Isu Terkini

Kasus Brigjen Prasetijo Terbitkan ‘Surat Sakti’ Djoko Tjandra Tampar Wajah Kepolisian

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Sosok Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo jadi sorotan luas setelah menerbitkan surat jalan untuk terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang saat ini masih buron, untuk Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Tindakan Prasetijo tersebut dinilai menampar wajah kepolisian.

Perlu diketahui, surat jalan tersebut dikeluarkan Prasetijo saat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Tindakan tersebut akhirnya membuat sosok pejabat di Bareskrim itu akhirnya dicopot dari jabatannya untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut.

Bahkan, sejak Rabu (15/7/20), Prasetijo ditahan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri di sebuah ruangan khusus selama 14 hari berikutnya untuk kepentingan pemeriksaan. Selama masa pemeriksaan, Prasetijo dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Awalnya, surat jalan untuk Djoko Tjandra tersebut diungkap oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Surat itu pun dilaporkan oleh Boyamin ke Ombudsman RI pada Senin siang dan ke Komisi III DPR RI pada Selasa (14/7).

Baca Juga: Kapolri Copot Brigjen Prasetyo Utomo, Pembuat Surat Jalan Buronan Djoko Tjandra

Lalu pada Rabu (15/7) keesokan harinya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane gantian mengungkap fakta bahwa surat jalan tersebut dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS. Dari data yang diperoleh IPW, surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 itu ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Dalam dokumen surat jalan yang ditunjukkan Neta, tertulis jabatan Joko Soegiarto Tjandra sebagai konsultan. Joko Tjandra disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi. Tertulis pula bahwa Joko Tjandra berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.

Akhirnya Polri pun mengakui bahwa surat itu diterbitkan oleh salah satu pejabatnya dan berujung pada pencopotan Prasetijo dari jabatannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Prasetijo disebutkan menerbitkan surat jalan tersebut atas inisiatif sendiri dan telah melampaui kewenangannya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menambahkan, penerbitan surat jalan tersebut tidak berhubungan dengan jabatan Prasetijo. “Lalu dia melampaui kewenangan tidak lapor kepada pimpinan, tidak izin, dan juga tidak ada kaitannya antara kasus Djoko Tjandra dengan jabatan daripada BJP (Brigjen Pol) PU,” kata Argo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (15/7).

Prasetijo diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri. Lebih lanjut, Argo tidak membeberkan secara rinci terkait jerat hukum pidana bagi Prasetijo. Sampai hari ini, penyidik Divisi Propam Polri disebutkan masih mendalami kasus tersebut.

Pengamat: Tindakan Brigjen Prasetijo Lukai Wajah Kepolisian

Kasus Brigjen Prasetijo ini pun jadi sorotan luas. Berbagai pihak mengecam tindakan jenderal polisi tersebut karena dianggap melindungi Djoko Tjandra. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan kasus ini lagi-lagi menampar wajah kepolisian.

“Di tengah upaya pemberantasan korupsi, ini seorang perwira tinggi melakukan upaya “obstruction of justice” atau menghalangi-halangi upaya penegakan hukum pada buronan kasus korupsi,” kata Bambang saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (16/7).

Menurut Bambang, kalau saja Kapolri meyakini bahwa korupsi adalah bagian extraordinary crime, maka harusnya tindakan yang diambil terhadap anggotanya yang ‘membantu’ koruptor harusnya juga tindakan yang extraordinary. Harus dilakukan tindakan yang cepat dan konkret untuk mengatasi borok-borok di kepolisian, yakni pemecatan dan pemidanaan.

Baca Juga: Pergerakan Djoko Tjandra, 11 Tahun Jadi Buron Kasus Korupsi

“Bila tidak, asumsi yang muncul di masyarakat bahwa kepolisian masih menjadi sarang pungli dan sebagainya, akan mendapatkan pembenaran. Ini tentu saja makin menggerus kepercayaan masyarakat. Makanya ini harus jadi momentum bagi Polri untik membenahi internal kepolisian, bukan hanya sistem administrasi, tetapi juga sistem pengawasan bagi personel-personelnya.”

Menurut Bambang, sudah jamak di internal kepolisian, bahwa surat-menyurat itu bisa dilakukan oleh pejabat pemegang kewenangan dan pemegang stempel. Dalih yang menyebutkan bahwa tindakan itu dilakukan Brigjen PU sendirian, lanjutnya, bisa jadi benar. Hanya saja, publik juga meyakini, bahwa kejahatan korupsi itu tak bisa dilakukan oleh aktor tunggal, sehingga upaya pengusutan harus dilakukan secara serius dan transparan.

“Era saat ini, menuntut semua dilakukan dengan transparan dan konsisten. Transparansi dan konsistensi ini juga wujud pertanggung jawaban kepolisian kepada masyarakat. Jadi, jangan berpikir bahwa pertanggung jawaban kepolisian sebagai lembaga negara cukup pada laporan kepada pemerintah saja.”

Bambang menegaskan bahwa pertanggungjawaban kepolisian kepada masyarakat itulah yang jauh lebih besar. Sebab, menurutnya, rezim pemerintah bisa berganti, sedangkan masyarakat tak terganti, dan tuntutannya tentu makin tinggi kepada para stakeholder termasuk pihak kepolisian.

Kompolnas Minta Brigjen Prasetijo Diperiksa Terkait Tindak Pidana

Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai Brigjen Prasetijo semestinya tak cukup hanya dicopot dari jabatannya, tapi juga harus diperiksa terkait dugaan pidana. “Selain dicopot, kami berharap oknum yang bersangkutan diperiksa pidana dengan dugaan melindungi buronan koruptor,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Rabu (15/7).

Menurut Poengky, kasus yang melibatkan polisi berpangkat jenderal ini sangat memalukan dan merusak citra Polri. Sehingga, menurutnya, sanksi tegas harus diberikan kepada Brigjen Prasetijo ini. “Bagaimana mungkin ada surat jalan pada orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan Polri? Apalagi digunakan untuk melindungi buron perkara besar,” ujarnya.

Sehingga, Kompolnas pun menyarankan agar perbuatan dari Brigjen Prasetijo dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, baik secara hukum pidana maupun aturan internal terkait disiplin dan kode etik profesi Polri. “Kompolnas akan terus memantau proses pertanggungjawaban ini, menjadi catatan khusus terkait integritas Perwira Tinggi Polri,” katanya.

Sekadar informasi, Brigjen Prasetijo merupakan sosok jenderal berbintang satu lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1991. Ia lahir di Jakarta pada 16 Januari 1970 silam. Selama kariernya, Prasetijo pernah menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan.

Selain itu, Brigjen Prasetijo juga pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur. Sebelumnya, ia pernah menduduki kursi jabatan Kapolres Mojokerto, Jawa Timur, lalu pernah juga mengemban tugas sebagai Kabag Kembangtas Romisinter Divhubinter Polri, dan akhirnya ditunjuk sebagai Karo Korwas PPNS di Bareskrim Polri.

Share: Kasus Brigjen Prasetijo Terbitkan ‘Surat Sakti’ Djoko Tjandra Tampar Wajah Kepolisian