Isu Terkini

Keuntungan Indonesia Tangani COVID-19 karena Berbentuk Negara Kepulauan

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

“Negara kita ini negara kepulauan, karena itu pemahaman mengenai penyebaran COVID-19 sangat penting dalam menangani pandemi di Indonesia. Tidak bisa dibandingkan dengan negara lain yang bukan kepulauan,” kata Jokowi dalam rapat terbatas penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (14/9/20).

“Intervensi untuk pembatasan berskala lokal penting sekali dilakukan, baik manajemen intervensi dalam skala lokal maupun komunitas. Sehingga jangan buru-buru menutup sebuah wilayah, menutup sebuah kota, menutup sebuah kabupaten, dan kalau kita kerja berbasis data, langkah-langkah intervensinya berjalan efektif dan bisa segera menyelesaikan masalah-masalah di lapangan.”

Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan bahwa suatu wilayah umumnya tidak seluruhnya merupakan zona merah COVID-19. Begitu pula setiap RT, RW, desa, kelurahan, maupun kecamatan, yang tentu saja memerlukan perlakuan yang berbeda dalam penanganan.

“Penanganan jangan digeneralisir. Di sebuah kota atau kabupaten sama, tidak semua kelurahan, kecamatan mengalami merah semua. Ada yang hijau, kuning. Itu perlu treatment yang berbeda-beda,” ucapnya.

Negara Kepulauan Bisa Batasi Transportasi Laut dan Udara

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan mengungkapkan bahwa Indonesia semestinya diuntungkan dengan kondisi geografis negara kepulauan dalam menangani COVID-19, misalnya dengan melakukan pembatasan transportasi antar pulau, baik air maupun udara.

“Jika satu pulau bisa mengendalikan epideminya, selama ada pembatasan transportasi antar pulau, epidemi bisa tetap terkendali,” kata Iwan kepada awak media, Senin (14/9/20).

“Mulai naik tanggal 31 Juli saat Bali dibuka untuk turis domestik, pergerakan orang dari Pulau Jawa ke Bali meningkat. Terus meningkat pada liburan 17 Agustus dan kasus COVID ikutan naik. Setelah itu terus naik, karena transmisi lokal sudah terjadi. Pariwisata masih rawan terhadap COVID,” ujarnya.

Selain itu, Iwan menyebut kenaikan kasus tersebut terjadi karena kurangnya penerapan protokol kesehatan. Menurutnya, berdasarkan simulasi terbaru efek masker, kalau saja minimal 80 persen penduduk menggunakan masker atau cakupan pemakaian masker, penularan dapat dikendalikan.

“Berarti protokol kesehatan belum mampu untuk tetap mengendalikan epidemi di Bali setelah mereka membuka pariwisata. Kemungkinan besar karena protokol kesehatan belum dilakukan oleh sebagian besar masyarakat,” jelasnya.

Iwan juga menyoroti perihal penerapan PSBB, yang menurutnya merupakan rem darurat untuk menurunkan transmisi lokal dalam waktu cepat. “Selama PSBB, harus disiapkan sistem tes-lacak-isolasi yang baik, komunikasi risiko dan protokol yang baik, serta pemantauan pelaksanaan protokol kesehatan yang baik,” kata Iwan.

Lalu, ketika PSBB dilonggarkan, Iwan mengingatkan bahwa ada beberapa upaya yang juga harus dilakukan. Seperti tes, lacak, isolasi, serta secara masif menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

“Jika tes-lacak-isolasi dan pelaksanaan 3M (mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak) tidak diperbaiki, ya percuma, begitu PSBB dilonggarkan, kasus naik lagi. Rasio lacak minimal harus 1:10-1:30,” ucapnya.

Pakar biologi molekuler Ahmad Rusjdan Utomo menilai bentuk negara kepulauan justru mempermudah Indonesia mengendalikan penyebaran COVID-19. Sebab, menurutnya, mobilitas penularan jadi relatif lebih sulit dibandingkan dengan negara daratan.

“Namun, kalau keuntungan itu tidak digunakan secara maksimal, lalu ketika penularan merebak, warga pulau ‘terjebak’ dan penularan malah jadi intens,” kata Ahmad saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (15/9).

“Saya tidak akan mengajari pemerintah bagaimana mengendalikan wabah. Saya pikir pemerintah sudah punya banyak pakar untuk mengevaluasi apa akar masalahnya, sehingga keuntungan geografis justru tidak digunakan sebaik-baiknya dalam menangani COVID-19.”

Sekat Laut Indonesia Membuat Kurva Pandemi Setiap Pulau Berbeda

Sebelumnya, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menjelaskan fakta yang sama bahwa Indonesia sebenarnya memang memiliki keuntungan dengan status negara kepulauan. Misalnya terkait pola penyebaran yang bisa diantisipasi.

“Negara kepulauan seperti Indonesia akan memiliki pola khusus tersendiri, karena adanya batas alam yang dibatasi laut. Ini seperti lockdown natural yang diberikan alam,” kata Dicky seperti dikutip dari Kompas.

Menurut Dicky, kondisi tersebut justru sebagai bonus geografi Indonesia. Kondisi itu, lanjutnya, bisa membuat penyebaran virus SARS-CoV-2 agak terhambat lantanran wilayah-wilayah di Indonesia dipisah oleh lautan. Pergerakan masyarakat pun jadi lebih mudah untuk diatur sehingga tidak menjangkau pulau lain yang masih belum terinfeksi.

“Sekat laut ini jadi barrier alamiah untuk beberapa pulau kecil dan jauh. Namun, tentu agak kurang efektif untuk pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Sekat laut ini akan membuat kurva pandemi di setiap pulau berbeda-beda.”

Misalnya Pulau Jawa yang diperkirakan akan mengalami puncak pandemi lebih cepat dari pulau-pulau lainnya. Lalu, keuntungan ini tentunya bisa dimanfaatkan oleh pulau-pulau yang masih relatif aman dari kasus infeksi COVID-19 untuk melakukan persiapan apabila virus Corona mulai masuk wilayahnya.

“Untuk kepulauan-kepulauan kecil hal ini sangat mungkin dimanfaatkan untuk proteksi mereka dengan cara tetap lakukan strategi utama (tes COVID-19), sambil memperketat pintu masuk dengan penerapan test trace, isolate (karantina wilayah).”

Menurut Dicky, kalau saja semuanya bisa dimaksimalkan, keuntungan benar-benar bisa didapatkan Indonesia. Dengan begitu, bisa saja angka kasus bisa ditekan lebih optimal, meski Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi. Kondisi ini tentu saja berbeda dengan negara berpenduduk tinggi dengan wilayah daratan yang satu dan luas, seperti Cina, India, dan Amerika Serikat.

“Dengan memaksimalkan keuntungan geografis tersebut akan mengurangi potensi peningkatan beban fasilitas layanan kesehatan dan ini harus terus dipertahankan sampai dunia menemukan solusi atas pandemi ini, berupa obat atau vaksin atau solusi lainnya,” ujarnya.

Share: Keuntungan Indonesia Tangani COVID-19 karena Berbentuk Negara Kepulauan