Isu Terkini

M Taufik, Mantan Narapidana yang Dipilih Gerindra Sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Politisi Indonesia dan korupsi nampaknya jadi sesuatu yang terus berkaitan satu sama lain. Di berbagai instansi dan posisi, korupsi terus terjadi. Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghambat koruptor menjadi calon legislatif untuk Pemilu 2019 nanti saja tidak diindahkan oleh para partai pengusung. Alasannya, adalah pelanggaran hak asasi manusia untuk tidak memberikan kesempatan seseorang ikut kontes pemilihan umum ‘hanya’ karena ia korupsi.

Saat ini, DKI Jakarta sedang dalam proses memilih wakil gubernur baru karena ditinggal oleh Sandiaga Uno menjadi calon wakil presidennya Prabowo untuk Pemilu 2019 nanti. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Gerindra, partai pengusung Anies-Sandi di Pemilu DKI 2017 lalu, telah menetapkan nama untuk diberikan ke Anies mengenai wakilnya. Memang sih belum pasti, karena partai lain yang juga membantu Anies menang, ekhem, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedang berupaya untuk menetapkan kadernya menjadi wakil Anies Baswedan di jabatan kedua tertinggi di ibukota. Dinamika politik ini pun sedang mencapai tahap diskusi antara M Taufik dan Gerindra dengan PKS.

Nah, yang unik dari M Taufik adalah ia merupakan seorang mantan narapidana akibat kasus korupsi. Saat ini, namanya sudah terdaftar jadi calon legislatif dari Partai Gerindra pula. Dua hal tersebut ternyata enggak menyurutkan niat Gerindra untuk mencalonkan M Taufik, dan justru semakin gigih untuk memperjuangkannya. Agak unik memang, partai yang satu ini.

Berbicara dengan Kompas.com di bulan Agustus 2014 lalu, kakak dari Mohammad Sanusi ini sebenarnya pernah blak-blakan tentang kasus korupsi yang menimpanya. “Enggak jelas itu tuduhannya. Saya dibilang korupsi Rp200 juta pengadaan whiteboard yang panjangnya kurang 2 cm, buat dibagi-bagi ke TPS. Masalahnya pas itu saya ketua KPU-nya, saya yang tanda tangan, saya penanggungjawabnya, ya saya yang kena. Setahun saya mendekam oleh Kejati DKI, tahun 2005 keluar,” ungkap M Taufik.

Sebagai mantan narapidana di tahun 2005, ternyata M Taufik diberikan kesempatan oleh Gerindra. Tidak tanggung-tanggung, Taufik ditunjuk menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra DKI Jakarta. Selain menjadi calon legislatif dari Gerindra untuk masa bakti 2019-2024, saat ini ia pun menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta masa bakti 2014-2019. Ketika isu mengenai larangan mantan napi korupsi menjadi caleg, ia menjadi salah satu nama yang paling begitu kuat menolaknya. Menurutnya, KPU tidak perlu membuat aturan sendiri dan lebih baik mengacu pada Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. “UU Pemilunya membolehkan selama tidak dicabut hak politiknya. Kayak dulu saja, dulu juga kan begitu,” ungkap Taufik.

Berselisih dengan Ahok

Terlepas dari embel-embel mantan narapidana korupsi, ia juga dikenal banyak berkomentar tentang isu-isu lain yang cukup menjadi perbincangan di khalayak ramai. Salah satunya adalah di tahun 2014 ketika ia menantang Ahok untuk pindah kewarganegaraan saja. Kasusnya adalah saat itu, M Taufik menantang Ahok karena menolak pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, apalagi disahkan oleh DPR. Dilansir dari merdeka.com, “Bila DPR putuskan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, apa sikap dia? Itu kan kebijakan negara. Sebagai warga negara, dia mau keluar enggak dari bangsa ini? Dia pindah warga negara. Mestinya begitu kalau mau ikut konsistensi berpikir,” ucapnya di hari Rabu (10/9/2014).

Tidak sampai di situ, ia pun pernah menyempilkan komentarnya tentang pendukung Ahok ketika warganet mengkritik kebijakan Anies Baswedan memperluas ganjil-genap di DKI Jakarta untuk Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018. M Taufik juga sempat berkata, “Ini karena Pak Aniesnya gubernnya. Itu yang marah-maraha netizen-nya Ahok. Kalau netizen-nya Pak Anies, kan, enggak,” ungkap Taufik, di Gedung DPRD DKI, hari Kamis (2/8/2018) kepada media.

Taufik pun melanjutkan bahwa kemacetan memang jelas menurun di daerah yang diterapkan ganjil-genap. Sedangkan di tempat lain, memang dipastikan macet, karena kondisi Jakarta yang begitu padat. “Kalau enggak mau macet mesti ada 3 lantai jalan di Jakarta karena jumlah kendaraan yang tidak sebanding. Tapi saya bersyukur ini di Sudirman-Thamrin yang tadinya macet setengah mati, sekarang sore pun bisa jalan,” tuturnya.

Share: M Taufik, Mantan Narapidana yang Dipilih Gerindra Sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta