Isu Terkini

Mungkin Baiknya Ditunda Dulu Bangun Startup Unicorn-nya

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang punya stabilitas baik secara politik dan juga perkembangan ekonomi yang selalu meningkat. Secara politik, menurut The Economist tahun 2013, Indonesia dikatakan sebagai negara dengan demokrasi terbaik di Asia Tenggara (tidak termasuk Timor Leste). Selain itu, Bank Dunia juga menempatkan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dengan penduduk yang mencapai 260 juta jiwa dan PDB per kapita mencapai $3.847 di tahun 2017. Di tingkat global, Indonesia merupakan negara dengan tingkat purchasing power parity (PPP) ke-10 terbaik di dunia sekaligus menjadi anggota dari G-20.

Berbagai fakta yang sudah saya jabarkan menggambarkan Indonesia seolah-olah sebagai negara yang tentram, damai, dan begitu berkembang. Memang hal itu benar adanya. Namun, ada satu hal yang sebenarnya Indonesia dapat kembangkan lebih baik dari saat ini. Hal tersebut adalah perusahaan startup. Di berbagai negara di dunia, perusahaan-perusahaan startup ini menjadi salah satu model pengembangan usaha yang terus digerakkan. Tiongkok sendiri saat ini telah memiliki 46 startup unicorn, yaitu startup yang valuasinya telah mencapai $1 miliar. Untuk perbandingan, di Indonesia hanya ada empat startup yang dapat dikategorikan sebagai unicorn. Empat perusahaan tersebut adalah Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Dengan demikian, apa yang sebenarnya belum dilakukan dengan baik di Indonesia dalam konteks pengembangan startup-nya? Argumentasi saya dalam tulisan ini adalah Indonesia belum memiliki inkubator/akselerator yang dapat mempercepat perkembangan startup dengan baik dan adanya usaha pemerintah yang masih setengah-setengah dalam mengasuh perusahaan-perusahaan startup di Indonesia.

Apa itu Startup?

Sebelum masuk ke dalam topik pembahasan, saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu startup dan mengapa hal ini signifikan untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam salah satu artikel Forbes yang berjudul What is A Startup?, Natalie Robehmed berusaha memberikan penjelasan komprehensif dari beberapa pandangan tentang apa itu startup. Berdasarkan Merriam-Webster, startup adalah perusahaan bisnis yang baru berkembang. Kemudian, Neil Blumenthal, menjelaskan bahwa perusahaan startup adalah perusahaan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan ketika solusi tersebut sebenarnya masih belum jelas hasil akhirnya dan masih belum terjamin kesuksesannya.

Lalu, Adora Cheung, secara lebih filosofis, menjelaskan bahwa startup adalah state of mind (pola pikir). Adora pun melanjutkan bahwa startup merupakan pola pikir yang dimiliki oleh seseorang ketika bergabung di suatu perusahaan, yaitu pola pikir yang berani menukarkan stabilitas untuk kemungkinan-kemungkinan yang menjanjikan di masa depan, sekaligus dapat memberikan dampak langsung untuk masyarakat.

Dari beberapa penjelasan ini, terlihat jelas bahwa secara sederhana, perusahaan startup adalah perusahaan yang baru didirikan dengan tujuan dan harapan dapat mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi sekaligus memberikan dampak langsung bagi masyarakat. Dengan definisi ini, tentu startup menjadi signifikan untuk Indonesia. Alasannya, jika perusahaan startup di Indonesia semakin banyak, tidak hanya pertumbuhan ekonomi dapat terus berlangsung, tetapi dampak langsung yang dapat diterima oleh masyarakat dapat begitu positif. Sebut saja kehadiran Gojek dan Traveloka yang tidak hanya menggerakkan perekonomian Indonesia, tetapi juga memudahkan urusan sehari-hari, mulai dari bepergian dari satu tempat ke tempat lain, memesan makanan, hingga mencari harga terbaik untuk melakukan perjalanan liburan ke luar kota atau luar negeri.

Indonesia Belum Punya Cukup Banyak Inkubator dan Akselerator Startup yang Mumpuni

Di Indonesia, inkubator dan akselerator untuk startup sebenarnya sudah cukup banyak. Jika dilakukan pencarian di mesin pencari, banyak sekali program-program inkubasi maupun akselerasi yang dapat membantu perusahaan startup kalian menjadi lebih baik. Lokasinya pun berbagai macam. Namun sayangnya, informasi yang masih terbatas sekaligus jumlah yang memang tidak banyak membuat inkubator dan akselerator perusahaan startup di Indonesia seolah-olah hanya sebuah program pelatihan biasa yang tidak begitu dijaga ke depannya.

Beberapa lokasi inkubasi seperti di Bandung Digital Valley dan Jogja Digital Valley memang sudah semakin tenar dan semakin baik. Semakin banyak juga, baik dari swasta maupun publik, yang membantu dalam inkubasi dan akselerasi ini. Namun, kurangnya mekanisme yang berkelanjutan dan pengasuhan yang lebih ketat membuat para perusahaan startup ini masih stagnan berada di tingkat lokal atau provinsi saja. Masih amat jarang perusahaan startup jebolan program-program inkubasi yang benar-benar begitu besar dan dapat berpotensi menjadi startup unicorn selanjutnya.

Pemerintah Masih Setengah-Setengah

Salah satu poin lain yang dapat dijadikan alasan mengapa startup di Indonesia belum begitu bertaji, seperti di Tiongkok misalnya, adalah karena dukungan dari pemerintah yang masih setengah-setengah. Seperti misalnya, Gerakan Nasional 1000 Startup milik Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan target tahun 2020 adanya 1000 startup yang dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di masyarakat, nampaknya hampir tidak mungkin hal ini terrealisasikan. Terlebih, memang pembinaan yang setengah-setengah dan cenderung bersifat program yang ‘temporer’ membuat program ini hanya sebatas ajang untuk para calon pemilik startup unjuk gigi dan memenangkan perlombaan, tanpa adanya pengasuhan lebih lanjut hingga dapat berkembang lebih besar lagi.

Menurut saya kehadiran pemerintah dalam melakukan pengasuhan para pengusaha startup merupakan sebuah keharusan. Kehadiran pemerintah dapat dilakukan dengan pendanaan penuh hingga benar-benar menjadi startup yang besar, ataupun dibagi secara parsial dengan perusahaan swasta. Keberanian pemerintah Indonesia di sini seharusnya ditunjukkan, terlebih ketikamengingat kehadiran-kehadiaran startup ini sendiri memiliki tujuan awal untuk menawarkan solusi di masyarakat, bukan hanya sebagai perusahaan yang tidak memberikan apapun ke masyarakat. Program inkubasi yang ketat dan pendanaan yang berkelanjutan dapat menjadi kunci dari kemunculan startup-startup unicorn lainnya di Indonesia.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Mungkin Baiknya Ditunda Dulu Bangun Startup Unicorn-nya