Isu Terkini

Jakarta Kembali PSBB Total, Perhatikan Hal-hal Krusial Ini

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal pandemi COVID-19 pada Maret 2020 lalu. Artinya, Jakarta yang saat ini sedang menjalani PSBB transisi akan kembali memberlakukan PSBB ketat.

Keputusan itu diambil mengingat tingginya tingkat kematian pasien yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 di ibu kota. Selain juga mempertimbangkan faktor ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang disebut hampir penuh. PSBB ketat pun mulai diterapkan pada Senin (14/9/20).

“Maka dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta, kecuali menarik rem darurat sesegera mungkin,” kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota Jakarta yang disiarkan secara daring, Rabu (9/9).

“Dalam rapat gugus tugas percepatan pengendalian COVID-19 di Jakarta, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu,” ucap mantan Menteri Pendidikan itu.

“Ini kondisi darurat lebih darurat dari keadaan dulu, maka jangan keluar rumah bila tidak terpaksa. Jangan keluar dari Jakarta bila kebutuhan tidak mendesak.”

Anies menyebut keputusan ini juga mengikuti aturan Presiden Joko Widodo yang meminta kesehatan lebih dipentingkan ketimbang ekonomi. “Wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat. Presiden yang lalu menyatakan dengan tegas kepada kita semua bahwa jangan restart ekonomi sebelum kesehatan terkendali. Beliau meletakkan kesehatan sebagai prioritas utama.”

Hingga Kamis (10/9), berdasarkan laman COVID-19 DKI, Jakarta mencatat 49.837 kasus positif COVID-19 sejak kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020 atau sekitar enam bulan lalu. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat mencapai 4.554 orang dan yang diisolasi berjumlah 6.691 orang.

Adapun jumlah pasien yang meninggal akibat COVID-19 di Jakarta berada pada angka 1.347 orang dengan tingkat kematian 2,7 persen. Sementara jumlah orang yang dinyatakan sembuh dari infeksi virus SARS-CoV-2 mencapai 37.245 orang dengan tingkat kesembuhan 74,7 persen.

Menurut Anies, tingkat kematian terkait COVID-19 terus meningkat tajam terutama sejak pertengahan Agustus hingga September. Selain itu, angka pemakaman dengan protokol COVID-19 juga mengalami peningkatan, sehingga kondisi inilah yang jadi perhatian serius Pemprov DKI.

“Angka kematian meningkat tiap hari. Ini yang harus kita perhatikan. Ini bukan angka statistik. Setiap kematian satu orang saudara kita, itu terlalu banyak.”

Tak hanya angka kematian, Anies juga menyoroti kasus aktif COVID-19 lantaran hal ini terkait langsung dengan fasilitas kesehatan di Jakarta. Adapun kasus aktif COVID-19 sendiri terdiri dari tiga kelompok yakni orang tanpa gejala, gejala ringan, sedang dan berat.

Menurut Anies, selama enam bulan terakhir, kasus aktif COVID-19 di ibu kota sebanyak 50 persen tanpa gejala, 35 persen gejala ringan, dan 15 persen gejala sedang dan berat. Ketiga kelompok itu tentu saja membutuhkan pelayanan maksimal di rumah sakit.”Kelompok inilah yang harus kita perhitungkan: kasus aktif gejala sedang atau berat.”

Lebih lanjut, Anies membeberkan bahwa Jakarta memang memiliki fasilitas kesehatan dengan kategori besar yakni 190 rumah sakit, yang mana sebanyak 67 rumah sakit di antaranya merupakan rujukan COVID-19. Namun, ia menyebut saat ini ambang batas sudah hampir terlampaui, dengan dua angka penanda kapasitas itu yakni keterpakaian tempat tidur dan ICU.

Saat ini, Anies mengungkapkan Jakarta memiliki total 4.053 tempat tidur (bed) isolasi khusus COVID-19. Dari jumlah sebanyak itu, total 77 persen sudah terpakai. Dengan skenario penambahan kapasitas tampung RS, Anies tetap memproyeksikan kemampuan tampung RS juga terbatas.

“Bila situasi ini berjalan terus tidak ada pengereman, maka dari data yang kita miliki, bisa dibuat proyeksi 17 September tempat tidur isolasi akan penuh, sesudah itu tidak mampu menampung COVID-19. Ini tidak sebentar.”

Apa Saja yang Dibatasi dan Dilarang di PSBB Total DKI Jakarta?

Penerapan PSBB total yang berlaku Senin (14/9) ini, tak memerlukan izin lagi dari Kementerian Kesehatan. Nantinya, kalau sudah berjalan, PSBB kali ini akan berdampak pada pembatasan atau pelarangan banyak sektor, termasuk aktivitas masyarakat seperti di awal pandemi. Apa saja yang terdampak?

Aktivitas Bekerja di Kantor Dihentikan

Mulai Senin (14/9), sejumlah aktivitas yang bisa dilakukan selama PSBB transisi akan dilarang saat PSBB total, seperti aktivitas perkantoran. Hal ini tak lepas dari fakta munculnya klaster COVID-19 di puluhan perkantoran, yang beberapa di antaranya sempat ditutup Pemprov DKI.

“Prinsipnya, kegiatan perkantoran yang non-esensial harus dilaksanakan dari rumah, bekerja dari rumah. Bukan usahanya yang berhenti, tapi bekerja di kantornya yang ditiadakan. Kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran di gedungnya yang tak diizinkan untuk beroperasi,” kata Anies.

Penutupan Tempat Hiburan, Restoran dan Kafe Tak Boleh Makan di Tempat

Anies juga memutuskan semua tempat hiburan di Jakarta akan ditutup lagi. “Seluruh tempat hiburan akan ditutup, kegiatan yang dikelola Pemprov DKI seperti Ragunan, Monas, Ancol, taman kota, dan kegiatan belajar tetap di rumah.”

Pemberlakuan kegiatan belajar mengajar di rumah juga akan diterapkan seperti sebelumnya. Sejauh ini, meski sudah PSBB Transisi, DKI masih belum mengizinkan sekolah beroperasi secara normal.

Sementara kegiatan usaha makanan, rumah makan, restoran, kafe, diperbolehkan untuk tetap beroperasi, tetapi tidak diperbolehkan untuk menerima pengunjung makan di tempat. Restoran hingga kafe hanya diizinkan menerima pesanan take away atau dibawa pulang.

“Jadi pesanan diambil, pesanan diantar, tapi tidak makan di lokasi. Karena kita menemukan di tempat inilah terjadi interaksi yang mengantarkan pada penularan.”

Hanya Ada 11 Aktivitas Ekonomi yang Boleh Beroperasi

Anies menyebut hanya akan ada 11 bidang atau kegiatan perkantoran esensial yang tetap berjalan dengan operasi yang minimal. “Jadi tidak boleh beroperasi seperti biasa, tapi dikurangi,” kata Anies.

Pada awal penerapan PSBB di Jakarta pada April lalu, juga ada 11 sektor usaha yang diizinkan Anies untuk beroperasi.

Merujuk Pergub 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB, 11 sektor itu adalah kesehatan; bahan pangan/ makanan/ minuman; energi; komunikasi dan teknologi informasi; keuangan; logistik; perhotelan; konstruksi; industri strategis; pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

“Izin operasi pada bidang non esensial yang dulu mendapatkan izin, akan dievaluasi ulang untuk memastikan pengendalian pergerakan kegiatan baik kegiatan usaha maupun sosial tidak menyebabkan penularan,” ucapnya.

Pembatasan Lalu Lintas dan Transportasi Umum

Anies juga memutuskan mencabut kebijakan pembatasan kendaraan ganjil-genap selama PSBB total. “Tapi bukan berarti kita bebas bepergian dengan kendaraan pribadi,” kata Anies.

“Transportasi umum akan kembali dibatasi secara ketat jumlahnya dan jamnya. Ini butuh koordinasi perhubungan dan tetangga Jabodetabek.”

Namun, Anies sendiri sejauh ini belum merinci moda transportasi apa saja yang dibatasi. Kalau melihat masa awal penerapan PSBB, sejumlah angkutan umum dibatasi operasionalnya, seperti pembatasan jam operasi bus TransJakarta dan KRL, penyetopan ojek daring.

Pembatasan Operasional Tempat Ibadah

Anies juga akan mengatur pembatasan operasional rumah ibadah yang menerima banyak jemaah atau rumah ibadah raya selama PSBB total nanti.

“Penyesuaian tempat ibadah bagi warga setempat masih boleh digunakan asal menerapkan protokol yang ketat. Artinya rumah ibadah raya yang jemaahnya datang dari mana-mana bukan dari lokasi setempat, seperti masjid raya tidak dibolehkan dibuka, harus tutup,” kata Anies.

Meski begitu, Anies mengatakan rumah ibadah yang ada di dalam kompleks permukiman atau perkampungan tetap boleh beroperasi. Kecuali rumah ibadah di kawasan di zona merah atau berisiko tinggi penyebaran COVID-19, harus tetap ditutup.

“Ada pengecualian, kawasan yang memiliki jumlah kasus yang tinggi, kawasan itu ada datanya, RW-RW yang dengan kasus tinggi maka kegiatan beribadah harus dilakukan di rumah saja.”

Share: Jakarta Kembali PSBB Total, Perhatikan Hal-hal Krusial Ini