General

Menjawab Tulisan “Mempertanyakan Narasi Politik Milenial PSI”

William Aditya Sarana — Asumsi.co

featured image

Tulisan ini dibuat untuk menjawab tulisan dari Ikhsan Yosarie berjudul “Mempertanyakan Narasi Politik Milenial PSI” yang ditayangkan di website Asumsi pada 7 Januari 2019.  Pada dasarnya, Ikhsan mengatakan bahwa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memiliki imej sebagai partai anak muda akan tetapi tidak memiliki gagasan khusus untuk anak muda.

Memang benar bahwa posisi politik PSI adalah pro-anak muda. Misalnya, mayoritas pengurus PSI berada di bawah usia 30 tahun sehingga wajar jika image PSI yang terbangun di publik adalah partai anak muda. Akan tetapi, argumen dari Ikhsan bahwa PSI hanya image-nya saja anak muda akan tetapi tidak memiliki gagasan atau sikap yang mencerminkan anak muda adalah salah besar.

Dalam tulisanya, ia beragumen bahwa dua isu terakhir yang diangkat oleh PSI melalui pidato Grace Natalie, Ketua Umum PSI yakni penolakan terhadap Perda Syariah yang bersifat diskriminatif dan larangan bagi pejabat publik untuk berpoligami tidak mencerminkan sifat alamaih dari kaum milenial yakni pembaharu, kreatif, dan inovatif. Ke-dua isu tersebut baru pernah diangkat secara “blak-blakan” oleh seorang ketua umum partai politik karena selama ini belum pernah ada partai politik yang punya nyali untuk menunjukan posisi ideologisnya secara hitam-putih kepada publik. Selama ini partai politik yang ada di Indonesia cenderung “abu-abu” artinya tidak terlalu nasionalis dan juga tidak terlalu religius untuk mendapatkan pangsa suara di ke-dua spektrum ideologi yang ada di Indonesia. Justru apa yang dilakukan PSI menunjukan sifat alamiah milenial yang lain yakni keberanian dan idealisme.

Tidak hanya Ikhsan Yosarie saja yang mempertanyakan tentang gagasan PSI untuk anak muda, banyak orang juga mempertanyakan hal yang sama. Ditambah lagi, PSI dicap sebagai partai yang suka cari sensasi dan hanya menggunakan anak muda sebagai komoditas politik sama seperti partai politik lain.

Saya sebagai kader PSI, yakin Dewan Pengurus Pusat (DPP) PSI sudah mempunyai gagasan-gagasan khusus untuk anak muda tapi tidak kunjung dilempar di publik karena momen yang pas belum datang. Suka atau tidak, masyarakat Indonesia cepat lupa dan tertarik sekali dengan drama-drama sehingga momen mengeluarkan ide-ide brilian harus dilakukan di momen yang pas agar diingat oleh masyarakat.

Kapan momen itu datang? Momen itu datang empat hari setelah tulisan itu dikeluarkan yakni tanggal 11 Januari 2019 di Bandung. Grace Natalie, melalui pidato politiknya mengeluarakan “peluru-peluru”-nya berupa gagasan-gagasan khusus untuk anak muda yang tidak kita pernah dengar dari partai politik lain. Mengapa momenya pas? Pas karena sudah dekat dengan masa pemilu (kurang lebih 3 bulan) dan berlokasi di Bandung. Kota yang menjadi barometer lahirnya bisnis-bisnis kreatif mancanegara.

Apa saja gagasan-gagasan anak muda tersebut? Pertama, PSI ingin meningkatkan skill anak muda dengan memperjuangkan anggaran beasiswa untuk satu juta anak muda dalam bidang industri kreatif, agar Indonesia punya lebih banyak animator, video editor, game developer, dan berbagai jenis profesi pendukung ekonomi kreatif lainya. Selain itu, PSI akan memperjuangkan alokasi dana beasiswa untuk dua juta kursus industri pariwisata, sektor yang dalam tahun-tahun ke depan akan berkembang dan menjadi penghasil devisa utama Indonesia.

Kedua, PSI akan mendorong pengakuan atas profesi baru seperti Youtuber, Influencer, Gamer, dan lain-lain agar bisa dicantumkan dalam kolom profesi KTP. Pengakuan ini penting agar anak-anak muda yang menggeluti profesi baru ini bisa mengajukan kredit pinjaman ke bank untuk mengembangkan usahanya.

Ketiga, PSI akan meringankan pajak bagi kaum muda. Partai ini akan memperjuangkan penghapusan pajak penghasilan bagi para pekerja awal karir dan keluarga muda yang berpenghasilan di bawah Rp 15 juta. Anak-anak muda yang baru meniti karir dan keluarga muda perlu diberi kelonggaran agar mereka lebih semangat dalam bekerja.

Keempat, PSI akan memperjuangkan internet gratis bagi pelajar dan mahasiswa untuk keperluan Pendidikan. Partai ini akan mendorong perluasan akses internet, termasuk menyediakan internet gratis di seluruh ruang publik. Setiap desa akan menjadi Desa Digital, dimana warga bisa mengakses internet gratis di Alun-Alun atau Kantor Kepala Desa. PSI akan mendorong digitalisasi dunia pendidikan seperti membagikan tablet untuk menggantikan fungsi buku bagi pelajar dan mahasiswa.

Kesimpulanya adalah politik bukan hanya soal adu gagasan tapi juga soal bagaimana cara menyuarakan gagasan tersebut di waktu yang tepat. Inilah unsur pembaharu dan inovasi yang menjadi representasi pola pikir anak muda. Inilah narasi politik milenial PSI.

William Aditya Sarana adalah Caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesi.

Share: Menjawab Tulisan “Mempertanyakan Narasi Politik Milenial PSI”