Belum sepekan Taliban –penguasa Afghanistan hari ini– mengumumkan janji moderasinya, sejumlah insiden di negara Asia Selatan itu mulai terjadi. Beberapa kejadian bahkan bertentangan dengan klaim moderasi Taliban.
Mulai dari kekerasan pada perempuan, anak, hingga pencarian orang yang bekerja sama dengan pemerintahan masa lalu. Taliban ingkar janji?
Menangkap Gubernur Perempuan
Taliban misalnya menangkap salah satu dari tiga Gubernur perempuan Afghanistan, Salima Mazari. Gubernur distrik Charkint berusia 40 tahun ini memang memilih tetap berada di Afghanistan dan melawan dominasi Taliban. Perempuan berjilbab rapat ini bahkan mengorganisir perlawanan dan ikut turun tempur.
Mengutip People, Salima mengaku ia kadang di kantor, kadang mengambil senjata untuk bergabung dalam pertempuran. Atas pemberontakannya ini, Mazari dikabarkan telah ditangkap Taliban.
Penangkapan Mazari disebut terjadi saat Taliban merebut distrik Charkint. Keberadaan Mazari saat ini tidak jelas, meskipun dalam beberapa pekan terakhir dia telah berbicara dengan beberapa media internasional, mengkritik Taliban dan menyampaikan pesan perlawanannya.
“Taliban adalah orang-orang yang menginjak-injak hak asasi manusia,” katanya kepada AFP, yang melaporkan bahwa dia telah bekerja untuk mempersiapkan beberapa ratus penduduk setempat untuk berperang sebagai milisi bersama dengan pasukan keamanannya.
Kepada salah satu media internasional, Mazari menyebut jika orang-orang tidak melawan ideologi ekstrem dan kelompok-kelompok yang memaksakan kehendak seperti Taliban, maka orang-orang akan kehilangan kesempatan untuk mengalahkan mereka.
“Mereka akan berhasil. Mereka akan mencuci otak masyarakat agar menerima agenda mereka. Tapi saya tidak takut. Saya percaya pada supremasi hukum di Afghanistan,” kata Mazari.
Dalam sebuah wawancara dengan AP yang diterbitkan beberapa waktu lalu, Mazari menyatakan tidak yakin bahwa Taliban akan menepati janjinya untuk menjadi lebih moderat. “Tidak akan ada tempat untuk perempuan. Di provinsi-provinsi yang dikuasai Taliban, tidak ada perempuan lagi di sana, bahkan di kota-kota. Mereka semua di penjara di rumah mereka,” ucap dia.
Kekerasan Pada Perempuan dan Anak
Najla Ayoubi, seorang mantah hakim Afghanistan mengatakan, dirinya telah berbicara dengan sejumlah perempuan Afghanistan dan melaporkan adanya perilaku buruk yang diterima perempuan di bawah kepemimpinan Taliban. Mengutip Hindustan Times, bahkan ada laporan seorang perempuan dibakar karena dia dituduh memasak makanan yang buruk untuk pejuang Taliban di utara Afghanistan.
“Mereka memaksa orang untuk memberi mereka makanan dan memasak makanan. Juga, ada begitu banyak wanita muda yang dalam beberapa pekan terakhir dikirim ke negara tetangga dalam peti mati untuk digunakan sebagai budak seks,” kata Ayoubi, yang tinggal di AS setelah melarikan diri dari Afghanistan.
Baca Juga: Seberapa Jauh Klaim Moderasi Taliban Bisa Dipercaya?
Ayoubi, yang kini menjabat kepala koalisi dan program global di Every Woman Treaty yang berkampanye untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan mengatakan dia harus melarikan diri dari Taliban karena berbicara untuk hak-hak perempuan dan menggambarkan kehidupan di bawah Taliban sebagai “mimpi buruk”.
Sementara kekerasan pada anak dilaporkan terjadi di Kabul. Dalam laporan jurnalis koresponden Los Angeles Times yang sedang berada di Afghanistan, Marcus Yam, sejumlah bocah Afghanistan tergeletak bersimbah darah di ruas-ruas jalan di dekat bandara Kabul akibat dipukuli dan dicambuk Taliban ketika mencoba kabur dari negara tersebut.
Dalam foto yang Yam tangkap, terlihat seorang bapak menggendong satu anak yang kepalanya bersimbah darah. Seorang bocah lainnya melihat anak itu sembari menangis, dengan pakaian yang juga sudah penuh bercak darah. Di depan mereka, tergeletak seorang perempuan berbaju hitam. Kepala perempuan itu juga sudah penuh dengan darah yang mengucur hingga ke pipi.
Memburu Para Pekerja di Pemerintahan Sebelumnya
Dalam laporan BBC, milisi Taliban juga melakukan perburuan pada orang-orang yang sebelumnya bekerja untuk pasukan NATO atau pemerintah Afghanistan di era Republik Islam.
Dalam laporannya, para militan telah pergi dari pintu ke pintu untuk menemukan target dan mengancam anggota keluarga mereka. Padahal, sebelumnya, Taliban mencoba meyakinkan warga Afghanistan dengan tidak akan ada balas dendam.
Peringatan kelompok itu menargetkan “kolaborator” yang merujuk pada dokumen rahasia oleh Pusat Analisis Global Norwegia RHIPTO, yang melayani jasa intelijen kepada PBB.
“Ada sejumlah besar individu yang saat ini menjadi sasaran Taliban dan ancamannya sangat jelas,” kata Christian Nellemann, yang mengepalai kelompok di balik laporan tersebut, kepada BBC.
“Tertulis bahwa, kecuali mereka menyerah, Taliban akan menangkap dan menuntut, menginterogasi dan menghukum anggota keluarga atas nama orang-orang itu,” kata Nellemann menambahkan seraya menyebut bahwa siapa pun dalam daftar hitam Taliban berada dalam bahaya besar, dan mungkin ada eksekusi massal.
Kekuatan asing melanjutkan upaya untuk mengeluarkan warga negara mereka dari Afghanistan. Seorang pejabat NATO mengatakan pada hari Jumat bahwa lebih dari 18.000 orang telah dievakuasi dalam lima hari terakhir dari bandara Kabul. Sekitar 6.000 lebih, di antaranya mantan juru bahasa untuk angkatan bersenjata asing, bersiaga untuk diterbangkan Kamis malam atau Jumat pagi.
Tujuannya adalah untuk menggandakan upaya evakuasi selama akhir pekan, kata pejabat itu.
Picu Perang Sipil
Sementara itu, perlawanan pada Taliban mulai dilakukan di beberapa titik. Perlawanan ini mulai dari aksi protes hingga kontak senjata. Situasi ini dikhawatirkan akan memicu perang sipil seperti yang terjadi di sana pada 1992.
Mengutip Los Angeles Times, para pengunjuk rasa anti-Taliban mulai menentang penguasa baru mereka sejak pekan lalu. Aki ini digelar berbarengan dengan Hari Kemerdekaan Afghanistan yang diperingati setiap 19 Agustus.
Para pengunjuk rasa mencoba mengibarkan spanduk nasional merah, hijau dan hitam tetapi sering dipukuli oleh pejuang militan yang menguasai jalan-jalan ibukota dan di tempat lain.
Sementara masyarakat yang lain, masih berusaha keluar dari Afghanistan. Di Washington, Pentagon mengatakan bahwa sejak Juli telah menerbangkan 12.000 orang keluar dari bandara di ibukota, termasuk diplomat Amerika, warga Afghanistan yang memenuhi syarat untuk visa khusus karena pekerjaan mereka atas nama militer dan misi diplomatik AS, dan lainnya.
Adapun dikutip dari Reuteurs, pasukan anti-Taliban yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Republik Islam Afghanistan Jenderal Bismillah Mohammadi melangsungkan kontak senjata. Mereka mengklaim merebut tiga distrik di Afghanistan Utara dekat lembah Panjshir di mana sisa-sisa pasukan pemerintah dan kelompok milisi lainnya berkumpul.
Dalam sebuah tweet, Mohammadi telah bersumpah untuk melawan Taliban.
Belum jelas pasukan apa saja yang terlibat tetapi insiden itu menambah indikasi penentangan terhadap Taliban yang merebut kekuasaan dalam kampanye kilat yang membuat mereka menguasai semua kota utama Afghanistan dalam sepekan.
Stasiun televisi lokal Tolo News mengutip seorang komandan polisi setempat yang mengatakan bahwa distrik Bano di Baghlan berada di bawah kendali pasukan milisi lokal dan mengatakan ada banyak korban. Taliban belum mengomentari insiden itu.
Mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh dan Ahmad Massoud, putra mantan komandan Mujahidin anti-Soviet Ahmad Shah Massoud juga telah bersumpah untuk melawan Taliban dari Panjshir. Orang-orang yang dekat dengan Massoud mengatakan bahwa lebih dari 6.000 pejuang, yang terdiri dari sisa-sisa unit tentara dan Pasukan Khusus serta kelompok-kelompok milisi lokal, telah berkumpul di lembah itu. Mereka mengatakan memiliki beberapa helikopter dan kendaraan militer dan telah memperbaiki beberapa kendaraan lapis baja yang ditinggalkan oleh Soviet.