Pemberian hibah lahan dari Pemerintah Kota Bogor untuk pembangunan rumah ibadah baru Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin menandai akhir dari sengkarut menahun yang menimpa jemaat ini sejak 15 tahun ke belakang. Sebelumnya, para jemaat GKI Yasmin mesti rela beribadah dengan ruang seadanya karena mendapat penolakan dan tekanan dari warga sekitar.
Merunut kronologinya, sejak awal, GKI Yasmin sebetulnya sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk mendirikan tempat ibadah mereka. Berbekal IMB Nomor: 645.8-372/2006 tanggal 19 Juli 2006 yang terbit di era Wali Kota Diani Budiarto, GKI Yasmin sejak Januari 2007 mulai melakukan pembangunan. Peletakan batu pertamanya bahkan dilakukan oleh Wali Kota Diani Budiarto sendiri.
Namun, tidak lama, pembangunan di Jalan KH Abdullah Bin Nuh Nomor 31, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor itu keburu mendapat penolakan warga. Medio Maret sampai Desember 2007 aksi penolakan atas pembangunan gereja semakin masif dilakukan oleh oknum ormas Islam yang mengatasnamakan warga. Berbagai diskusi lantas digelar, baik oleh legislatif maupun eksekutif, untuk mencari titik temu hingga kemudian proyek pembangunan gereja dihentikan sementara.
Memasuki tahun 2008, sengketa ini masuk meja hijau. Warga yang menamakan dirinya Forum Warga Curug Mekar membuat surat permohonan pembatalan IMB pembangunan gereja ke Dinas Tata Kota Pemkot Bogor. Permohonan ini dijawab dengan membekukan IMB pembangunan gereja. Tak terima, pihak gereja menggugat pembekuan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dan menang. Namun, saat pembangunan gereja diteruskan, penolakan semakin masif hingga gereja disegel warga.
Pembekuan IMB juga tidak pernah dicabut oleh Pemkot Bogor. Padahal, selain PTUN Bandung, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung menyatakan IMB yang dimiliki GKI Yasmin sah. Pada Agustus 2010, berdasarkan keputusan Ombudsman RI, Pemkot Bogor juga diminta melepas segel gereja GKI Yasmin. Namun, pembukaan segel hanya berlangsung satu hari yang kemudian disusul penyegelan kembali oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di lokasi GKI Taman Yasmin.
Baca Juga: Aktor Negara Paling Banyak Melanggar Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Kok Bisa?| Asumsi
Ibadah di Depan Istana
Sejak Februari 2012, GKI Yasmin bersama jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, Bekasi, yang bernasib sama, mulai rutin menggelar ibadah di seberang Istana Negara. Ini adalah bentuk perlawanan mereka yang selama ini merasa hak beragamanya diabaikan oleh negara.
Setidaknya, setiap dua pekan sekali ibadah dihelat di sana. Tidak hanya ibadah rutin, perayaan hari besar, seperti Natal, juga digelar di ruang terbuka itu. Panas atau hujan, mereka tetap berkumpul.
Namun, aksi rutin hampir satu dekade ini sangat sulit mendapat perhatian negara. Padahal, kedua gereja sebenarnya telah memenangkan putusan hukum dari MA pada tahun 2011. Mereka dinyatakan memiliki hak membangun dan menggunakan gereja. Akan tetapi, aksi pembangunan berdasarkan putusan tersebut tidak dilanjutkan oleh oleh Wali Kota Bogor dan Bupati Bekasi.
Lahan Hibah Jadi Solusi?
Lalu baru-baru ini, Pemerintah Kota Bogor memberikan lahan hibah di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Cilendek Barat, Bogor, dengan luas 1.668 meter persegi sebagai lahan baru untuk GKI Yasmin. Langkah ini diapresiasi, misalnya, oleh Kemendagri dan Kemenag sebagai solusi.
Melalui konferensi pers yang ditayangkan lewat video, Minggu (13/6/2021), Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut langkah ini adalah hasil kerja sama dari semua pihak, baik yang mendukung maupun tidak mendukung. Pemkot Bogor pun akan segera memberikan IMB untuk GKI Yasmin sehingga status lahan yang akan digunakan sebagai tempat ibadah tersebut menjadi jelas.
“Sejak hibah ini ditandatangani, maka lahan tersebut resmi menjadi milik GKI. Setelah itu, pemkot menunggu kelengkapan berkas dari pihak GKI untuk menerbitkan IMB. Ketika berkas itu disampaikan, maka pemkot akan langsung memastikan penerbitan IMB,” ucap dia.
Baca juga: Sekali Lagi Tentang Toleransi | Asumsi
Dalam kesempatan yang sama, Pendeta Jemaat GKI Pengadilan Tri Santoso menyambut baik keputusan tersebut. Ia mengatakan serah terima hibah ini semakin menjelaskan bahwa negara hadir untuk memfasilitasi ibadah umat Kristiani di Kota Bogor.
“Kami menyambut baik inisiasi Pemkot Bogor untuk menyampaikan proses pembangunan gereja di Bogor Barat. Acara serah terima hibah ini merupakan bentuk kehadiran negara yang memfasilitasi umat Kristen di Kota Bogor untuk dapat beribadah secara tenang,” ucap Tri dalam kesempatan yang sama.
Sudahkah GKI Yasmin Dilibatkan?
Kendati begitu, Tantowi Anwari, Manager Program Serikat Jurnalis untuk Keberagaman menanyakan kesepakatan hibah lahan ini. Menurutnya, pemberian lahan baru untuk GKI Yasmin harus juga melibatkan jemaat yang selama ini rutin menggelar ibadah di seberang Istana, bukan hanya pemerintah dan perwakilan gereja saja.
Sebab, sepengetahuan pihaknya, tuntutan jemaat GKI Yasmin selama ini adalah patuhnya negara pada putusan MA soal IMB GKI Yasmin yang lama dan bukan relokasi. Selain itu, mestinya sebelum hibah ini diberikan dan Pemkot merilis IMB baru, hendaknya status penyegelan GKI Yasmin yang lama dicabut dulu oleh Pemkot Bogor pada 2011.
“Kalau ini enggak dicabut, sama saja wali kota sekarang akan membiarkan konflik yang laten. Karena harusnya ketika wali kota beri hibah, SK itu dicabut dulu,” ucap pria yang akrab disapa Thowik kepada Asumsi.co.
Selain itu, pemberian hibah dalam sengketa pembangunan rumah ibadah bukan hanya kali ini. Hal serupa pernah dilakukan oleh Jakarta Selatan untuk GPKP Pasar Minggu dan HKBP Ciketing di Bekasi. Namun, meski sudah ada relokasi sampai saat ini tidak ada bangunan gereja di sana.
“Yang Pasar Minggu, itu sejak 2016, sementara yang HKBP Ciketing lebih lama lagi. Lahan relokasinya ada, tapi enggak ada wujud (gerejanya). Ini juga yang dikhawatirkan (pada GKI Yasmin),” ucap dia.
Baca juga: Agama adalah Komoditas Politik, Percuma Protes untuk Dihilangkan | Asumsi
Untuk itu, idealnya Pemkot Bogor mengikuti saja putusan MA yang sudah mengikat. Sebab, putusan MA sudah memenangkan GKI Yasmin atas IMB lama yang sempat disegel. Kalau upaya-upaya hibah dan relokasi ini diwajarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi preseden buruk dalam kemerdekaan beragama di Indonesia.
“Ketika ada keputusan baru, dasar hukumnya mana? Pemkot harusnya mematuhi yang MA. Kalau dibiarkan, sangat mungkin relokasi jadi pilihan mudah ketika ada sengketa terkait kebebasan beragama,” ucap dia.
Asumsi sempat mengontak perwakilan pengurus GKI Yasmin, Bona Sigalingging terkait pertanyaan SEJUK. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada respons dari Bona.
Tetapi mengutip pernyataan Bona bulan lalu yang dikutip VOA Indonesia, penawaran lahan baru adalah bentuk tidak konsistennya Pemkot Bogor dalam upaya menghapuskan diskriminasi bagi jemaat GKI Yasmin.
“Karena ternyata, alih-alih untuk fokus pada pembukaan segel ilegal tersebut, dia malah mengajukan tawaran lahan baru. Ini menimbulkan kekisruhan, kesimpangsiuran, dan yang kedua, secara nyata terjadi adalah tindakan negara. Dalam hal ini Bima Arya, Pemkot Bogor masuk terlau jauh kepada institusi gereja dan jemaat gereja,” kata Bona di VOA.