General

Polemik Peserta Pilkada Terjerat Korupsi, Wiranto: Tak Mudah Keluarkan Perppu

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Perbedaan pendapat tentang langkah yang diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan calon kepala daerah (cakada) yang jadi tersangka korupsi terus menuai polemik. Sebelumnya, KPK memang sedang gencar-gencarnya menciduk para tersangka korupsi, tak terkecuali cakada yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.

Saat ini aja, sedikitnya udah ada lima calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, yaitu Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, Calon petahana Bupati Jombang Nyono Suharli, Calon petahana Bupati Subang Imas Aryumningsih, Calon Gubernur Lampung Mustafa, dan Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Dan kabar terbaru dari pihak KPK sendiri mengatakan, bahwa akan ada nama-nama baru yang ditetapkan sebagai tersangka.

Sikap KPK yang enggak mau melakukan penundaan penyidikan pada mereka yang bakal ikut kontestasi Pilkada itu pun dilirik oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto justru memberi imbauan pada KPK untuk menunda penyidikan hingga Pilkada selesai.

“Tapi kalau sudah ditetapkan sebagai paslon menghadapi Pilkada serentak, kita mohon dari penyelenggara ditunda dulu penyelidikannya, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi, sebagai karena apa? Karena akan berpengaruh pada pelaksanaan pemilu,” kata Wiranto saat mengadakan rapat koordinasi di Kantor Kemekopolhukam membahas persiapan Pemilu bersama KPU, Bawaslu, dan pihak terkait, Senin, 12 Maret kemarin.

Imbauan itupun dijawab oleh Ketua KPK Agus Rahardjo yang dengan tegas menolak imbauan dari Wiranto. Seandainya memang dianggap akan ngeganggu jalannya proses Pilkada, seperti yang dikatakan Wiranto, Agus justru ngasih usul agar pemerintah bikin peraturan pengganti undang-undang (Perppu).

“Supaya pilkada bisa berjalan baik, ya, harus ada langkah-langkah dari pemerintah. Bayangkan saja sudah jadi tersangka dilantik, kan, juga rasanya tidak etis, ya,” ujar Agus di Kantor Kementerian Keuangan pada Rabu, 14 Maret.

Usulan Agus untuk bikin Perppu itu juga langsung dapet respon lagi dari Wiranto. Membuat atau menerbitkan Perppu, kata Wiranto, adalah langkah yang lebih sulit dibanding harus menunda penyidikan.

“Perppu itu kan tidak mudah. Perppu itu sendiri harus ada ketetapan mengganti calon,” ungkap Wiranto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Lebih lanjut, Wiranto menekankan bahwa perkataannya tentang penundaan penyidikan itu haya sekedar imbauan yang enggak harus dilaksanakan.

“Tapi saya katakan, karena ini imbauan enggak usah diributkan. Wong imbauan ini enggak dilaksanakan enggak ada masalah kok. Yang penting kita tahu bahwa akan ada kerawanan itu, kita netralisir bersama,” tutur Wiranto.

Imbauan itu, kata Wiranto, adalah bentuk kekhawatiran dari Pemerintah. Sebab penetapan tersangka para cakada rawan menimbulkan kegaduhan.

“Nah kalau ditangkap [misal] calonnya dua, ditangkap satu berarti pemilu sudah jalan. Bagaimana kita perbaiki surat suara. Kertas suara mesti diganti dong. Bisa muncul kegaduhan, bisa muncul tuduhan nuansa politik untuk KPK,” katanya.

Share: Polemik Peserta Pilkada Terjerat Korupsi, Wiranto: Tak Mudah Keluarkan Perppu