Aliansi Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) menuntut keringanan biaya kuliah dalam setiap jenjang perkuliahan akibat kesulitan ekonomi dampak pandemi COVID-19. Namun, sejauh ini, pihak kampus UI belum memberikan respons terhadap tuntutan tersebut. Perwakilan Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI, Petrus Putut Pradhopo Wening, mengatakan bahwa biaya perkuliahan normal dalam situasi sulit ini membuat para mahasiswa terjepit.
“Pada hari Kamis, 25 Juni 2020, kami (Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI) telah mengirimkan surat permohonan penurunan biaya kuliah via e-mail kepada seluruh fakultas dan Rektorat di Universitas Indonesia,” kata Petrus saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (02/7).
Kemudian, pada Sabtu (27/6), Petrus dan rekan-rekannya mengirimkan surat permohonan kepada tiga wakil rektor (wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan, wakil rektor bidang keuangan dan logistik, dan wakil rektor bidang SDM dan aset) via WhatsApp.
Pada hari yang sama, Petrus mengatakan bahwa wakil rektor bidang keuangan dan logistik telah membaca pesan, tetapi tidak ada respons dari beliau. Namun, warek bidang SDM dan aset merespons dengan merekomendasikan untuk mengontak warek bidang akademik.
“Karena kami memberi tahu beliau bahwa kami sudah mengirim WA ke warek bidang akademik, tetapi belum mendapatkan jawaban, maka warek bidang SDM dan aset merekomendasikan kami untuk mengontak Humas UI,” ujarnya.
Pada hari yang sama, perwakilan Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI langsung mengontak Humas UI via WhatsApp dan mendapatkan respons bahwa surat permohonan penurunan biaya kuliah sudah diterima dan akan diteruskan. Humas UI mengatakan harapannya agar “mudah-mudahan segera ada tanggapan”.
Baca Juga: Mahasiswa UGM Menuntut Pemotongan UKT: Tuntutan dan Hasil Kajian Tidak Digubris
“Sampai hari ini, kami belum mendapatkan respon dari fakultas atas surat permohonan penurunan biaya kuliah yang kami kirimkan via email. Sampai hari ini kami juga tidak tahu apakah chat WA ke Warek Bidang Akademik dan Kemahasiswaan sudah dibaca atau belum.”
Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI pun menuntut pihak Rektorat UI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengurangi BOP selama PJJ (pembelajaran jarak jauh) secara menyeluruh dan tanpa syarat. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi tuntutan tersebut.
Pertama, tidak ada kelas tatap muka dan penggunaan fasilitas kampus; kedua, pandemi memberi dampak terhadap perekonomian mahasiswa; ketiga, peningkatan biaya perkuliahan yang ditanggung oleh mahasiswa secara mandiri, seperti penggunaan internet dan beban biaya listrik yang meningkat untuk menunjang kelas virtual.
“Mahasiswa, termasuk mahasiswa pascasarjana UI, juga terkena dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi tersebut,” kata Petrus. Ia pun mengutip Peraturan Rektor UI No 4 Tahun 2020 tentang Biaya Pendidikan Mahasiswa Non-S1 Reguler, Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang harus dibayarkan oleh mahasiswa S2 UI berkisar Rp13 juta-20 juta rupiah per semester.
Sementara, Peraturan Mendikbud No. 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN hanya memberi keringanan bagi mahasiswa program D4 dan S1.”Kebijakan penyesuaian BOP hanya dapat dinikmati sebagian kelompok mahasiswa saja.”
Petrus menyebut Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI juga meminta pihak terkait mengembalikan BOP Semester Gasal 2020/2021 bagi mahasiswa yang telah membayar penuh. Menurutnya, sebagian mahasiswa, utamanya mahasiswa baru, telah membayarkan BOP secara penuh tanpa adanya pertimbangan pengurangan biaya.
Tuntutan lainnya adalah penghapusan BOP bagi mahasiswa tingkat akhir karena sudah tidak lagi ada perkuliahan; penyusunan regulasi soal keringanan BOP dalam waktu sesingkat-singkatnya; serta transparansi penggunaan BOP di tiap semesternya.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud No. 25 Tahun 2020 merespons tuntutan mahasiswa soal keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) akibat ekonominya terdampak pandemi COVID-19. Bentuknya yakni diskon uang kuliah, penundaan pembayaran, pemberian KIP Kuliah, hingga penyediaan paket internet.
Kebijakan baru di Permendikbud tersebut meliputi UKT dapat disesuaikan untuk mahasiswa yang keluarganya mengalami kendala finansial akibat pandemi COVID-19, sehingga syaratnya harus ada bukti bahwa keluarganya terdampak. Kemudian, mahasiswa tak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil satuan kredit semester (SKS) sama sekali seperti menunggu kelulusan.
Lalu, pemimpin perguruan tinggi dapat memberikan keringanan UKT dan/atau memberlakuan UKT baru terhadap mahasiswa. Mahasiswa di masa akhir kuliah membayar UTK paling tinggi sebesar 50 persen UKT jika mengambil kurang dari 6 SKS. Aturan paling tinggi 50 persen berlaku untuk mahasiswa semester 9 bagi mahasiswa program sarjana dan sarjana terapan (S1, D4) dan semester 7 bagi mahasiswa program diploma tiga (D3).
Menurut Nadiem, melalui kebijakan ini diharapkan mahasiswa mendapatkan berbagai manfaat yaitu keberlanjutan kuliah tidak terganggu selama pandemi, hemat biaya saat tidak menikmati fasilitas dan layanan kampus, fleksibilitas untuk mengajukan keringanan UKT, dan penghematan di masa akhir kuliah. “Arahan kebijakan ini berdasarkan kesepakatan Majelis Rektor PTN (MRPTN) pada tanggal 22 April 2020,” kata Nadiem.
Asumsi.co sudah mencoba menghubungi Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, Kamis (2/7), untuk mengonfirmasi perihal surat tuntutan dari Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI tersebut. Namun, beliau belum merespons, meski pesan WhatsApp yang kami kirimkan sudah dibaca.
Tak berselang lama, Asumsi.co menghubungi Humas UI Egia Etha Tarigan, dan menanyakan masalah serupa. Namun, ia hanya menjawab, “Siang, Mas Ramadhan, saya sedang konfirmasi dulu ya. Makasi atas infonya,” kata Egia.