Isu Terkini

Literasi Media, Cara Biar Tak Mudah Termakan Hoaks

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Bahaya hoaks memang tampak jelas merugikan banyak orang. Informasi yang keliru itu akan menyerang dan masuk ke pemikiran satu generasi dan belum tentu bisa terklarifikasi di generasi berikutnya. Ada beberapa faktor mengapa publik bisa dengan mudahnya mempercayai kabar bohong. Di antaranya yaitu pembaca berita tidak benar-benar membaca konten yang dipublikasikan pewarta, dan juga tidak mencari referensi berita lain apalagi melakukan verifikasi.

Sialnya, meski salah persepsi, para penelan berita mentah-mentah itu dengan dermawannya membagikan informasi tersebut kepada kerabat juga orang-orang yang tak mereka kenal. Padahal kekeliruan sebuah berita sangat punya daya untuk menggerakan massa ke dalam gerakan-gerakan yang mungkin bisa menimbulkan konflik horizontal, perang antar saudara, dan sikap saling membenci meski satu bangsa.

Memasuki era banjir informasi yang diwadahi dengan kecanggihan teknologi, nyatanya tak sejalan dengan minat baca masyarakat Indonesia yang tergolong rendah. Berdasarkan studi “Most Literred Nation in the world 2016”, minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Padahal dengan seringnya membaca, seseorang akan mempunyai kemampuan memahami teks jauh lebih baik dibanding mereka yang jarang membaca.

Baca juga: Asal Mula Kata ‘Hoax’ Mulai Terkenal di Media

Kemampuan memahami teks sendiri disebut sebagai literasi. Istilah literas sendiri digunakan secara secara luas pada ranah yang berbeda-beda, seperti literasi media, literasi komputer, literasi digital, literasi  politik, dan lainnya.

Dari buku The Teacher’s Guide to Media Literacy, Thoman E. & Jolls T mengatakan bahwa literasi media ini adalah kemampuan seseorang untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan sampai pada memproduksi informasi untuk hasil-hasil yang spesifik. Literasi media juga berarti kemampuan mengaplikasikan pemikiran kritis terhadap media massa, dengan cara seperti itulah seorang warga negara mampu menciptakan kesadaran untuk bangsanya.

Jika ingin menyandingkan dengan kondisi media saat ini yang dominan memanfaatkan perkembangan teknologi, ada sebuah istilah baru dalam praktik literasi itu sendiri, yaitu literasi digital. Literasi digital hakikatnya sama dengan literasi media, sama-sama harus bisa memahami konteks, dan mau mengevaluasi kontennya jika memang ada kekeliruan meski hanya di sebaris kalimat saja.

Kita sendiri tidak bisa menampik bahwa media saat ini tidak hanya dibentuk sebagai sarana informasi dan pendidikan seperti semangat awal penciptaannya. Setidaknya kini media punya beberapa tuntutan, diantaranya media sebagai pembuka kebenaran, media sebagai industri komersial, dan juga media sebagai instrumen politik.

Baca juga: Misinformasi dan Disinformasi, Beda Tujuan Dengan Bahaya yang Serupa

Maka dari itu, pentingnya kehadiran literasi media untuk memproteksi dampak negatif dari media itu sendiri. Sebab sesugguhnya media masih memiliki fungsi yang positif, sebagai salah satu sumber belajar misalnya. Literasi media itu sendiri perlu dilakukan untuk mempelajari struktur dan isi pesan dari sebuah media.

Dalam buku Masyarakat dan Teks Media, Abdul Wahid mengutip Potter (2011, h. 44-52) yang menjabarkan bahwa kemampuan literadi media bisa dilihat dari dua aspek penting. Pertama kemampuan membaca pesan (message extending skill), jadi masyarakat dituntut dapat melakukan analisa sederhana tentang teks media, membandingkan bagaimana media satu dengan yang lainnya menyajikkan teks dan makna yang berbeda.

Ketika masyarakat sudah mampu membedakan, kemampauan menilai (evaluate) dan menyimpulkan sebuah teks media dapat diasah. Di dimensi kedua ini masyarakat dituntut untuk bisa menyusun elemen baru, dari keterkaitan fenomena satu dengan fenomena yang lainnya.

Sebab literasi media memang diarahkan untuk menciptakan dan mengembangkan kemampuan masyarakat dalam menilai media secara kritis. Sehingga kita bisa berpartisipasi dalam mengawasi dan memantau perkembangan media. Tujuan akhirnya sederhana, media mau memproduksi informasi yang valid untuk kepentingan publik.

Share: Literasi Media, Cara Biar Tak Mudah Termakan Hoaks