Isu Terkini

Ide Wisata Vaksin di Tengah Lonjakan COVID-19, Tepatkah?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash.com

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menggalakkan wisata vaksin di tengah tingginya kasus Covid-19. Selain mensosialisasikan vaksin, menurut Sandiaga, hal itu juga dapat meningkatkan ekonomi di daerah tujuan pariwisata.

“Wisata berbasis vaksin ini permintaan langsung dari Presiden Jokowi saat rapat internal. Kami bersama Gubernur Bali diminta menyiapkan itu,” ujar Sandiaga dilansir dari Tempo.

Sandiaga menjelaskan skema paket wisata vaksin COVID-19 bisa dimulai dengan vaksinasi dosis pertama sebelum keberangkatan ke destinasi wisata.

Selanjutnya, wisatawan akan menikmati liburan selama 14 hari di destinasi wisata tertentu.  Wisatawan akan menginap di hotel bersertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability), kemudian mendapatkan vaksinasi dosis kedua sebelum kembali pulang.

Sebagai percontohan, Bali menjadi tujuan wisata vaksin pertama. Salah satu perusahaan Travel yang menawarkan wisata vaksin adalah TX Travel di dalam akun instagramnya. Berdasarkan pantauan Asumsi.co, harga untuk wisata vaksin dimulai dari Rp4,6 juta untuk 13 malam.

Wisata Vaksin Jadi Cara Sosialisasi

Menurut Direktur dan Analis dari TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan wisata vaksin menjadi satu cara pemerintah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menghindari COVID-19.

“Masyarakat dengan divaksin imunnya akan kuat dan akan berdampingan dengan COVID-19,” katanya kepada Asumsi.co.

Baca juga: Beda Vaksinasi Anak di China, Amerika, dan Indonesia | Asumsi

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Sandiaga Uno adalah sudah tepat. Wisata vaksin bertujuan agar masyarakat mau divaksin di tengah lonjakan kasus COVID-19. Apalagi, kata dia, di Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat sudah zona merah. Rumah sakit pun penuh, oksigen terbatas, dan kematian terjadi di mana-mana.

“Ini juga tidak hanya dilakukan Sandiaga Uno, tapi juga oleh Presiden Joko Widodo dengan menggalakkan vaksinasi. Ayo jangan takut di vaksin. Target pemerintah, September sudah vaksin semua. Mengapa? Kalau sudah divaksin semua, walaupun orang terkena COVID-19, imunnya sudah kuat,” jelasnya.

Wisata Vaksin Lebih Baik Dibatalkan

Berbeda dengan Ibrahim, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mempertanyakan konsep wisata vaksin yang digalakkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kendati wisatawan divaksin, Bhima mempertanyakan kondisi orang di sekitar tempat wisata, seperti staf perhotelan dan pekerja transportasi publik.

“Kita ambil contoh di Bali, apakah di sekitar Bali sudah siap divaksin? Indonesia saya cek baru 4,8 persen,” kata Bhima saat dihubungi terpisah.

Ia membandingkan dengan Singapura yang sudah siap hidup berdampingan dengan COVID-19 dengan total capaian 36% penduduknya sudah divaksin.

“Singapura kan berani menyamakan (COVID-19) dengan flu biasa. Itu membuat Singapura pede, Indonesia bagaimana? Masih jauh untuk mencapai herd immunity. Bahkan mungkin baru 2022, artinya masih punya risiko. Alangkah baiknya ini ditunda atau dibatalkan,” katanya.

Tingkat Pengawasan Rendah

Ekonom ini juga mengatakan bahwa tingkat pengawasan wisata vaksin juga susah, apalagi untuk membatasi interaksi ketika wisatawan keluar-masuk lokasi. Sebab, tracing di Indonesia menurutnya tidak terlalu baik.

“Kemarin juga ketika ada orang wisata pada waktu lebaran sulit (membatasi interaksi),” katanya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Head of Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho. Ia melihat rating vaksinasi masih rendah, apalagi menyasar ke wisatawan domestik menjadi kurang tepat.

Baca juga: Perbedaan Sinovac, Astrazeneca, dan Sinopharm, Serta Efektivitasnya Pada Varian Virus Baru | Asumsi

“Apakah menguntungkan, saya rasa menguntungkan dari sisi industri seperti travel agent dan perhotelan. Tetapi saya rasa di tengah vaksinasi tidak merata di Indonesia dan masih banyak orang yang belum mendapatkan vaksin terutama mereka yang tergolong masyarakat yang belum mendapatkan, saya rasa wacana seperti ini kurang etis,” katanga.

Ia menyadari memang di luar negeri sudah dilakukan wisata vaksin, misalnya Amerika Serikat yang menawarkan paket wisata untuk vaksin Pfizer, Jonhson & Johnson, dan Moderna.

“Tapi kalau ini dilakukan di Indonesia dan itu disasar untuk wisatawan domestik masih kurang etis,” katanya.

Utamakan Penanganan Pandemi

Andry menyarankan sebaiknya pemerintah Indonesia fokus dalam penanganan pandemi dengan menggalakkan 3 T, seperti pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) dapat ditingkatkan.

“Saya rasa tidak hanya protokol kesehatan  atau 3 M atau 5 M tapi juga testing dan tracing, tidak hanya di Jabodetabek tapi juga di wilayah lain,” katanya.

“Saya rasa paling utama adalah menangani gelombang kedua ini. Setelah gelombang kedua teratasi, kita bisa masuk ke recovery, karena tanpa hal tersebut proses recovery akan jauh lebih lama,” tandasnya.

Di samping itu Dosen Epidemiologi Universitas Indonesia dr Tri Yunis Niko, menyarankan pemerintah Indonesia untuk fokus dalam penanganan COVID-19 dan percepatan vaksinasi massal mencapai 70 persen.

“Kalau itu tidak dilakukan, mana mungkin bisa mengejar seperti negara-negara lain yang sudah bisa hidup berdampingan dengan corona,” katanya.

Share: Ide Wisata Vaksin di Tengah Lonjakan COVID-19, Tepatkah?