Internasional

Junta Militer Myanmar Dipastikan ke Jakarta, Apa Yang Harus Indonesia Lakukan?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Facebook/Aungsansuukyi

Jenderal Senior Min
Aung Hlaing dipastikan akan menghadiri pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta pada
Sabtu (24/4/2021). Kehadiran Aung Hlaing pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN
itu dikonfirmasi langsung oleh Juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun.

Brunei Darussalam,
selaku ketua ASEAN, juga telah resmi mengumumkan mengenai adanya pertemuan pada
pekan ini melalui akun Twitter. Dikutip dari CNN Indonesia, Sultan
Hassanal Bolkiah akan ke Jakarta untuk memimpin rapat yang akan diselenggarakan
di Gedung Sekretariat ASEAN, sekitar Sabtu siang

Namun, kabar lain
menyatakan bahwa pemerintah tandingan junta militer Myanmar tak diundang ke
pertemuan tersebut. Sejumlah sumber diplomat yang dikutip CNN Indonesia menuturkan
bahwa sejauh ini tidak ada undangan yang disampaikan kepada pemerintah bayangan
yang berisi para penentang kudeta itu

Menurut sumber
tersebut, saat ini fokus pertemuan ASEAN Leaders Meeting adalah mengajak
militer Myanmar atau Tatmadaw berdialog dan menyerukan penghentian kekerasan
terhadap warga sipil. Para sumber yang mengetahui rapat ASEAN itu mengatakan,
pertemuan akan fokus membujuk junta militer Myanmar untuk menghentikan
kekerasan terhadap warga sipil.

Sempat Ditolak

Wacana kehadiran
Aung Hlain ke Indonesia untuk menghadiri KTT ASEAN sempat ditentang oleh
aliansi pro-demokrasi. Penolakan itu disampaikan dalam pernyataan bersama
sejumlah ormas, di antaranya KontraS, FORUM-ASIA, Amnesty International
Indonesia, AJAR, Milk Tea Alliance Indonesia, Serikat Pengajar HAM, Human
Rights Working Group, Migrant CARE, Asia Democracy Network, Kurawal Foundation,
hingga SAFEnet.

Melalui pernyataan
itu, mereka menyatakan penolakan atas kehadiran Min dalam KTT ASEAN yang
digelar khusus untuk membicarakan pergolakan politik di Myanmar usai kudeta
militer pada 1 Februari lalu.

Baca juga: ​Brutalnya
Junta Bikin Perang Saudara di Myanmar Makin Mengemuka | Asumsi

Min Aung Hlaing
sendiri adalah sosok di balik kudeta militer Myanmar. Dia tokoh penting dalam
proses pengambilalihan kekuasaan pemerintah oleh Tatmadaw dengan pemimpin de
facto Aung San Suu Kyi dalam kudeta, Senin (1/2/2020).

Kudeta ini
menimbulkan penolakan dari masyarakat yang dinyatakan dengan demonstrasi damai.
Namun, aksi damai dari publik Myanmar dijawab Tatmadaw dengan peluru. Kini
bentrok antara sipil-militer pun tak terhindarkan.

Kelompok aktivis Myanmar, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP),
melaporkan setidaknya 738 orang telah tewas akibat bentrok dengan aparat
keamanan sejak kudeta berlangsung 1 Februari lalu.


Harus Tetap Ditolak

​Menanggapi kabar kehadiran Aung Hlaing ke Jakarta, Aulia Rayyan dari KontraS,
sebagai salah satu kelompok yang menolak kehadiran Aung Hlain, menyebut bahwa
sikap aliansi nasional ataupun regional se-Asia Tenggara tetap menolak
kehadiran junta militer dalam KTT tersebut. Menurutnya, penerimaan ASEAN pada
Aung Hlain tidak bisa ditolerir.

​”Sampai saat ini, rakyat Myanmar masih terus memperjuangkan perdamaian
melawan kekuasaan militer yang tidak sah, sehingga jikalau kehadiran Min Aung
Hlaing benar-benar diterima, maka hal tersebut menjadi kontradiksi dengan
pergerakan yang sudah dilakukan oleh rakyat Myanmar untuk mengembalikan
demokrasi,” kata Aulia.

Dia menilai, menerima Min Aung Hlaing berarti tidak hanya melegitimasi
kekuasaan militer, tetapi juga melegitimasi kekerasan dan pelanggaran HAM yang
terus terjadi tanpa ada pertanggungjawaban. Pihaknya mengkhawatirkan kehadiran
junta militer hanya akan menjadi formalitas dalam diskusi di KTT.


​”Tanpa ada perwakilan yang benar-benar bisa membawa suara rakyat di dalam
pertemuan tersebut,” ucap dia.

Baca Juga: Krisis
Myanmar, Sekolah Indonesia di Yangon Jadi Shelter WNI | Asumsi

Aliansi pun
menekankan pada ASEAN dan juga pemerintah Indonesia untuk menolak kehadiran
junta militer di KTT. Selain itu, ASEAN hendaknya memberikan kursi representasi
Myanmar untuk National Unity Government (NUG) sebagai
pemerintahan Myanmar yang telah dipilih secara demokratis.

​”Kami juga mendesak junta militer untuk segera menghentikan penggunaan
kekerasan, menghentikan penangkapan sewenang-wenang, dan membebaskan semua
tahanan tanpa syarat. Kami juga ingin menekan peran ASEAN untuk membangun
respons yang kuat dan terkoordinasi dengan Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan PBB
untuk menjamin keselamatan rakyat Myanmar,” ucap dia.

Indonesia sendiri, kata Aulia, sebetulnya sudah sering melakukan diplomasi dari
awal terjadinya kudeta. Pihaknya mengaku sering berkomunikasi dengan pihak
Kemenlu, dan mereka menyatakan untuk terus berusaha untuk menyatukan suara di
ASEAN untuk membantu pemulihan demokrasi di Myanmar. Kontras menganggap ini
inisiatif yang bagus, terlebih dengan proposal dari Presiden Joko Widodo untuk
mengadakan KTT.

Namun, atensi
Indonesia terhadap krisis di Myanmar masih kurang, baik dalam Dewan HAM ataupun
ASEAN. Inipun tercermin dari kurangnya ASEAN dalam merespons situasi secara
tanggap. Mengingat sebagai organisasi regional, ASEAN baru mengadakan pertemuan
setelah dua bulan kudeta terjadi dan menelan banyak korban.

Baca juga: ​Dubesnya
Loyal Pada Suu Kyi, Kedutaan Myanmar di Inggris ‘Dikudeta’ | Asumsi

“Ke depannya,
jika KTT ini dapat berhasil merangkum suara rakyat Myanmar, kami berharap baik
Indonesia maupun ASEAN dapat melakukan diplomasi yang lebih mempertimbangkan
nilai-nilai HAM,” ucap dia.

​Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan
menilai kalau kehadiran Aung Hlaing ke KTT ASEAN harus dihormati dan diterima.
Karena meski tidak sepakat dengan apa yang dilakukan di negaranya, Myanmar
tetap anggota ASEAN yang sah.

​”Kehadiran mereka karena kepercayaan kepada Indonesia yang memiliki sikap
kritis, tapi tidak menyentuh hal sensitif bagi mereka,” ucap Farhan.

Momentum ini juga bisa jadi ajang komunikasi antara ASEAN, pemerintah
Indonesia, dengan Myanmar untuk mencapai solusi bersama. Perlu dicari titik
temu terkait peluang mengembalikan prinsip demokratis dalam menjalankan
pemerintahan di Myanmar.

“Kita bisa
gunakan kesempatan ini untuk mengakomodasi kepentingan Myanmar untuk diterima
di regional, tetapi pada saat bersamaan kita bisa jadikan ini sebagai
kesempatan menekan agenda penanganan korban kekerasan dan diskriminasi,”
kata dia.

Share: Junta Militer Myanmar Dipastikan ke Jakarta, Apa Yang Harus Indonesia Lakukan?