General

Dua Kasus Pelanggaran Etik Ringan Arief Hidayat dan Penentuan Nasibnya di Mahkamah Konstitusi

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Hi guys! Ada yang lagi deg-degan nih di Mahkamah Konstitusi (MK) karena terancam diberhentikan dari jabatannya. Lo bisa tebak enggak siapa? Yup, siapa lagi kalau bukan Ketua (MK) Arief Hidayat. Kemungkinan ini muncul karena dalam rentang waktu satu tahun, atau sejak 2016 hingga 2017 aja, Arief sudah tiga kali dilaporkan ke Dewan Etik. Dalam dua laporan sebelumnya, Arief telah terbukti melakukan pelanggaran etik ringan dan diberikan hukuman berupa teguran lisan.

Namun jika sekali lagi Arief dikenakan sanksi ringan, maka akumulasi dari ketiga sanksi ringan itu sama dengan sanksi berat. Apabila hal itu sampai terjadi, maka Dewan Etik MK bisa mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan MK untuk proses pemberhentian Arief Hidayat.

“Ini tidak sama dengan aturan main bola kalau dua kartu kuning lalu harus keluar lapangan. Ini harus tiga kali pelanggaran ringan baru bisa disebut pelanggaran berat dan bisa dibentuk Majelis Kehormatan MK,” kata Ketua Dewan Etik Mahkamah Konstitusi Achmad Roestandi, dilansir dari Kompas pada 28 Februari.

Dewan Etik MK pun akan memeriksa pihak pelapor pada pekan depan.

“Minggu depan baru mau dipanggil yang melapor,” kata anggota Dewan Etik MK Salahuddin Wahid dikutip dari Merdeka.com pada Selasa, 27 Februari kemarin.

Dua kasus pelanggaran etik ringan Arief Hidayat

Perlu diketahui, Arief Hidayat pertama kali kena kasus pelanggaran etik ringan pada 16 April 2016. Kasusnya itu terkait surat titipan atau katebelece yang dialamatkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk ‘membina’ seorang kerabat Arief. Dalam katebelece itu, pesan Arief berbunyi, “Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak.” Atas temuan Dewan Etik itulah, akhirnya Arief mendapatkan sanksi ringan berupa teguran lisan.

Kemudian kasus kedua yang membuat Arief mendapatkan sanksi ringan berikutnya adalah saat terjadi pelanggaran etik berupa pertemuan Arief dengan petinggi Komisi III DPR RI  di luar ketentuan MK. Pertemuan ini  kabarnya bertujuan agar sang Ketua MK bisa terpilih lagi menjadi hakim konstitusi. Kasus ini mulai terkuak setelah dilaporkan oleh Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi pada 6 Desember 2017. Atas kasus tersebut, Arief kembali mendapatkan sanksi ringan berupa teguran lisan.

Kasus ketiga Arief, bisa jadi kasus pamungkas?

Terakhir, laporan terbaru yang bakalan diproses oleh Dewan Etik adalah tentang kasus Arief yang katanya sempat melontarkan pernyataan tanpa bukti tentang pegawai MK bernama Abdul Ghoffar ke media massa. Dalam pernyataannya itu, Arief bilang bahwa Ghoffar kerap tidak masuk kerja dan meminta jabatan struktural di MK.

Tudingan yang dilontarkan Arief itu bermula dari tulisan opini Abdul Ghoffar yang dimuat harian Kompas pada 25 Januari 2018 berjudul ‘Ketua Tanpa Marwah’. Dalam tulisannya, peneliti muda dari Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara MK  itu menyinggung tentang pelanggaran etik Arief Hidayat yang udah dua kali terjadi sejak menjabat sebagai Ketua MK. Di situ, Ghoffar juga membandingkan kasus Arief Hidayat dengan mantan hakim MK Arsyad Sanusi yang pada 2011 mundur setelah terbukti melanggar kode etik ringan.

Setelah Arief Hidayat menuding balik tanpa bukti, akhirnya Ghoffar pun ikut melaporkan pelanggaran kode etik untuk Ketua MK pada 31 Januari 2018 lalu.

Share: Dua Kasus Pelanggaran Etik Ringan Arief Hidayat dan Penentuan Nasibnya di Mahkamah Konstitusi