Isu Terkini

Kerja Sama Pembangunan di Kelaziman Baru

Nadia Putri — Asumsi.co

featured image

Pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap berbagai ranah pemerintahan, termasuk perancangan kerja sama pembangunan. Knowledge Sector Initiative (KSI) berkolaborasi dengan Pemerintah Australia, Kementerian PPN/Bappenas, dan Asumsi menggelar seri webinar KSIxChange #23 untuk mengidentifikasi penyesuaian kebijakan dan strategi kerja sama pembangunan saat ini. Webinar yang disiarkan Kamis, 4 Juni 2020, melalui Zoom meeting yang disiarkan juga di kanal YouTube Asumsi dan Bappenas ini menghadirkan sejumlah narasumber sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia, Korea Selatan, Jerman, Australia, dan badan-badan donor pembangunan seperti Bank Dunia serta Asian Development Bank. Diskusi ini dimoderatori oleh Nina Sardjunani selaku koordinator ahli dari sekretariat Sustainable Development Goals (SDGs).

Sebagai pembukaan, Suharso Monoarfa, selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengatakan bahwa Indonesia telah mempelajari beberapa hal dalam menangani pandemi COVID-19 seperti pembuatan keputusan berdasarkan data dan sains, pembatasan pergerakan manusia secara bertahap berdasarkan sistem zonasi, penerapan protokol kesehatan yang ketat, serta bagaimana memberlakukan pelonggaran pembatasan pergerakan apabila penerapan protokol kesehatan tak berjalan sebagaimana mestinya. Suharso juga menambahkan bahwa kunci dari penerapan pelajaran-pelajaran tersebut adalah kolaborasi antarnegara.

Prioritas semasa pandemi COVID-19 adalah menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa, namun tidak semua negara mempunyai sumber daya yang cukup.

World Health Organization (WHO) menyarankan agar negara-negara mempertimbangkan pelonggaran pembatasan sosialnya apabila dapat memastikan kendali atas penyebaran virus serta kecukupan kapasitas kesehatan untuk mendeteksi, mengetes, mengisolasi, dan merawat tiap kasus COVID-19. Selain itu, tiap negara juga harus  mengurangi risiko penyebaran wabah, memfasilitasi tindakan preventif di tempat-tempat publik, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan kelaziman baru.

Dalam merespons pandemi COVID-19, Indonesia harus menyelaraskan ulang rencana pembangunan tahun 2021 dalam pemulihan ekonomi dan perubahan sosial. Beberapa aspek utama yang perlu diperhatikan termasuk dan tidak terbatas pada pemulihan industri, pariwisata, dan investasi; reformasi sistem pelayanan kesehatan nasional; reformasi sistem sosial; serta reformasi sistem ketahanan bencana. Selain itu, Suharso menambahkan bahwa teknologi digital akan menjadi tulang punggung kehidupan di kelaziman baru.

Indonesia perlu memperkuat kerja sama pembangunan dengan cara melakukan penyesuaian kebijakan, strategi, dan pemerintahan yang lebih lentur dengan mitra pembangunan internasional dalam dalam menyongsong kelaziman baru. Bappenas selaku pemimpin strategis dalam perencanaan pembangunan Indonesia dapat menjadi kunci untuk membentuk ulang masa depan kerja sama pembangunan. Bagi Bappenas, kelaziman baru dapat menjadi peluang untuk menumbuhkan bentuk-bentuk kerja sama baru yang dibutuhkan untuk mewujudkan masa depan tersebut.

Leonard Tampubolon selaku Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas menjabarkan lebih lanjut empat tahapan strategi Indonesia dalam merespons pandemi COVID-19. Tahap pertama adalah memperkuat fasilitas kesehatan, kedua melindungi bisnis-bisnis dan sektor-sektor rentan, ketiga berfokus pada penguatan sektor finansial, dan tahapan keempat adalah program-program pemulihan pasca-pandemi. Tahapan pertama sampai dengan ketiga dijalankan pada tahun 2020, sedangkan tahapan terakhir akan dijalankan pada tahun 2021 dan tahun-tahun setelahnya.

Leonard juga menjabarkan poin-poin kerja sama internasional dengan mitra pembangunan Indonesia. Yang pertama adalah memperkuat dan membuat beberapa pengaturan terkait kebijakan dan strategi kerja sama internasional dalam mendukung pembangunan nasional. Pemulihan sosial-ekonomi, keamanan serta kesehatan harus terintegrasi dengan sektor-sektor infrastruktur, pariwisata, industri domestik, serta usaha kecil dan menengah.

Poin kedua adalah menjaga agar implementasi rencana kerja sama internasional pembangunan Indonesia tidak terganggu. Beberapa perubahan dan pengaturan untuk beradaptasi dengan kelaziman baru dapat dimengerti, namun perubahan tersebut harus sejalan dengan pembangunan dan kerja sama yang telah direncanakan.

Pada poin ketiga, Leonard menekankan bahwa Indonesia tidak bisa berjalan sendiri dalam mengadaptasi kelaziman baru. Dibutuhkan kerja sama multisektoral dengan para pemangku kepentingan untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif di Indonesia.

Sebagai poin terakhir, Leonard menekankan bahwa penerapan protokol  kesehatan sesuai anjuran WHO di era kelaziman baru ini tidak boleh kontraproduktif terhadap rencana pembangunan yang telah disepakati.

Kim Chang-beom selaku Duta Besar Korea Selatan menambahkan bahwa pandemi COVID-19 berpotensi mengubah secara radikal kerja sama di tingkat global maupun nasional. Tidak mungkin menangani pandemi hanya dalam skala nasional. Setiap negara harus saling membantu. Selain itu, ia menambahkan bahwa pandemi COVID-19 ini sudah melampaui batas-batas wilayah. Diperlukan pendekatan yang holistik untuk mengatasinya.

Kim menambahkan, intervensi strategis oleh negara juga penting untuk mengidentifikasi dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi dari pandemi COVID-19. Dibutuhkan paket stimulus untuk program pemulihan setelah pandemi. Kebutuhan ini membuka kesempatan untuk membuat rencana pembangunan yang lebih berkelanjutan. Ia memberi contoh bagaimana Korea Selatan mulai mempertimbangkan Green New Deal. Sebagai poin terakhir, Kim menyorot bahwa persoalan pandemi dapat menjadi katalis untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Indonesia.

Sementara itu, Duta Besar Jerman Peter Schoof mengemukakan bahwa perencanaan kerja sama pembangunan dapat dipandu oleh tiga prinsip. Yang pertama adalah kerja sama pembangunan harus dijalankan dengan adaptif. Kedua, kebijakan-kebijakan yang dibuat harus melindungi aspek keberlangsungan. Ia menekankan bahwa program-program pemulihan setelah pandemi yang lebih berorientasi pada perkembangan produk domestik bruto juga harus memperhatikan isu penting seperti perubahan iklim. Terakhir, kerja sama pembangunan harus difokuskan ulang pada sektor-sektor vital seperti kesiapan logistik dalam sektor kesehatan publik, kesediaan alat kesehatan pada sektor perdagangan, dan sektor-sektor lain yang butuh diperhatikan dalam lingkup nasional agar lebih sigap dalam menghadapi krisis.

Mewakili kedutaan Australia, Allester Cox mengemukakan beberapa prioritas. Kerja sama internasional dan nasional dalam hal keamanan kesehatan adalah prioritas yang pertama disebut. Yang kedua adalah jaring pengaman sosial untuk memastikan stabilitas situasi sosial-ekonomi. Ketiga, Allester membahas mengenai pemulihan ekonomi dan bagaimana mempersiapkan diri untuk krisis serupa di kemudian hari karena pandemi adalah suatu hal yang sulit diprediksi.

Satu Kahkonen selaku direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste mengemukakan tahap-tahap dukungan yang dilakukan Bank Dunia secara global. Pertama adalah dukungan sebesar 14 miliar dolar untuk fasilitas global. Kedua adalah pengawasan saluran pinjaman dan dana darurat global untuk memastikan dana pinjaman disalurkan dengan baik dan tepat guna. Ketiga, dana krisis dari Bank Dunia untuk membantu pemulihan ekonomi setelah pandemi. Terakhir, Satu juga mengemukakan bahwa Bank Dunia, IMF, dan beberapa menteri keuangan dari negara-negara G-20 juga memulai inisiatif penundaan pembayaran hutang sampai dengan akhir 2020 untuk membantu meringankan beban dalam menghadapi krisis pandemi COVID-19.

Khusus Indonesia, Satu Kahkonen mengungkapkan bahwa Bank Dunia memberikan bantuan fiskal sebesar satu miliar dolar yang diprioritaskan untuk beberapa kebutuhan seperti kesiapan sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan untuk membantu respons fiskal dan ekonomi dari pemerintah. Satu juga menambahkan kebutuhan operasi restrukturisasi untuk membantu meningkatkan daya respon terhadap krisis dan mencatat apa saja yang butuh dilakukan untuk memulihkan kondisi perekonomian.

Terakhir, Winfried F. Wicklein sebagai direktur Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia menambahkan bahwa ADB memberikan bantuan pinjaman dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya guna membantu mengatasi krisis. Dari jumlah sebelumnya sebesar sekitar dua miliar dolar, ADB akan menggelontorkan dana pinjaman sebesar empat miliar dolar.

Menanggapi poin-poin mengenai kerja sama pembangunan tersebut, Leonard Tampubolon menambahkan bahwa Indonesia membutuhkan kolaborasi yang kuat dan dapat mengakomodasi baik kepentingan Indonesia maupun kepentingan mitra internasional. Leonard menambahkan, kelaziman baru adalah kesempatan untuk membangun rencana kerja sama pembangunan baru yang lebih kuat. Semua pihak berperan penting dalam membangun tidak hanya kelaziman baru, namun suatu bentuk kelaziman yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Kerja sama baru yang lebih erat dibutuhkan untuk menyongsong masa depan bersama-sama.

Share: Kerja Sama Pembangunan di Kelaziman Baru