Isu Terkini

Rangkap Jabatan di Jajaran Komisaris BRI, Rektor UI Dinilai Korbankan Tanggung Jawab Akademisi

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Twitter/@AksiLangsung

Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro, tengah ramai menjadi perbincangan publik. Sebab, dirinya diketahui merangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama/independen di Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang notabene merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Akun Twitter @AksiLangsung bikin ramai di jagad maya soal ini. Menurutnya, sang rektor yang merangkap jabatan di BUMN itu, bukan cuma dinilai tidak etis, tapi juga melanggar peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah Apa yang Dilanggar?

Lewat cuitannya, @AksiLangsung mengkritisi hal ini dan mengingatkan supaya Ari Kuncoro tidak lupa kalau ada aturan pemerintah yang melarang hal tersebut.

“Permisi pak Rektor mohonlah tengok Statuta UI, masih Berlaku enggak Pasal 35 Poin C, PP Nomor 68 tahun 2013? Oh bapak itu rektor atau wakil komisaris ya?” cuit akun tersebut.

Baca Juga: Panggil BEM Karena Meme, Tindakan UI Dinilai Bentuk Pembungkaman | Asumsi

Kicauan itu, langsung diserbu netizen yang mengkritisi sikap Ari lantaran merangkap jabatan di BUMN dan mengabaikan aturan yang dibuat oleh pemerintah.

Netizen lainnya, seperti akun @esonesia menyikapi dengan nada nyinyir. “Aku melihatnya Pak Ari Kuncoro itu luar biasa, lho, demi bangsa dan negara, demi negeri, demi NKRI merangkap jabatan pun dijalani. Kurang apa pengabdiannya coba?” cuitnya.

Hingga kini, unggahan cuitan @AksiLangsung itu sudah disukai lebih dari 2.300 pengguna Twitter, dan dikicau ulang lebih dari 1.000 kali, dan mendapat 96 komentar. Lantas, apa sih Statuta UI atau Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 yang dimaksud oleh cuitan akun ini?

Mengutip isi PP tersebut dari situs bpk.go.id, dinyatakan Statuta UI merupakan aturan yang berisi larangan terhadap rektor untuk merangkap sebagai pejabat di BUMN, serta jabatan di beberapa institusi lainnya.

Di dalam Pasal 35 PP Nomor 68 tahun 2013, rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai: 

A. Pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat, 

B. Pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, 

C. Pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta, 

D. Anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik, 

E. Pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.

Dinilai Mengorbankan Pendidikan Bangsa

Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Said Hamid Hasan, mengamini kalau rektor UI merangkap jabatan sebagai wakil komisaris. Meski statusnya wakil komisaris independen, tetap dinyatakan melanggar aturan PP Nomor 68 Tahun 2013. 

“Tentu saja melanggar. Artinya yang mengangkat beliau juga semestinya paham kalau tidak boleh rangkap jabatan seperti ini. Aturan di PP 68 Tahun 2013 sudah jelas kok, no debat!” ucap Said kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Selasa (29/6/21).

Baca Juga: Mahasiswa S2 UI Tuntut Pengurangan Biaya Kuliah saat Pandemi COVID-19 | Asumsi

Namun, dirinya tak mau menyalahkan sepenuhnya Ari Kuncoro yang bersedia merangkap jabatan. Menurutnya, sangat mungkin saat diminta untuk mengisi jabatan penting di BRI, Ari tak bisa menolaknya. 

“Dia juga dalam posisi tidak bisa menolak, sehingga dengan demikian mengiyakan saja. Dan memang, ada keuntungan ekonomis dari yang dia peroleh lewat jabatan komisaris, uangnya mungkin lebih tinggi daripada dia sebagai rektor. Sudah jelas barangkali soal itu,” katanya.

Meski begitu, namun ia mengharapkan supaya pemerintah meminta Ari melepaskan salah satu jabatannya, agar tidak menjadi polemik berkepanjangan. 

“Ini kan, aturan yang pemerintah bikin sendiri dan dilanggar sendiri. Ini yang jadi masalah. Ini harus diluruskan, supaya rektor seperti itu, tidak boleh rangkap jabatan. Ada aturannya sendiri,” ujar Said. 

Lebih jauh, ia menilai rektor yang mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari akademisi, demi jabatan atau kepentingan pribadi, termasuk sikap yang mengorbankan pendidikan bangsa. 

“Kalau dia pegang dua jabatan seperti itu, waktunya akan banyak tersita untuk urusan yang bukan soal pendidikan. Ini seperti mengorbankan kepentingan pendidikan bangsa, yang semestinya jadi tanggung jawabnya. Nanti malah lebih banyak buat rapat komisaris lah, merugikan pendidikan di UI juga,” tandasnya.

Apa Kata Dosen UI?

Dosen Kebijakan Publik Fakutas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Lisman Manurung, angkat bicara soal rektornya yang merangkap jabatan di bank BUMN, hingga menjadi perbincangan publik. 

Ia menyebut, posisi Ari Kuncoro sebagai rektor bukanlah sebagai rektor dari UI, melainkan sebagai profesor ekonomi yang ilmunya dibutuhkan untuk bangsa ini. 

“Jabatan sebagai wakil komisaris independen atau sebagai komisaris ahli bidang ekonomi, untuk posisinya sebagai profesor ekonomi, sah-sah saja. Buat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, professornya jadi komisaris bank terkemuka itu sangat eye catching,” jelas Lisman. 

Menurutnya, sang rektor tak perlu melepaskan jabatannya di UI karena posisi wakil komisaris independen sifatnya tidak permanen, serta tidak diberikan beban pekerjaan yang mengharuskan fokus pada BUMN tersebut.

“Enggak perlu mundur. Dia kan, bukan jadi direksi. Ini wakil komisaris dan independen pula. Kerjanya kan, cuma mengecek dan assessment saja soal kebijakan perusahaan. Artinya, bukan jadi fokus sepenuhnya di perusahaan itu,” tuturnya. 

Lisman menilai, persoalan Ari Kuncoro yang jadi polemik karena menjabat di salah satu BUMN, tak terlepas dari persaingan perguruan tinggi negeri di Indonesia, yang ingin pejabat kampusnya dilirik pemerintah untuk mengisi jabatan strategis. 

“UI, UGM, ITB, UNDIP, dan IPB berkompetisi agar para professornya dipakai sebagai komisaris BUMN strategis. Sekarang persaingan antar universitas semakin sengit. Sekarang bukan UI lagi yang paling jaya. Peringkat UI pun sudah terkejar oleh yang lain,” tandasnya.

Share: Rangkap Jabatan di Jajaran Komisaris BRI, Rektor UI Dinilai Korbankan Tanggung Jawab Akademisi