General

PKS yang Selalu Mengalah dan Kini ‘Happy Ending’

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Setelah melalui jalan yang terjal dan susah payah bernegosiasi, kursi wakil gubernur DKI Jakarta yang ditingalkan Sandiaga Uno akhirnya diserahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat bersama antara pengurus DPD Partai Gerindra DKI Jakarta dan DPW PKS DKI Jakarta di kantor DPD Gerindra DKI, Jalan Letjend Suprapto, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin 5 November 2018 sore.

Perlu diketahui Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, keputusan itu diambil lantaran pihaknya mengikuti kebijakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang sejak awal menyerahkan kursi wagub itu untuk PKS. “Gerindra DKI Jakarta akan mengamankan kebijakan Ketua Umum, Pak Prabowo, berkaitan dengan pemilihan pengisian jabatan wakil gubernur DKI Jakarta,”kata Taufik saat konferensi pers sesuai rapat.

Sementara itu Ketua DPW PKS DKI Jakarta Syakir Purnomo menegaskan kembali bahwa kandidat wagub DKI dipastikan berasal dari PKS. “Tadi sudah disepakati bahwa kursi (wagub) itu diamanatkan, dimandatkan kepada PKS. Mudah-mudahan pada waktu berikutnya nanti akan segera disampaikan kepada publik tentang dua nama kader PKS yang akan disampaikan ke pimpinan DPRD DKI Jakarta,” kata Syakir.

Meski saat ini kursi lowong wagub DKI sudah diserahkan kepada PKS, namun DPD Gerindra DKI dan DPW PKS DKI akan segera membentuk badan untuk melakukan fit and proper test kepada para calon kandidat wagub DKI. Nantinya badan itu akan memutuskan dua kader PKS yang dicalonkan sebagai kandidat wagub untuk dipilih melalui mekanisme pemungutan suara di DPRD DKI Jakarta.

“(Calon yang mengikuti fit and proper test dari) PKS, PKS-lah, misalnya bisa lebih dari 2, ada 4, kan nanti tergantung badan itu (yang memilih 2 kandidat),” kata Taufik.

Baca Juga: Pemilihan Wagub DKI Jakarta: Berliku atau Buntu?

Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, keputusan Gerindra yang akhirnya menyerahkan kursi wagub DKI kepada PKS ini merupakan happy ending bagi PKS sendiri.

“Ya berarti happy ending dong, di mana dramanya cukup lama berlangsung kan. Happy endingnya yang pertama ini kan mengurangi tensi dan gejolak politik dalam Pilpres 2019. Ancaman dan intimidasi dari PKS itu tak akan berlaku,” kata Adi kepada Asumsi.co, Selasa, 6 November 2018.

“Bahkan PKS mendeklarasikan bahwa mereka akan membuat solid mesin politiknya karena mereka akan all out mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Jadi happy ending itu ada dua, yang pertama dapet kursi wagub DKI, lalu yang kedua Prabowo bisa lega karena mesin politik bisa all out untuk mendukungnya.”

Menurut Adi, kondisi ini tentu bisa menjaga stabilitas koalisi jelang Pilpres 2019 karena kalau kursi wagub DKI tidak diberikan kepada PKS, ya tentu koalisi pilpres Prabowo bisa dipastikan oleng. Apalagi PKS ini jadi salah satu partai andalan yang mendukung Prabowo.

PKS yang Selalu Mengalah

PKS dan Gerindra ini memang sudah seiring sejalan dalam koalisi bersama di luar pemerintah sudah sejak lama, terutama dimulai saat Pilpres 2014. Kebersamaan koalisi kedua partai tersebut terus berlanjut di berbagai kontestasi politik seperti pemilihan daerah 2017 di Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Namun, kebersamaan dan koalisi yang dibangun PKS dan Gerindra bukannya tanpa masalah. Setelah akrab sebagai kawan dalam berbagai momen besar, kedua partai justru terlihat seperti lawan saat keduanya tampak saling berebut kursi lowong wagub DKI.

Namanya berebut kekuasaan, selama itu pula tak ada kata satu suara yang muncul dari kedua partai. Baik PKS maupun Gerindra sama-sama berhasrat untuk jadi orang nomor dua di DKI Jakarta tersebut.

Bahkan, Gerindra memuncul nama politisi Gerindra M. Taufik untuk maju sebagai bakal cagub pendamping Anies Baswedan. Dalam berbagai kesempatan, Taufik menegaskan bahwa PKS harusnya berani bertarung secara fair dalam pemilihan di DPRD DKI dengan Gerindra. Itu artinya PKS dan Gerindra sama-sama mengirimkan wakilnya untuk dipilih dalam mekanisme DPRD.

Baca Juga: M Taufik, Mantan Narapidana yang Dipilih Gerindra Sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta

Bukan tanpa alasan PKS bersikukuh dan mau berlelah-lelah menginginkan kursi wagub DKI yang ditinggalkan Sandiaga Uno lantaran maju sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Pasalnya PKS selama ini selalu mengalah dalam berbagai keputusan strategis, terutama di sejumlah pemilihan pemimpin daerah dan nasional.

Apalagi PKS berdalih bahwa Prabowo sebagai Ketum Gerindra sudah berjanji akan memberikan kursi Wagub DKI kepada pihaknya. Menariknya, dalam berbagai kesempatan pula, pihak Gerindra membantah hal tersebut dan tetap pada pendiriannya untuk ikut dalam persaingan merebut kursi wagub DKI.

Bahkan, Ketua DPP Gerindra Sodik Mujahid mengungkapkan bahwa urusan kursi wagub DKI yang lowong tak masuk dalam kesepakatan koalisi Pilpres 2019 bersama PKS. Bayangkan saja, sampai kapan PKS akan tetap mengalah dalam urusan koalisi ini?

Jika mundur ke belakang, PKS memang sudah mengalah sejak empat tahun lalu ketika momen Pilpres 2014, di mana Prabowo maju sebagai calon presiden dan menghadapi Joko Widodo yang didukung PDIP. Bahkan, di saat partai-partai pendukung Prabowo mulai hengkang ke barisan koalisi petahana Jokowi, PKS tetap saja konsisten bersama Gerindra.

Selain itu, Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilgub Jawa Barat juga jadi momen di mana PKS harus mundur teratur untuk mengalah terhadap Gerindra. Kondisi PKS yang selalu mengalah juga dipertegas oleh Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Achmad Yani, yang juga menegaskan bahwa kursi wagub DKI layak diisi kader PKS pada Rabu, 15 Agustus 2018.

Achmad Yani mengatakan bahwa penetapan kader dari PKS untuk mengisi kursi wagub DKI bukanlah hal yang berlebihan. Terlebih PKS selama ini selalu mengalah saat berjuang bersama Gerindra. “PKS sudah menunjukkan kebersamaannya, sudah menunjukkan kesetiaan pada Gerindra dan bahkan sudah menunjukkan pengorbanan,” kata Achmad Yani.

Lebih jauh, Achmad Yani membeberkan momen-momen di mana PKS harus selalu gigit jari. Pada Pilkada DKI 2017, di saat PKS sudah menetapkan Mardani Ali Sera sebagai wakil untuk cagub Sandiaga Uno. Namun, kondisi justru berubah, sampai akhirnya Sandiaga justru menjadi calon wagub untuk Anies Baswedan. “Ini pengorbanan pertama,” katanya.

Lalu, soal pengorbanan kedua, itu terjadi di Pilgub Jawa Barat 2018. Saat itu, kader PKS Achmad Syaikhu hendak maju berpasangan dengan Deddy Mizwar. Namun, demi berpasangan dengan calon dari Gerindra Sudrajat maka Deddy Mizwar pun akhirnya ditinggalkan. Saat itu, Deddy Mizwar akhirnya maju dan berpasangan dengan Dedy Mulyadi.

Pengorbanan terbaru PKS adalah di momen jelang Pilpres 2019. seperti diketahui, sejak awal, PKS sudah mengajukan sederet kader terbaiknya untuk menempati posisi calon wapres bagi Prabowo.

Sayang seribu sayang, PKS harus gigit jari, lantaran keputusan akhir koalisi yakni mengusung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. “Ini kan sudah pengorbanan yang ketiga. Di balik pengorbanan dan kesetiaan yang begitu panjang,” ujarnya.

Oleh sebab itu, rasanya sangat wajar kalau PKS diberi jatah kursi wagub DKI mengingat segala pengorbanan yang telah dilakukan demi Gerindra dan keberlangsungan koalisi mereka. Apalagi PKS juga sempat mengangkat Sandiaga jadi ‘ulama’ setelah ditunjuk jadi cawapres Prabowo, dengan harapan kursi wagub DKI jatuh ke mereka. Sayangnya kenyataan ternyata tak seindah harapan

PKS dan Gerindra Memang Berbeda Ideologi

PKS dan Gerindra ini memang sudah membangun persahabatan, pertemanan, dan koalisi yang kental dan sudah cukup lama. Loyalitas selalu dipegang teguh PKS sendiri meski juga mereka tak selalu mendapatkan hasil manis koalisi.

Jika dilihat lebih jauh, PKS dan Gerindra ini memang memiliki ideologi partai yang berbeda. Mungkin kah hal itu berpengaruh besar dalam berbagai keputusan strategis yang diambil Gerindra dalam koalisi, di mana PKS ada di dalamnya?

Atau memang PKS hanya dianggap sebagai lumbung suara saja yang bisa dimaksimalkan dalam berbagai kontestasi politik di tanah air dan tak perlu dilibatkan dalam urusah ‘bagi-bagi kekuasaan?

Seperti ulasan dalam buka “Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen” yang ditulis M. Imdadun Rahmat, PKS dengan terang menyatakan bahwa mereka merupakan partai yang menjadikan Ikhwanul Muslimin sebagai acuan utama gerakan politik mereka.

Ikhwanul Muslimin sendiri adalah gerakan Islam politik yang berasal dari Mesir. Bahkan, salah satu hal yang menegaskan ideologi PKS sendiri terdapat dalam AD/ART mereka yang menyebutkan bahwa asas partai mereka adalah Islam.

Hal itu tentu berbeda dengan Gerindra yang menyebutkan bahwa partai mereka memang berasaskan nasionalis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar ideologi partai. Penegasan itu terdapat dalam AD/ART Gerindra.

Perbedaan ideologi ini tentu sedikit banyak bisa saja mempengaruhi keputusan partai dalam mengambil kebijakan yang sifatnya strategis, terutama dalam urusan kekuasaan. Meski begitu, dalam kebersamaan ini, PKS tetap saja loyal dan jalan bersama Gerindra, meski dalam kondisi mengalah sekalipun.

PKS boleh saja berumur lebih tua dari Gerindra sebagai partai yang lebih dulu muncul. Sehingga sebagai anak yang lebih tua memang harus selalu mengalah dengan yang muda. Bukan begitu? Tapi untungnya, PKS malah happy ending sekarang.

Share: PKS yang Selalu Mengalah dan Kini ‘Happy Ending’