Isu Terkini

Pentingnya Kontak Telusur saat PSBB Ketat Berlaku di Jakarta

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat berjalan sejak Senin (14/9/20) di DKI Jakarta. Berbagai larangan dan pembatasan diterapkan dalam banyak sektor. Yang tak kalah penting dilakukan saat PSBB ketat ini berjalan adalah memperbanyak tes massal.

Direktur Riset Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan bahwa kunci melaksanakan PSBB adalah persiapan matang dan terobosan kebijakan. Menurutnya, PSBB tak sekadar berfungsi membatasi pergerakan orang, tapi juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan tes massal, penelusuran, dan isolasi.

Di sisi lain, Piter juga mendorong agar selama PSBB, pemerintah juga mesti memberi stimulus kepada masyarakat yang tidak bisa beraktivitas. Sebab, sebagian besar masyarakat memang terdampak pandemi COVID-19, sehingga kondisi ekonomi ikut ambruk.

Piter menilai kalau PSBB ketat tidak dibarengi dengan kesiapan dari kedua sektor tersebut, yakni kesehatan dan ekonomi, maka dikhawatirkan warga mengalami darurat ekonomi dan kesehatan yang lebih parah.

“Kita sudah enam bulan dalam kondisi seperti ini. Belajar dari pengalaman PSBB pertama, hasilnya jauh dari yang dibayangkan,” kata Piter dalam diskusi virtual bertajuk “Implementasi Kembali PSBB di Jakarta”, Sabtu (12/9/20).

“Kita tidak mengoptimalkan pelacakan dan menyelesaikan persoalan kesehatan selagi ada peluang. Yang tidak disiplin itu bukan hanya masyarakat. Pemerintah pun tidak disiplin.”

Sejak PSBB tahap awal, Indonesia dianggap sudah kehilangan kesempatan untuk memperbaiki kesehatan dan menjaga kestabilan perekonomian. Sehingga saat PSBB mulai dilonggarkan pada 4 Juni 2020 lalu, kesehatan malah memburuk dan sektor ekonomi juga tidak membaik.

Melihat kondisi itu, Piter menyarankan agar pemerintah segera mengatasi miskoordinasi dan miskomunikasi yang terjadi antara pusat dan daerah. Selain itu, Piter juga menyarankan agar pemerintah juga segera menyusun rencana yang padu dan komprehensif untuk menyelamatkan kesehatan dan ekonomi.

”Kita sedang menghadapi persoalan sangat besar, jadi perbedaan pandangan harus disisihkan dulu. Kalau PSBB diterapkan tetapi pemerintah tidak punya peta rencana yang terkoordinasi, lebih bahaya. Kita bisa celaka dua kali, sementara energi dan uang kita sudah mulai terkuras,” ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan data Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan oleh CSIS, kondisi kesehatan dan ekonomi di Jakarta sama-sama menunjukkan tren penurunan cukup signifikan, terutama pada dua pekan terakhir ini atau pada kurun 24 Agustus-7 September 2020.

Adapun indikasi tersebut muncul dari data pergerakan orang yang bersumber dari Google Mobility Index dan Facebook Range Map yang menunjukkan pola pergerakan manusia dan indikasi geliat ekonomi. Dari data tersebut, semakin tinggi mobilitas orang, semakin tinggi pula aktivitas ekonomi.

Lalu, indikator kesehatan diukur berdasarkan tiga faktor seperti tingkat penyebaran virus, pertumbuhan penyebaran virus, dan jumlah kasus aktif COVID-19 di 34 provinsi di Indonesia. Sebelum pengumuman PSBB kedua oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (9/9), matriks itu menunjukkan pergerakan manusia dan aktivitas ekonomi di Jakarta cenderung sudah menurun dengan sendirinya.

Seiring dengan penurunan pergerakan orang itu, aspek kesehatan juga tidak menunjukkan perbaikan signifikan. Contohnya pada 24 Agustus 2020, indeks intensitas COVID-19 di Jakarta menunjukkan angka minus 0,39 yang berarti kesehatan masyarakat memburuk.

Sedangkan indeks pergerakan orang ada pada angka 0,03 yang berarti aktivitas ekonomi minim. Saat itu, ada 7.624 kasus COVID-19. Lalu, hanya dalam waktu dua pekan, kondisi justru berubah cukup drastis. Pada Senin (7/9), dua hari sebelum PSBB kedua, indeks intensitas COVID-19 di Jakarta menurun ke angka minus 0,46 yang berarti kesehatan masyarakat semakin jauh dari membaik.

Adapun indeks pergerakan orang stagnan di angka 0,03. Pada hari itu, jumlah kasus COVID-19 melonjak hingga 10.629 kasus.

Dosen Departemen Biologi FMIPA IPB Berry Juliandi menilai PSBB di ibukota harus diperhatikan pelaksanaannya, termasuk juga benar-benar memperketat pergerakan orang sehingga bisa menekan angka penyebaran COVID-19. kalau tidak, hasilnya akan sama saja seperti saat ini.

“Saran saya adalah sama dengan dulu di awal pandemi. Tingkatkan jumlah tes dan tracing sehingga bisa diminimalisir kemungkinan kasus baru, perbaiki komunikasi publik terkait pandemi ini. Lalu, pelaksanaan protokol kesehatan dan sanksinya dengan baik dan ketat,” kata Berry kepada Asumsi.co, Senin (14/9).

Tak jauh beda dengan Berry, pakar biologi molekuler Dr. Ahmad Rusdjan Utomo menegaskan pentingnya pemerintah melakukan tes massal saat PSBB ketat diberlakukan. Ahmad pun mengingatkan bahwa PSBB memang bukan hanya untuk membatasi pergerakan orang, tapi juga sebagai upaya untuk melakukan penelusuran.

“Saya pikir ini kesempatan bagus untuk memaksimalkan testing PCR dan kontak telusur di saat mobilitas kita kendalikan. Jakarta sudah bagus sekali jumlah tesnya, namun masih ada titik lemah yaitu kontak telusur. Karena kita harus mengenali siapa saja yang sudah tertular dan segera mengisolasinya,” kata Ahmad saat dihubungi Asumsi.co, Senin (14/9).

Selain itu, Ahmad menekankan pentingnya kerjasama antara DKI Jakarta dengan kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, hingga Bekasi. Sebab, lanjut Ahmad, kalau Jakarta aman, tetapi kota sekitar tidak terkendali, pandemi tidak akan selesai.

“Buat warga DKI, ini akan jadi masa sulit maka perlu kerjasama dari banyak pihak. Terakhir, Jakarta masih menjadi pusat rujukan bagi pasien kanker untuk berobat, maka pasien penyakit seperti kanker perlu diberikan solusi atau akses khusus transportasi,” ucap Ahmad.

Share: Pentingnya Kontak Telusur saat PSBB Ketat Berlaku di Jakarta