Internasional

Lulus SMA Langsung Punya Rumah? Sekolah Ini Atur Kurikulumnya

Irfan — Asumsi.co

featured image
Situs Build UP

Memiliki rumah selama ini dipercaya menjadi kebutuhan primer selain pangan dan sandang. Tetapi nyatanya, memiliki sebuah hunian idaman tidaklah mudah. Bahkan banyak fakta yang menunjukkan kalau generasi milenial semakin kesulitan memiliki rumah sendiri.

Faktornya banyak. Di Indonesia, mengutip laman berkeluarga.id, paling tidak ada lima faktor yang membuat kaum milenial kesulitan memiliki hunian. Mulai dari kenaikan upah yang rendah, gaya hidup konsumtif, hingga berubahnya mindset yang belum sepenuhnya menganggap rumah sebagai kebutuhan pokok. Selain itu, pilihan generasi kini yang enggan bekerja di perusahaan membuat pengajuan KPR sulit. Kemudian tingginya uang muka serta suku bunga KPR yang mengambang dipercaya menjadi faktor yang turut memengaruhi.

Sementara, data Kementerian Perkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, tahun 2016, mengungkapkan perkiraan angka kebutuhan rumah di Indonesia bisa mencapai 30 juta unit pada tahun 2025.

Terus gimana dong? Hmm, mungkin kita bisa belajar dari praktik baik yang terjadi di Amerika ini.

Mark Martin, warga AS, menginisiasi sebuah sekolah bernama Build UP pada tahun 2018. Di Build UP, Martin merancang sistem yang melatih para anak muda untuk berkarir di bidang konstruksi dan real estat.

Tapi, jangan berpikir bahwa sistem pendidikan Martin begitu tergesa, seperti program rumah murah. Martin berpijak pada pendidikan dengan merangkul kaum muda berpenghasilan rendah di kotanya. Para anak muda ini lantas dilatih untuk berkarir di bidang konstruksi dan real estat dengan magang berbayar melalui bisnis kemitraan di masyarakat.

Dengan program yang dibuat setingkat diploma bergelar associate’s degree, peserta yang telah menyelesaikan program dalam kurikulum enam tahun, bisa menjadi pemilik rumah sendiri dengan membeli salah satu properti yang direnovasi oleh program.

Mengutip wawancara Martin dengan CNN, meski program itu masih terbilang baru, tapi ambisinya tidak tanggung-tanggung. Program itu bertujuan mengeluarkan seseorang dari posisi penyewa, menjadi pemilik rumah.

Pada fastcompany.com, Martin mengatakan sangat penting menciptakan sebuah jalur menuju kepemilikan rumah, bukan hanya tempat yang terjangkau untuk disewa. Dia menilai intervensi pemerintah sebagai solusi hunian selama ini sangat terbatas di sewa rumah yang murah, perumahan milik publik yang dapat memberikan sejumlah uang untuk disubsidi, atau tempat tinggal gratis. Namun, apa yang dilakukan selama ini tidak pernah mengubah bangunan aset dan aspek ekuitasnya.

“Bagi kami, jika kami ingin mengubah kesenjangan kekayaan rasial di negara ini, kami harus memikirkan keadilan secara berbeda: tidak hanya dalam hal keadilan, tetapi dalam hal kepemilikan,” ucap Martin.

Bagaimana Build UP dimulai?

Build UP dibangun atas pendirian Martin, pendidik yang kini menjadi wirausaha sosial, yang memandang bahwa pendidikan perlu mengatasi tantangan kekinian. Ide ini lantas terhubung dengan lingkungan sekitarnya di Ensley, bagian dari Birmingham, yang merupakan daerah dengan penghasilan sangat rendah.

“Para guru berjuang untuk membantu siswa yang bermasalah — dari kelaparan ketika orang tua mereka tidak mampu membeli makanan hingga penyakit mental — namun pada beberapa momen, para guru merasa bahwa upaya mereka sia-sia,” kata Martin.

Bukan tanpa alasan pula Martin memfokuskan pendidikan di programnya pada perumahan. Menurut dia, Ensley dibangun sebagai lingkungan bagi para pekerja di pabrik baja. Tetapi ketika pabrik baja ditutup, kebanyakan keluarga kulit putih pindah ke pinggiran kota dan membuat populasi di kota itu menyusut.

Beberapa rumah kosong menjadi sangat bobrok dan kemudian dirobohkan; yang lain kosong selama beberapa dekade. Sementara di sisi lain, rumah kontrakan yang tersedia di daerah tersebut sangat memprihatinkan.

“Di Birmingham, semua anak didik kami adalah Afrika-Amerika. Semuanya berasal dari latar belakang berpenghasilan rendah. Bahkan sebagian besar sebenarnya berada di bawah garis kemiskinan. Mereka tinggal di kontrakan buruk dengan situasi yang serba tidak mengenakkan,” ucap Martin.

Alasan-alasan ini pula yang membuat program Build UP menargetkan siswa yang berisiko putus sekolah untuk bergabung.

Belajar Sambil Mendapat Penghasilan

Di sekolah ini, siswa yang terlibat tidak hanya diajarkan bagaimana merenovasi dan membangun rumah tetapi juga digaji. Siswa pemula mendapatkan 125 USD setiap dua pekan, dan ketika siswa naik ke level yang berbeda, jumlah itu meningkat hingga maksimum 200 USD. Mengutip CNN, saat ini ada 65 siswa yang terdaftar di Build UP, dengan usia rata-rata mereka adalah 15 tahun.

Menurut Martin, dengan begitu, siswa setidaknya punya keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi pemilik rumah. Mereka belajar bagaimana melakukan perbaikan sendiri dan bagaimana membuat anggaran.

Dengan memberi siswa cek gaji setiap dua pekan, dan memperlakukan mereka seperti pekerja profesional menjadi dasar bagi Martin untuk mengajarkan anak didiknya soal pengelolaan keuangan, perencanaan yang bijaksana, hingga berinvestasi.

“Pada akhirnya, siswa kami harus sukses,” kata dia.

Program ini juga bekerja dengan banyak mitra di lingkungan tempat tinggal tersebut, termasuk profesional kesehatan mental ketika siswa membutuhkan bantuan ekstra. Dalam proses renovasi, Build UP juga bekerja sama dengan pemilik rumah kaya di pinggiran kota yang sering merobohkan rumah-rumah tua untuk membangun kembali rumah-rumah yang lebih besar. Dengan menyumbangkan rumahnya untuk direnovasi oleh Build UP, mereka akan mendapatkan keuntungan dari pengurangan pajak.

Selama satu setengah tahun terakhir, 25 pemilik telah menyumbangkan rumah-rumah tua ini, yang jika tidak akan dihancurkan; mereka diangkut ke tempat kosong di Birmingham, tempat siswa mulai mengerjakannya.

“Kami pada dasarnya mendaur ulang rumah yang tadinya akan dibuang ke tempat pembuangan sampah,” kata Martin. Kepada CNN, Martin mengatakan, proses ini juga memberi kesempatan pada siswa Build UP untuk mempelajari cara memasang kembali rumah dan meletakkannya di atas fondasi baru.

Siswa yang memenuhi kriteria pendapatan dan stabilitas keuangan tertentu di akhir program akan memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman berbunga 0 persen yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Pengembangan Masyarakat yang bekerjasama dengan Build UP. Pada saat mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman, mereka sudah bisa pindah ke properti yang telah direnovasi sebagai penyewa. Ini juga bagian dari pembelajaran di mana siswa diminta mempersiapkan diri untuk bertanggung jawab pada pemeliharaan properti mereka sendiri.

Sejak sekolah diluncurkan, hingga Maret 2021, keluarga siswa telah pindah ke tujuh rumah yang telah direnovasi. Empat lainnya akan segera selesai. Perlahan-lahan program ini mulai mengubah Ensley dan mengubah cara siswa memandang diri mereka sendiri. Para siswa telah menjadi harapan dan agen perubahan untuk tempat tinggalnya sendiri.

“Bayangkan setiap hari kamu menyusuri lingkungan yang busuk dan tiba-tiba, pada suatu hari, kamu yang membuat perubahan dengan membersihkan semua penyakit busuk itu dan menjadikannya katalisator untuk lebih banyak perubahan dalam lingkungan tempat tinggalmu,” kata Martin.

Kontrak dari perusahaan pinjaman hipotek Fannie Mae’s Sustainable Communities Initiative juga membantu penyebaran program. Tim tersebut berencana untuk segera membuka sekolah kedua di lingkungan lain di Birmingham, dan kemudian satu sekolah lainnya di Cleveland. Ia juga berencana menawarkan pelatihan bagi mereka yang ingin memulai sekolah serupa.

Saat berkembang ke komunitas baru, Martin mencari area di mana jaringan mitra baru siap untuk bekerja sama, termasuk penyandang dana dan perusahaan konstruksi yang dapat mempekerjakan siswa.

“Model kami mengambil orang-orang muda, yang merupakan aset komunitas kami yang paling berharga, dan memberdayakan mereka untuk benar-benar memimpin ke arah mana pun yang dibutuhkan oleh lingkungan tempat tinggal mereka. Visi kami adalah memberdayakan dan membekali anak muda dan lingkungan tempat tinggalnya untuk menentukan masa depan mereka sendiri,” kata Martin.

Dampak Positif Build UP

Dampak positif dari apa yang dilakukan Martin diakui sudah bisa dirasakan oleh warga Ensley. Kepada CNN, Jomaree Davis (17) siswa tahun ketiga dalam program ini mengaku lebih menikmati gaya belajar Build UP daripada sekolah sebelumnya. “Saya seorang pembelajar langsung. Saya tidak bisa benar-benar duduk dan hanya melihat papan. Saya harus melakukan pekerjaan secara fisik,” kata Davis.

Davis akan lulus di tahun ketiga Build UP pada bulan Mei yang setingkat dengan SMA, dan telah memutuskan akan bergabung kembali dengan program ini untuk mengejar gelar associate-nya. “Saya ingin melakukan sesuatu dalam bisnis, karena saya ingin mendapatkan gelar MBA. Saya selalu ingin bekerja untuk diri saya sendiri,” kata Davis seraya menambahkan bahwa dia bercita-cita membuka bisnis pembongkaran di masa depan.

Davis merupakan salah satu siswa yang telah tinggal di rumah sewa baru yang direnovasi oleh Build UP. Di rumah mereka sebelumnya, mereka memiliki masalah jamur, dan pemilik menyarankan untuk mengecatnya. Namun, lewat pembelajaran di Build UP, Davis mulai paham kalau masalah jamur itu tidak akan selesai hanya dengan dicat. “Ketika kamu memasuki dunia konstruksi, kamu cenderung melihat sesuatu lebih dekat dan kamu akan bisa membedakan apa yang salah dan apa yang benar,” katanya.

Sharon, ibu Davis, juga dilibatkan sebagai sukarelawan AmeriCorps di Build UP. Sharon berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan di kelas dan di lokasi renovasi. Selain Davis yang merupakan anak pertamanya, anak bungsunya juga kini menjadi siswa tahun pertama di Build UP.

“Kami mencoba menanamkan kepada anak-anak bahwa lingkungan tempat tinggal berarti bersatu dalam satu kesatuan. Kami dapat melakukan banyak hal. Jika kami memiliki rumah di blok, kami dapat mengumpulkan dana dan membeli properti rusak lainnya di jalan,” kata Sharon.

Sharon juga akan lulus dengan gelar associate di bidang teknologi pengelasan, dan berencana melanjutkan studinya di bidang teknik pengelasan. “Pendidikan adalah pembebasan,” katanya.

Mengutip Alabama News Center, Anggota Dewan Kota Birmingham, John Hilliard mengatakan, Build UP telah menunjukkan cara belajar menggunakan tangan untuk membantu membangun kembali Amerika. Hilliard percaya, bahwa Build UP dapat memberdayakan anak-anak muda dan membantu mereka membawanya ke generasi berikutnya.

“Karena mereka akan menjadi arsitek, mereka akan menjadi orang Mesir dari piramida masa depan. Mereka akan mendefinisikan Amerika dengan cara yang benar-benar baru. Mereka akan menjadi mentor bagi cucu saya dan cucu lain serta anak-anak di seluruh negeri,” kata Hilliard.

Ya, mungkin yang dilakukan Martin bersama Build UP tidaklah besar. Tapi rasanya Martin selalu percaya bahwa hal kecil yang melibatkan komitmen seluruh komunitasnya akan mengubah dunia. Seperti kutipan Margaret Mead –antropolog Amerika– yang disematkan di kanal “about us” laman Build UP: “Never doubt that a small group of thoughtful, committed citizens can change the world; indeed, it’s the only thing that ever has“.

Share: Lulus SMA Langsung Punya Rumah? Sekolah Ini Atur Kurikulumnya