Isu Terkini

Kekesalan Prabowo soal Objektivitas Media Massa

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Prabowo Subianto mengungkapkan kekesalannya di hadapan awak media lantaran, menurutnya, sebagian besar media massa tak hadir untuk meliput Reuni 212 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu, 2 Desember 2018 lalu. Hal itu disampaikan calon presiden nomor urut 02 saat berpidato di acara puncak hari disabilitas Internasional, Rabu, 5 Desember 2018.

Prabowo tampaknya sudah tak tahan dengan awak media yang hanya mau mengangkat sisi negatif dirinya saja. Maka dari itu, ia pun mempertanyakan objektivitas media massa yang ia anggap tak mau meliput acara akbar tersebut. Padahal menurutnya, Reuni 212 merupakan aksi besar dengan jumlah peserta yang membludak dan sudah seharusnya aksi itu jadi sorotan media.

“Beberapa hari yang lalu ada acara besar di Monas hadir jutaan orang tapi banyak media di Indonesia tidak melihatnya. Yang hadir banyak kaum disabilitas, tunanetra hadir, mereka datang sejak jam 3 pagi di situ, belum kelompok-kelompok disabilitas lainnya, jutaan hadir tapi banyak media kita tidak melihatnya,” kata Prabowo kepada awak media di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, hari ini.

Prabowo Kritik Objektivitas Media Massa

Maka dari itu, Prabowo pun menyoroti objektivitas media massa yang dianggapnya selalu tebang pilih dalam mengangkat isu ke publik. Apalagi, ia juga merasakan betapa media hanya ingin memberitakan kekurangannya, bahkan ada yang menggoreng setiap kesalahan Prabowo saat berbicara. Hal itulah yang membuat Prabowo kesal dan mempertanyakan kredibilitas media.

“Ini aneh bin ajaib. Mereka saya katakan kelompok itu, kalian tahu yang saya maksud, mereka menunggu gue salah ngomong kemudian digoreng lagi, bicara emak-emak enggak boleh,” ucap ketua umum Partai Gerindra tersebut.

Prabowo mengungkapkan bahwa Reuni 212 merupakan kejadian pertama kali di dunia lantaran terdapat jutaan manusia yang ikut serta, berkumpul tanpa dibiayai oleh pihak manapun. Menurutnya, jutaan massa yang hadir tersebut memang atas keinginan sendiri. Bahkan mereka datang dengan biaya sendiri dan saling membantu sesama peserta lainnya.

Baca Juga: Jejak Prabowo di Papua dalam Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma

“Jadi di mana-mana saya merasakan ada gelombang dukungan arus kuat dari rakyat Indonesia hari ini. Kita dipandang sebelah mata. Kita dianggap karena dibilang kita enggak punya duit, buktinya media hampir semua tidak mau meliput 11 juta lebih orang yang kumpul, belum pernah terjadi di dunia,” ujarnya.

Netralitas media-media arus utama pun dipertanyakan oleh Prabowo. Menurut mantan Pangkostrad itu, media-media yang tak meliput reuni 212 beberapa hari lalu tersebut justru jadi bagian dari media yang memanipulasi demokrasi.

“Tapi hebatnya media-media yang kondang, media-media dengan nama besar, media-media yang mengatakan dirinya obyektif, bertanggungjawab untuk membela demokrasi padahal justru mereka ikut bertanggungjawab, mereka bagian dari usaha manipulasi demokrasi,” kata Prabowo.

“Sudah saatnya kita bicara apa adanya. kita bicara yang bener-bener dan yang salah itu salah. Mereka mau mengatakan yang 11 juta itu hanya 15 ribu. Bahkan ada yang kalau lebih dari 1000, dia nantang minta…ya terserah deh apa yang dia minta, saudara-saudara ini apa yang ingin saya sampaikan.”

Sekali lagi, menurut Prabowo, ada upaya besar untuk memanipulasi demokrasi di Indonesia. Terutama lewat media yang menurutnya lebih memilih untuk memberitakan hal-hal buruk tentangan dirinya. Bahkan, setiap hari, Prabowo mengaku memantau sekitar 8 koran hanya untuk melihat berita bohong soalnya.

“Mereka mengira dengan uang yang besar, uang yang didapat dari praktik-praktik yang tidak benar, kasarnya uang yang mereka dapat dari mencuri uang rakyat Indonesia. Dengan uang itu mereka mau menyogok semua lapisan bangsa Indonesia, semua lapisan, partai politik semua dibeli.”

“Pejabat-pejabat dibeli, rakyat mau dibohongi, rakyat mau dicuci otaknya dengan pers yang terus terang saja banyak bohongnya daripada benarnya. Saudara-saudara, aku tiap hari ada kira-kira 5 sampai 8 koran yang datang ke tempat saya dan saya mau melihat bohong apalagi nih.”

Dari koran-koran yang dibaca dan dilihat setiap harinya, Prabowo hanya mau melihat kabar bohong apalagi yang dicetak media massa. “Dan puncaknya adalah kemarin hari Minggu, puncak mereka menelanjangi diri mereka di hadapan rakyat Indonesia. Ada belasan juta orang, tapi mereka tidak mau melaporkan.”

Baca Juga: Klaim Jumlah Peserta Reuni 212, Bukti Mengumpulkan Massa Lebih Mudah Dibanding Buat Perubahan

“Mereka telah mengkhianati tugas mereka sebagai wartawan, mereka telah mengkhianati tugas mereka sebagai jurnalis. Saya katakan hei media-media yang tidak mau mengatakan ada belasan juta orang atau minimal berapa juta orang di situ, kau sudah tidak berhak menyandang predikat jurnalis lagi, kau boleh cetak, boleh kau ke sini dan ke sana, saya tidak mengakui anda sebagai jurnalis.”

“Tidak usah saya sarankan kalian tidak usah hormat sama mereka lagi. Mereka hanya anteknya orang yang ingin hancurkan Republik Indonesia.”

Donald Trump Juga Pernah Kritik Media di AS

Kekesalan Prabowo terhadap media massa ini tentu mengingatkan kita dengan kekecewaan Presiden AS Donald Trump saat dirinya baru dilantik sebagai orang nomor satu di negeri Paman Sam. Trump marah atas pemberitaan media terhadap upacara pelantikannya.

Ketika berkunjung ke markas Central Intelligence Agency (CIA) di Langley, Virginia, Trump pun mengungkapkan kekesalannya karena dalam pemberitaan, disebutkan bahwa masyarakat AS tidak antusias mengikuti inaugurasi yang mengesahkannya sebagai presiden ke-45. “Saya sedang berpidato. Saya kemudian melihat ada jutaan, sekitar 1,5 juta orang,” kata Trump, seperti dilansir dari AFP, Minggu, 22 Januari 2017.

“Namun, mereka (media) memperlihatkan tanah lapang yang seperti tidak ada orang di sana, dan mereka mengatakan, Donald Trump tidak disambut baik,” ujarnya.

Trump membeberkan bahwa salah satu jaringan televisi memang ada yang menyatakan bahwa pelantikan disaksikan 250.000 orang. Trump menilai, itu bukan jumlah yang sedikit. “Itu tidak jelek, tetapi itu sebuah kebohongan,” kata Trump.

Menurut Trump, situasi sebaliknya justru terjadi saat itu yakni masyarakat AS antusias mengikuti proses inaugurasi. Malah, Trump mengaku melihat massa memadati jalan dari Capitol Hill hingga sekitar 20 blok ke arah Washington Monument.

Saat itu, menurut laporan Otoritas keamanan di Washington, ada setidaknya 800.000 hingga 900.000 orang yang menghadiri inaugurasi Trump tersebut Namun, jumlah tersebut masih jauh lebih sedikit ketimbang pelantikan Presiden Barack Obama pada 2009, yang mencapai lebih dari dua kali lipat massa pelantikan Trump.

Bahkan, saat itu, sebuah foto udara viral yang menunjukkan bahwa massa yang hadir dalam pelantikan Obama memang lebih banyak menarik perhatian ketimbang Trump. Sekadar informasi, foto udara prosesi pelantikan Trump memang diambil 26 menit lebih awal ketimbang saat pelantikan Obama. Namun, perbedaan besar sudah terlihat dari jumlah warga yang hadir di depan Gedung Capitol. Bahkan ada sekitar 1,8 juta orang yang hadir dalam pelantikan Barack Obama pada 2009 lalu, berdasarkan data resmi.

Share: Kekesalan Prabowo soal Objektivitas Media Massa