General

Kampanye Ma’ruf Amin, Dari Pesantren ke Pesantren Kemudian Dilaporkan Ke Bawaslu

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Sejak 23 September 2018 kemarin, semua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) udah boleh melakukan kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri sempat mengadakan deklarasi kampanye damai sebagai bentuk seremonial dimulainya pertarungan adu gagasan antara pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Maka tak heran keempatnya kerap berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia untuk mencari dukungan. Misalnya saja Sandiaga yang belakangan terkenal berkat ucapannya yang cukup menggelitik ketika berkampanye di pasar, ia bilang katanya ada tempe yang setipis kartu ATM (anjungan tunai mandiri), sempat bilang juga kalau makanan di Jakarta lebih mahal dari Singapura.

Sontak dong, berbagai komentar langsung berdatangan untuk menyanggah pernyataan Sandiaga itu. Tapi, biarpun terkesan unik dan ngawur, setidaknya cawapres Sandiaga itu cukup aktif di berbagai media, baik media massa maupun media sosial.

Nah, bagaimana dengan cawapres Ma’ruf Amin yang justru jarang terdengar kabarnya? Ma’ruf sendiri memang jarang terlihat berdampingan dengan sang capres petahana. Tentu alasannya, karena capres petahana Jokowi masih punya tanggungan dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin negara. Jadi, mau enggak mau Ma’ruf harus bisa mandiri melakukan kampanye sendiri.

Tapi, gimana sih kampanyenya Ma’ruf Amin yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Beberapa orang tentu beranggapan bahwa pria kelahiran Tangerang 11 Maret 1943 itu dipilih menjadi cawapres untuk merebut suara dari Umat Muslim di Indonesia.

Namun perlu diketahui nih, bahwa KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) udah bikin peraturan, bahwa peserta Pemilu dilarang melakukan kampanye di lembaga pendidikan, termasuk di pondok pesantren. Terus, gimana dong dengan Ma’ruf?

Tenang, sebagai mantan Dewan Pertimbangan Presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono, Ma’ruf punya cara terharap larangan tersebut. Katanya, jika memang dilarang melakukan kampanye di pesantren, maka yang ia lakukan akan dinamakan sebagai silaturahmi.

“Ya enggak apa-apa kalau bukan kampanye. Kalau silaturahim kan enggak apa-apa. Maka saya kan enggak pernah kampanye di pesantren. Tapi saya selalu silaturahim,” kata Ma’ruf saat ditemui di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta pada Minggu, 14 Oktober 2018 lalu.

Benar saja, saat berkunjung ke Yogyakarta pada 14-15 Oktober 2018, Ma’ruf menyambangi Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak dan bertemu dengan pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak KH Muhammad Najib Abdul Qodir serta sesepuh di sana seperti seperti KH Atabik Ali yang kebetulan saat itu sedang dalam keadaan sakit. Ma’ruf mengaku, dalam pertemuannya itu mereka saling mendoakan satu sama lain.

“Jadi saya bertemu dengan sahabat saya, dengan kolega saya. Dengan pengasuh pondok pesantren. Alhamdulillah mereka menerima saya dengan senang hari dengan gembira. Mendoakan saya dan mendukung saya. Saya kira itu tujuan daripada silaturahim saya di pondok pesantren terutama di Krapyak ini,” ujarnya.

Belum lagi ada larangan kampanye di rumah ibadah, di mana di dalam kawasan pesantren tentunya juga terdapat tempat ibadahnya. Tapi sepertinya larangan itu jarang dihiraukan. Saat peringatan Hari Santri Nasional ke-2 bersama ulama se-Madura di Pondok Pesantren Hidayatulloh Al Muhajirin, Arosbaya Bangkalan, Madura, misalnya. Ada ujaran dari Bupati Bangkalan R Abdul Latif Imron yang medoakan agar Ma’ruf Amin mampu hadir sebagai pemimpin yang mempererat persaudaraan muslimin se-Indonesia.

“Kami mendoakan semoga apa yang dicita-citakan Beliau diberikan kesuksesan oleh Allah. Sehingga dengan hadirnya Ma’ruf Amin, dapat memberikan kesejukan pada umat, baik pada kelurga kecil, umat seluruh Madura, dan seluruh rakyat Indonesia,” tutur Abdul Latif.

Dilaporkan ke Bawaslu Karena Janji Materi

Kabar terbaru tentang kampanye Ma’ruf Amin, justru datang sari seorang warga yang melaporkan cawapres nomor urut 01 itu ke Bawaslu. Pelapor menduga Ma’ruf telah melanggar aturan kampanye karena menjanjikan materi kepada peserta kampanye saat berpidato Ma’ruf kepada petani di Banyuwangi.

Pelaporan atas nama Andi Samsul Bahri sebagai masyarakat itu juga turut serta dengan bukti video pidato yang beredar di aplikasi WhatsApp. Video itu ternyata saat Ma’ruf berada di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 31 Oktober 2018. Saat itu, Ma’ruf Amin tengah melakukan kunjungan dan bertemu dengan ribuan petani di Hall Alam Indah Lestari, Banyuwangi.

“Saya ingin membantu Pak Jokowi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi rakyat-rakyat kecil, untuk menghilangkan disparitas kesenjangan yang terjadi antara rakyat kecil dan ekonomi kuat. Melalui apa? Melalui kemitraan, melalui apa? Melalui redistribusi aset yaitu tanah-tanah negara yang belum termanfaatkan supaya diberikan kepada masyarakat terutama masyarakat petani,” kata Ma’ruf dalam video yang tersebar itu.

Pelapor yang didampingi tim Advokat Masyarakat Adil dan Makmur (Tamam) itu menduga bahwa Ma’ruf telah melanggar Pasal 280 ayat 1 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, di mana aturan tersebut melarang peserta pemilu menjanjikan materi kepada peserta kampanye.

Tapi, Ma’ruf Amin sendiri pun langsung cepat mengklarifikasi tudingan pelapor. Menurutnya, pidato itu bukanlah janji materi seperti yang dituduhkan pelapor.

“Bukan saya, program yang dibangun pemerintah, Pak Jokowi, ada yang namanya redistribusi aset. Itu adalah tanah negara yang masih sisa, itu yang dulu diberikan kepada konglomerat-konglomerat ini akan diberikan kepada masyarakat, kepada koperasi, kepada pesantren. Itu namanya redistribusi aset. Masa saya yang bagi. Itu program yang dicanangkan, yang sekarang dan yang akan datang,” ungkapnya di rumah Situbondo, Jakarta Pusat, Rabu, 7 November 2018.

Ya, setidaknya dengan adanya laporan itu bisa jadi bukti, kalau di dalam masa kampanye menuju Pilpres 2019, nama Ma’ruf Amin masih diingat sebagai cawapres seperti Sandiaga.

Share: Kampanye Ma’ruf Amin, Dari Pesantren ke Pesantren Kemudian Dilaporkan Ke Bawaslu