Dugaan plagiarisme karya seni yang dilakukan wahana swafoto Rabbit Town Bandung sejatinya bukan kali ini saja terdengar. Namun, saat ini, seorang seniman melangkah serius dengan mengajukan gugatan hukum. Berproses sejak Juni 2020, Rabbit Town dinyatakan kalah dan mesti membongkar instalasinya serta membayar denda Rp1 miliar.
Adalah Burden Estate, perwakilan mendiang Chris Burden, seniman Amerika Serikat yang mengajukan gugatan tersebut. Perkaranya, tiang-tiang lampu tinggi menjulang dengan gaya klasik yang dijadikan salah satu wahana swafoto di Rabbit Town cukup persis dengan karya Burden.
Bedanya, yang di Rabbit Town bernama Love Light, sementara karya milik Burden dinamakan Urban Light yang dipasang di Los Angeles County Museum of Art (LACMA), Amerika Serikat.
Sebelum kasus ini, wahana yang dibuka pada 2018 itu pernah beberapa kali dirundung dugaan plagiat. Di antaranya Ruang Obliterasi Yayoi Kusama dan seri mural sayap malaikat Colette Miller di Los Angeles, serta beberapa kamar dari Museum of Ice Cream yang berlokasi di New York dan Singapura.
Berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabbit Town memiliki waktu 30 hari untuk menghapus karya seni yang melanggar dan meminta maaf kepada publik.
“Ini adalah kasus penting untuk sistem pengadilan Indonesia, dan kemenangan bagi semua seniman secara global,” kata Yayoi Shionoiri, direktur eksekutif dari Burden Estate, kepada Artnet News melalui email. “Kami yakin keputusan ini menjadi preseden bahwa hak artis dapat dilindungi secara internasional melalui penerapan kerangka hak cipta.”
Shioniri berujar, upaya ini adalah sebagai apresiasi pada proses kreatif Burden dalam membuat Urban Light. Langkah hukum dan kemenangannya kali ini ingin melindungi hak dan semangat Burden dalam berkarya.
“Kami merasa penting untuk mengambil sikap, tidak hanya atas nama Burden tetapi atas nama hak artis secara lebih umum,” kata dia.
Mulanya, dia juga pesimistis akan menang. Soalnya, penegakan hukum hak kekayaan intelektual di Asia masih begitu lemah. Bahkan di China, kata Shioniri, dihelat pameran Kusama dan Takashi Murakami palsu.
“Saya membayangkan kami akan berada pada potensi kerugian karena kami mengajukan gugatan di yurisdiksi luar negeri, dalam sistem pengadilan yang tidak sering menangani kasus hak cipta oleh artis. Hakim berharap keputusan ini menjadi contoh bahwa hak artis dapat dilindungi secara internasional melalui penerapan kerangka hak cipta,” ujar dia.
Dikutip dari Artnet, pendiri Rabbit Town, Henry Husada, seorang raja hotel yang menamai taman itu sesuai dengan tanda shio-nya, berpendapat bahwa kedua karya itu tidak serupa. Apalagi Urban Light tidak begitu terkenal di Indonesia.
Kepada Kumparan, pihak Rabbit Town, Widia menuturkan, pihak Rabbit Town telah memberi bukti dan keterangan di persidangan untuk menguatkan bahwa karya Love Light bukanlah plagiat. Namun demikian, majelis hakim mempunyai pertimbangan lain sehingga pihaknya diputus bersalah.
Terkait sanksi putusan, Widia enggan berkomentar. Kini pihaknya masih akan berdiskusi perihal upaya lanjutan yang akan ditempuh.
Masih Dipromosikan
Kendati sudah jatuh putusan, pihak Rabbit Town sendiri saat ini masih mempromosikan Love Light di akun Instagramnya, @rabbittown.bdg. Bahkan unggahan terkait Love Light diunggah sangat sering. Dalam sehari saja, bisa enam unggahan berbeda untuk satu spot Love Light. Selisih waktunya hanya selang beberapa menit atau jam antara unggahan yang satu dengan yang lain.
Pada Jumat (30/4/2021), pukul 10.00 WIB, Rabbit Town kembali mengunggah foto Love Light.
Keterangan foto pun berisi ajakan. Misalnya ajakan untuk mendatangi Love Light dan berswafoto di sana. Tiket gratis pun jadi iming-iming. Di salah satu unggahan, ditemukan juga keterangan foto: Love Light punya kita.
Untuk akun dengan 27,300 pengikut unggahan-unggahan ini minim komentar. Paling banyak adalah 11 komentar di salah satu unggahan. Namun, isinya kebanyakan meminta Rabbit Town patuh pada putusan.
Salah satu akun bahkan menilai kalau Rabbit Town bikin malu. Unggahan ini dianggap membuatnya semakin memalukan karena meski sudah jatuh putusan, Rabbit Town seolah masih ngotot bahwa karya ini milik mereka.