Kolong jalan layang Jatinegara, Jakarta Timur, tampak gelap dan kosong dari kejauhan. Begitu didekati, jalanan yang padat kendaraan lalu lalang itu ternyata berpenghuni. Merekalah para penjahit yang telah bertahun-tahun bekerja di seberang rel kereta itu.
Di tengah pandemi COVID-19, mereka tetap mencari nafkah di kolong jalan layang di Jalan Pisangan Lama, Jatinegara, Jakarta Timur itu. Lapak-lapak mulai dibentangkan sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Sesekali, para penjahit bekerja sampai malam bila banyak pelanggan yang datang.
Hari-hari ini, penjahit yang menempati kolong jembatan jalan layang Jatinegara tinggal sedikit, berbeda dari puluhan tahun silam.
Januri, pria berusia 65 tahun, dianggap sebagai “sesepuh” di sana. “Saya yang paling lama menjahit di sini, dari tahun 1970 saya sudah di sini. Kalau dulu itu cuma ada enam penjahit, tapi sekarang sudah lumayan banyak. Dulunya memang ayah saya yang menjahit, kemudian diteruskan sama saya,” kata Januri saat berbincang dengan Asumsi.co, Rabu (26/8/20).
Januri mengaku memperoleh Rp50.000 hingga Rp200.000 per hari.
“Awalnya bekerja nggak cuma di bawah jembatan layang Jatinegara saja, tapi di seberang jalan raya ini juga. Terus sempat ditertibkan, pindah lagi, sekarang juga dalam ancaman mau tergusur lagi, tapi belum tahu, baru ada kabarnya saja,” ujar Januri. “Seandainya harus pindah, mau nggak mau cuma buka jasa jahit dari rumah.”
Dari hasil menjahit selama puluhan tahun, Januri berhasil membangun rumah. Ia mulai sejak berumur belasan tahun.
Sepulang sekolah Januri kerap mengunjungi ayahnya, Muchsin, yang sedang menjahit. Tentu ia memerhatikan aktivitas menjahit sang ayah hingga akhirnya pelan-pelan belajar menjahit sendiri. Januri pun berinisiatif membuka sendiri lapak jahit ayahnya selepas pulang sekolah. Pelan-pelan ia malah bisa menghasilkan uang sendiri dan menabung.
Alhasil, pada tahun 1990, setelah melewati usaha yang gigih dengan fokus bekerja dan mengumpulkan uang, Januri berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp2 juta. “Akhirnya bisa beli tanah di tahun 1990 dan bisa bangun rumah sendiri di daerah Cipinang,” kata Januri.
Januri merupakan satu dari amat banyak pekerja keras di Jakarta. Dia ada, dia bertahan, dia menemukan jalan.