasi. Keputusan rujuk itu ditetapkan pada Senin, 7 Januari 2019.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek pun sudah mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan kontrak kerja sama bagi rumah sakit untuk tetap melanjutkan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Surat rekomendasi itu diberikan setelah pihak rumah sakit memberikan komitmen untuk melakukan akreditasi hingga 30 Juni 2019 mendatang.
“Kementerian Kesehatan memberi kesempatan kepada Rumah Sakit yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Nila pada media di kantornya, Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.
Pemerintah Tegaskan Peserta BPJS Kesehatan Tetap Dapat Layanan di RS
Kabar putusnya kerja sama antara BPJS dengan puluhan RS sudah terlanjur tersebar. Salah satu rumah sakit yang sempat putus kontrak dengan BPJS adalah RS Ibu Anak Permata Pertiwi, Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Lisa Atna Aprillia, staf rumah sakit yang bertugas mengurus layanan BPJS bahkan mengaku pihaknya sudah tidak melayani pasien BPJS Kesehatan.
Lisa sendiri mengaku, tempatnya bekerja itu belum terakreditasi karena tidak memiliki fasilitas yang memadai. RS yang baru tahun 2016 itu baru memiliki laboratorium dan belum memiliki ruang rontgen. “Selain itu yang pertama dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) juga mesti dilengkapi. Kita juga masih belum lengkap, masih belum sesuai untuk kamar, bed, SDM, pokoknya keperluan rumah sakit aja sih,” kata Lisa.
Oleh sebab itu, Lisa mengatakan pihak rumah sakit meminta pasien BPJS Kesehatan, yang jumlahnya sekitar 130 orang per bulan, untuk berobat di fasilitas kesehatan lain.
Namun, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menegaskan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tetap mendapatkan layanan, meski rumah sakit terkait sedang dalam proses akreditasi. “Tidak ada rumah sakit yang putus kerja samanya dengan BPJS, rumah sakit tetap melayani masyarakat peserta JKN,” kata Menteri Nila dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.1.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan hingga Desember 2018 sebanyak 2217 rumah sakit. Sedangkan yang sudah terakreditasi yaitu sebanyak 1759 rumah sakit. Per Januari 2019, ada dua rumah sakit yang tidak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena tidak memenuhi persyaratan kredensial seperti habisnya masa izin operasional.
Menteri Kesehatan pun kembali menekankan, apabila ada masyarakat peserta JKN-KIS yang sedang dirawat di dua rumah sakit tersebut, maka pasien tetap mendapatkan pelayanan kesehatan. Tentunya dengan cara dipindahkan ke rumah sakit lain yang masih bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.