General

Kapan Hasil Hitung Cepat di Pemilu 2019 Boleh Disiarkan? Ini Jawabannya

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Guys, dari serangkaian proses Pemilihan Umum (Pemilu), selain momen pencoblosan, kalian pasti nungguin momen hasil hitung cepat atau quick count yang biasa disiarin di televisi, kan? Nah, kalian tahu enggak sih kapan hasil hitung cepat itu seharusnya disiarkan ke publik?

Publikasi hasil hitung cepat yang biasa ditayangkan hampir semua stasiun televisi saat pemilu memang jadi momen yang paling ditunggu masyarakat. Lewat hasil hitung cepat, masyarakat setidaknya mengetahui hasil sementara soal partai politik mana atau calon presiden mana yang akan menang.

Disiarkan setelah TPS tutup

Terkait hal itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano mengingatkan agar lembaga penyiaran tidak menyiarkan hasil hitung cepat serta jajak pendapat sebelum seluruh tempat pemungutan suara (TPS) ditutup.

Tuh kan, guys, berarti hasil hitung cepat dan jajak pendapat itu baru boleh dilakukan setelah TPS ditutup. Hal itu ditujukan untuk mencegah terjadinya penggiringan opini.

“Penyampaian hasil jajak pendapat pada hari atau masa tenang sebelum TPS tutup ini merupakan penggirangan opini,” kata Hardly dinukil dari Kompas.com, Selasa, 27 Februari.

Penayangan hasil jajak pendapat dan hitung cepat pada pemilu—dan juga pemilihan kepala daerah (Pilkada)—kerap memancing kegaduhan di kalangan masyarakat antar daerah yang sedang mengikuti proses pemilihan. Apalagi, Indonesia memiliki zona waktu yang berbeda, sehingga berdampak pada waktu penutupan TPS.

“Ketika misalnya, di Papua [TPS] sudah tutup, lalu muncul grafik yang anomali ada kemenangan salah satu calon. Ini menggiring [opini] dari barat, bagi TPS yang dua jam lagi baru tutup,” katanya.

Polemik peliputan lapangan di pemilu

Tak hanya soal waktu penayangan hasil hitung cepat dan jajak pendapat saja yang jadi sorotan, tapi juga soal peliputan lapangan terhadap para calon yang cukup intens. Menurut Hardly, jika hal itu terjadi, maka muncul kemungkinan para calon bakal saling klaim kemenangan, sehingga bisa memperparah friksi di masyarakat luas.

Selain itu, ia juga mengkritik adanya para peserta pemilu yang ternyata juga menjadi partisipan dalam program siaran tertentu. Hardly menjelaskan bahwa tak semua calon memiliki akses atau sumber daya untuk memanfaatkan program siaran demi kepentingan politis.

Tentu hal itu menjadi tak adil bagi para calon yang tak memiliki akses ke siaran televisi. Hardly mengatakan bahwa jika ada calon yang menjadi host atau pembawa acara, maka ia tidak boleh membawa atribut partainya.

Selain itu, program dialog dan monolog yang diselenggarakan lembaga penyiaran harus menyediakan kesempatan yang sama bagi semua calon. Hardly juga meminta agar lembaga penyiaran tidak menghadirkan pertanyaan yang tendensius dalam program tersebut.

“Jangan sampai satu atau dua calon mendapatkan kesempatan sama, substansi pertanyaannya sangat ringan, satunya lagi sangat tendensius, itu bahaya juga,” ujarnya.

Jadwal Resmi Kampanye di Media Massa

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan bahwa peserta pemilu boleh berkampanye di media massa selama 21 hari sebelum masa tenang. Rentang waktu itu terhitung sejak 24 Maret sampai 13 April 2019.

Sementara itu, masa kampanye Pemilu 2019 sendiri berlangsung mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Sedangkan masa tenang pemilu 2019 akan berlangsung pada 14-16 April 2019 dan pemungutan suara pada 17 April 2019.

“Iklan [peserta pemilu] di media massa cetak, elektronik, online, 21 hari sebelum masa tenang,” kata Ketua Bawaslu RI Abhan di Jakarta, pada Senin, 26 Februari..

Berdasarkan jadwal yang sudah diatur tersebut, maka semua peserta Pemilu 2019 dilarang untuk mencuri start kampanye.

Share: Kapan Hasil Hitung Cepat di Pemilu 2019 Boleh Disiarkan? Ini Jawabannya