Isu Terkini

Misteri Cap Jempol di Amplop Bowo

Nad Rasya Annelies — Asumsi.co

featured image

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka. Politikus Partai Golkar itu disangka menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti. Total uang yang diamankan dalam kasus tersebut sebesar Rp 8 miliar.

Sampai saat ini, kasus suap distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia masih menyisakan misteri. Sebab, ada dugaan bahwa uang Rp 8 miliar yang dikemas dalam 400 ribu amplop bukan hanya untuk kepentingan pemilihan legislatif (pileg) Bowo Sidik Pangarso. Namun juga untuk kepentingan pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang.

Hal itu terungkap dari “kejanggalan” jumlah 400 ribu amplop yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (27/3) dan Kamis (28/3). Ratusan ribu amplop yang berisi uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu itu jauh di atas perolehan suara Bowo di daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II pada pileg 2014 lalu, yakni hanya 66.909 suara.

Perkara Amplop Berisi Uang Suap

Sumber di internal KPK membenarkan kepada Asumsi.co tentang dugaan terkait amplop-amplop uang yang diduga akan digunakan untuk kepentingan pilpres. Sebab, kata dia, di bagian amplop itu terdapat tanda/cap berupa jempol yang mengarah pada ikon salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

”Amplop itu benar-benar ada capnya (yang mengarah pada salah satu pasangan capres dan cawapres, Red),” ujar sumber internal KPK kepada asumsi.co. Hanya, cap itu tidak diungkapkan oleh pihak KPK dalam konferensi pers Kamis (29/3) malam.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut ada prosedur hukum untuk membuka amplop-amplop itu. Febri menjelaskan, prosedur yang dimaksud merujuk pada hukum acara pidana yang berlaku. Menurut dia, amplop yang dirilis dalam konferensi pers dalam kondisi dilem. Sehingga, tidak memungkinkan ditunjukan kepada awak media.

”Kalau dibuka, ada prosedur tertentu sampai dibuat berita acara dan hal-hal lain yang tentu saja tidak mungkin dilakukan langsung di ruangan ini,” ujarnya.

Bowo Salah Gunakan Jabatan Untuk Muluskan Distribusi Pupuk

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap distribusi pupuk dan gratifikasi. Sebagai pihak penerima suap dan gratifikasi, KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso dan pegawai PT Inersa (perusahaan yang diduga milik Bowo) Indung. KPK juga menetapkan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti sebagai pemberi suap.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, amplop-amplop yang dimasukkan dalam 84 kardus besar itu diduga diperoleh Bowo dari suap dan gratifikasi. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan KPK, amplop itu rencananya akan digunakan untuk “serangan fajar” pada pemilu 2019. Kebetulan, Bowo merupakan calon legislatif (caleg) dapil Jawa Tengah II dari Partai Golkar.

Basaria menerangkan, salah satu penerimaan suap untuk Bowo yang berhasil diidentifikasi KPK berasal dari PT HTK. Suap itu diduga berkaitan dengan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia yang menggunakan kapal milik PT HTK. Sejatinya, kerjasama penyewaan kapal itu sudah dihentikan oleh PT Pupuk Indonesia.

Namun, atas bantuan Bowo yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar, PT HTK bisa kembali melakukan kerjasama penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (anak perusahaan PT Pupuk Indonesia) melalui memorandum of understanding (MoU) pada 26 Februari lalu.

”BSP (Bowo Sidik Pangarso) diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metric ton,” ungkap Basaria. Sejauh ini, KPK telah mengendus adanya enam kali pemberian dari PT HTK untuk Bowo. Jumlahnya Rp 221 juta dan USD 85,130. Uang itu diberikan di berbagai tempat, seperti di rumah, hotel, dan kantor PT HTK.

Share: Misteri Cap Jempol di Amplop Bowo