Isu Terkini

Lika-Liku Perjuangan Demokrasi di Hong Kong

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Menurut sebagian orang, Hong Kong bukanlah bagian dari Cina. Kedua entitas ini merupakan dua hal yang terpisah dengan kondisi domestik yang berbeda. Namun bagi sebagian orang lainnya, Hong Kong adalah bagian dari Cina. Yang menarik, kedua pernyataan yang seolah bertentangan ini benar adanya.

Secara administratif, wilayah Hong Kong adalah bagian dari Cina Daratan. Sedangkan dari segi peraturan dan pemerintahan, Pemerintah Cina memberikan otonomi kepada Pemerintah Hong Kong. Istilah yang resmi digunakan untuk menjelaskan hubungan di antara keduanya adalah “satu negara, dua sistem”. Bagaimana kedua pihak tersebut sampai pada kondisinya saat ini?

Sejarah Hubungan Hong Kong-Cina

Wilayah Hong Kong dirampas Inggris Raya dari Cina dalam Perang Candu. Kemudian, pada 1898, Cina berhasil menegosiasikan kepemilikan Inggris Raya atas Hong Kong menjadi “sewa” selama 99 tahun. Pada tahun 1984, kesepakatan dicapai antara Cina dan Inggris Raya. Di dalam kesepakatan tersebut, disebutkan bahwa Inggris Raya akan menyerahkan Hong Kong pada Pemerintah Cina daratan. Penyerahan tersebut direalisasikan pada tahun 1997.

Di dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa Cina setuju untuk memberikan Hong Kong otonomi yang lebih besar dibanding wilayah lainnya. Hong Kong diberi kebebasan untuk mengatur wilayahnya sendiri, kecuali untuk urusan-urusan luar negeri dan pertahanan. Persetujuan ini berlaku selama 50 tahun.

Pemimpin Hong Kong bukanlah seorang presiden. Istlah yang digunakan oleh Hong Kong adalah “Chief Executive” atau “Pemimpin Eksekutif”.  Pemimpin Eksekutif ini tidak dipilih secara langsung oleh rakyat Hong Kong, melainkan 1.200 anggota komite pemilihan. Mayoritas dari perwakilan ini dianggap Pro-Beijing.

Wacana Pemilihan Umum Langsung Hong Kong Dianggap Belum Transparan

Pemerintah Cina sempat berjanji kepada masyarakat Hong Kong bahwa mereka dapat memilih Pemimpin Eksekutif secara langsung pada tahun 2017. Namun, di tahun 2014, komite pemilihan mengatur bahwa pemilih hanya dapat memilih dua atau tiga kandidat yang sudah diseleksi oleh komite pencalonan.

Komite pencalonan ini dibentuk oleh komite pemilihan yang dianggap pro-Beijing. Tiap-tiap kandidat harus memenuhi syarat 50 persen atau lebih dukungan komite pencalonan untuk dapat maju di pemilihan umum.

Mekanisme pemilihan ini dianggap aktivis demokrasi Hong Kong sebagai cara untuk menyaring para calon yang ingin maju sebagai Pemimpin Eksekutif. Penyaringan ini dilakukan demi memastikan kepentingan Cina tetap dapat tersalurkan, meskipun Pemimpin Eksekutif dipilih secara langsung.

Ada Kelompok yang Menentang Demokrasi Penuh

Meski Hong Kong terasa seperti “surga” demokrasi di tanah Cina, ada beberapa kelompok yang justru menentang wacana penerapan demokrasi penuh. Kelompok-kelompok pro-Beijing, seperti Silent Majority for Hong Kong dan Caring Hong Kong Power, mengkritisi bahwa usaha untuk menciptakan demokrasi penuh di tanah Hong Kong bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.

Kelompok-kelompok pro-Beijing merasa bahwa ketidakpatuhan sipil yang terus ditunjukkan oleh aktivis pro-Demokrasi dapat meningkatkan tensi antara Pemerintah Cina dan Hong Kong. Jika tensi ini terus memanas, kelompok-kelompok ini khawatir ekonomi Hong Kong dapat terganggu. Selain itu, hubungan dengan Cina yang memburuk juga dapat berakibat fatal bagi kelangsungan warga Hong Kong secara keseluruhan.

Meski demikian, keberadaan kelompok pro-Beijing ini juga masih diragukan kekuatannya. Kelompok-kelompok ini cenderung jarang melakukan demonstrasi. Bahkan, terdapat tuduhan yang menyebutkan bahwa kelompok ini adalah kelompok bayaran dengan tujuan menghambat tercapainya Hong Kong yang demokratis.

Share: Lika-Liku Perjuangan Demokrasi di Hong Kong