Covid-19

Meski Larang Mudik, Pemerintah Dinilai Kendor Lakukan Pelacakan Kasus

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Tangkapan Layar YouTube Kemenko PMK

Pemerintah akhirnya melarang mudik Idul Fitri 2021 usai sebelumnya ramai kabar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, tidak akan melarang masyarakat untuk mudik Lebaran 2021 dalam rapat kerja dengan komisi V DPR RI pada 16 Maret lalu.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga telah memberikan isyarat, pemerintah akan segera mengumumkan keputusan soal libur Idul Fitri 2021 dan kebijakan mudik Lebaran, sebelum bulan suci Ramadhan.

Namun kala itu, Ma’ruf mengatakan ada kemungkinan pemerintah tetap melarang masyarakat untuk mudik atau berpergian jauh saat Idul Fitri, seperti tahun sebelumnya, Larangan ini akan diterapkan pemerintah, bila mudik berdampak pada resiko penularan dan peningkatan angka kasus COVID-19 di Indonesia.

“Memang mudik itu menjadi tradisi masyarakat kita, tetapi ada bahaya yang kita hadapi kalau mudik kita buka,” kata Wapres melalui keterangan pers dikutip dari Tempo.

Kini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengumumkan mudik tahun ini, ditiadakan. Larangan ini diberlakukan mulai tanggal 6 hingga 17 Mei 2021.

Apa Pertimbangannya?

Muhadjir mengatakan, keputusan larangan mudik Lebaran oleh pemerintah ini, ditetapkan berdasarkan kesepakatan hasil rapat bersama sejumlah jajaran terkait di kantornya, Jumat (26/3/21).

Rapat ini antara lain dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi dan perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan RB, TNI dan Polri.

“Hasil keputusan rapat, tingginya angka penularan dan kematian baik masyarakat atau tenaga kesehatan akibat wabah COVID-19 setelah beberapa kali libur panjang, khususnya setelah libur Natal dan Tahun Baru, termasuk tingginya keterisian rumah sakit, sehingga diperlukan langkah-langkah tegas dalam mencegah hal-hal tersebut terulang kembali,” jelasnya melalui konferensi pers viirtual.

Ia menambahkan, berdasarkan pertimbangan tingginya resiko penularan dan kematiannya, maka keputusan larangan mudik ini secara tegas, diambil oleh pemerintah. Meski demikian, pemerintah akan terus melakukan berbagai program penanganan COVID-19, mulai dari penerabpan pembatasan sosial masyarakat, penguatan protokol kesehatan, hingga vaksinasi.

“Larangan mudik akan dimulai pada tanggal 6 Mei sampai dengan 17 Mei 2021 dan sebelum itu dan sebelum dan sesudah hari dan tanggal itu diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan yang keluar daerah sepanjang kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu,” tuturnya. 

Ia menegaskan, larangan mudik berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), unsur TNI-Polri, BUMN, swasta, hingga para pekerja mandiri.

“Mekanisme pergerakan orang dan barang akan diatur kementerian dan lembaga terkait. Untuk kegjatan keagaman dalam rangka menyambut Ramadan akan diatur Kemenag, dan berkonsultasi dengan organisasi keagamanan,” pungkasnya.

Pemerintah Dinilai Kendor Lakukan Tracing dan Testing 

Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo menilai pemerintah memang seharusnya melarang mudik. Mobilitas manusia yang tak terkendali, kata dia, tentu akan semakin mempersulit pemerintah dalam menekan kasus virus Corona.

“Penanganan penyakit menular ini kan, memang harus menekannya dari mobilitas manusianya. Manusia adalah agen penularannya. Mereka yang bawa virus ya, tentu harus dibatasi secara ketat pergerakannya. Sudah seharusnya lah, mudik dilarang,” kata Windhu kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (26/3/21).

Menurutnya, upaya pemerintah dalam melakukan pengetesan dan pelacakan kasus COVID-19 belakangan ini pun terkesan kendor. Ia menegaskan, keberadaan vaksin saat ini bukan berarti langkah penanganan berupa 3T, testing ( pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan) bisa dikesampingkan.

“Kita ini, masih dalam kondisi high risk indicator secara positivity rate. Tracing dan testing saja makin melorot. Bukan berarti ada vaksin jadi santai begini dong,” ungkapnya.

Windhu juga mengingatkan bahwa berdasarkan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia saat ini belum masuk kategori negara yang sudah mampu mengendalikan penyebaran virus COVID-19.

Positivity rate COVID-19 kurang dari 5 persen merupakan salah satu indikator bahwa penyebaran virus terkendali di suatu negara. Kita ini masih 10 sampai 20 persen. Sulit mengendalikan orang yang tetap bandel mudik itu lain soal, tapi jangan  sampai keluarkan kebijakan orang boleh mudik. Memang harus dilarang seperti ini,” jelasnya.

Share: Meski Larang Mudik, Pemerintah Dinilai Kendor Lakukan Pelacakan Kasus