Budaya Pop

Festival Musik EDM di Arab Saudi: Progresif atau Insensitif?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Arab Saudi ramai dengan selebritas dan influencers pada 19-21 Desember lalu. Aktor Hollywood, model Victoria’s Secrets, dan DJ internasional diundang ke Riyadh dalam rangka berpesta ria di festival musik EDM bernama MDL Beast. Nama-nama seleb internasional itu termasuk David Guetta, Steve Aoki, Alessandra Ambrosio, Irina Shayk, dan lain-lain.

Dihadiri oleh lebih dari 130.000 di hari pertama, banyak pengunjung memuji festival musik ini sebagai langkah revolusioner dan progresif. Arab Saudi terlihat lebih terbuka dan toleran. Berbeda dari beberapa tahun lalu: tak ada musik di tempat publik, perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa menutup wajahnya, tidak boleh bepergian sendiri, dan lain-lain.

Aktor Armie Hammer menyambut baik festival ini dan menganggapnya sebagai bukti terjadinya pergeseran budaya. “Sebuah perubahan, seperti festival Woodstock pada 60-an,” katanya di Instagram. Akun Instagram @hypebeast menilai festival musik ini sebagai, “salah satu acara musik paling signifikan yang pernah terjadi.”

DJ Cosmicat asal Arab Saudi juga turut mengemukakan kebanggaannya. “Ini adalah refleksi baik bagi audiens Saudi yang dapat turut menikmati musik yang mereka cintai, baik lokal dan internasional, di Riyadh,” kata Cosmicat. Ia juga mengaku bangga bisa tampil dan merepresentasikan perempuan di scene musik EDM.

Reputasi di Atas Kemanusiaan

Sejak Arab Saudi berada di bawah pimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, negara ini telah mereformasi sejumlah aturan yang selama ini membatasi perempuan. Pada Juni 2018, perempuan diizinkan mengendarai mobil. Pada Juni 2019, perempuan di atas 21 tahun dapat membuat paspor tanpa izin kerabat laki-laki dan bepergian sendiri.

Namun, pada saat yang sama, pemerintah Arab Saudi juga melakukan dan membiarkan pelanggaran HAM, termasuk kepada perempuan. Festival ini dianggap sebagai salah satu strategi Saudi untuk mengalihkan perhatian dunia dan membersihkan reputasi negara.

Beberapa hari setelah festival musik, pemerintah Arab Saudi mengadili 11 orang yang didakwa berkomplot membunuh jurnalis Jamal Khashoggi. Lima orang di antaranya dihukum mati. Namun, pemerintah tidak menyebutkan identitas terdakwa. Sementara itu, orang-orang di Kerajaan yang diduga telah memerintahkan pembunuhan ini tidak ikut diadili.

Khashoggi dibunuh di konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2018 lalu. Hasil investigasi PBB menunjukkan pembunuhan dilakukan secara terencana. Sejumlah agen Saudi datang ke konsulat beberapa jam sebelum kedatangan Khashoggi. Mereka bertugas untuk membunuh, memutilasi jenazah, dan menjadi body double yang memberikan jejak palsu bahwa Kashoggi masih hidup sepulang dari konsulat.

CIA (Central Intelligence Agency) menduga Putra Mahkota Mohammed bin Salman termasuk otak dari pembunuhan. “Tidak terbayangkan pembunuhan seperti ini dapat terjadi tanpa perintah atau izin dari Putra Mahkota, mengingat dirinya memegang kontrol di semua level,” kata perwakilan CIA, dilansir NY Times. Pelapor Khusus PBB Agnes Callamard juga telah meminta Mohammed bin Salman diselidiki atas pembunuhan tersebut.

Yashar Ali mengomentari postingan Instagram Armie Hammer yang memuji MDL Beast. “Apakah kamu menemukan jenazah Jamal Kashoggi ketika di sana?”

Selain Khashoggi, sepanjang Arab Saudi dipimpin oleh Mohammed bin Salman, jurnalis, aktivis, dan orang-orang pemerintahan ditangkap. Seorang jurnalis homoseksual, misalnya, diancam agar tidak lagi bekerja sama dengan media asing. Jika tidak patuh, rahasianya sebagai seorang homoseksual akan dibocorkan ke kerabat-kerabat terdekat. Ia dan pasangannya mencari suaka ke Australia setelah menerima ancaman mati. Homoseksual dianggap sebagai tindakan kriminal di Saudi Arabia dan dapat menerima hukuman mati.

Laporan Human Rights Watch bertajuk “The High Cost of Change: Repression Under Saudi Crown Prince Tarnishes Reforms (2019)” mencatat berbagai kasus penangkapan dan penahanan yang dilakukan di bawah pemerintahan Mohammed bin Salman. Sejak Oktober 2017, puluhan orang ditahan di tempat-tempat tak resmi, seperti di hotel mewah Ritz Carlton dan penginapan-penginapan lain yang dirahasiakan.

Orang-orang yang ditangkap ini kerap mengalami penyiksaan. NY Times melaporkan 17 orang yang ditahan di Ritz Carlton butuh dirawat inap karena luka serius akibat kekerasan fisik. Salah satu orang meninggal dunia. Aktivis-aktivis perempuan ditahan di penginapan di mana mereka disiksa dengan metode kejut listrik, dicambuk, hingga mengalami kekerasan seksual.

Loujan al-Hathloul, salah satu aktivis yang kerap memperjuangkan hak-hak perempuan dan telah ditahan lebih dari satu tahun, mengatakan bahwa dirinya mendapatkan tawaran untuk dibebaskan. Namun, syaratnya, ia harus tampil di video dan memberikan kesaksian bahwa dirinya tidak pernah mengalami penyiksaan dan pelecehan. Loujan menolak tawaran itu.

Tak sedikit selebritas yang menolak datang ke Festival Musik MDL Beast ini, termasuk musisi Nicki Minaj dan model Emily Ratajkowski. “Bagiku penting untuk menunjukkan aku mendukung hak-hak perempuan, kelompok LGBTQ, kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers. Aku berharap langkah ini dapat menarik perhatian dari ketidakadilan yang terjadi di sana (Arab Saudi),” kata Ratajkowski.

Festival MDL Beast termasuk dalam rencana Arab Saudi untuk melakukan diversifikasi ekonomi. Dalam rencana bertajuk “Vision 2030” yang digagas Mohammed bin Salman, Arab Saudi menggelontorkan dana sebesar $2,7 miliar untuk hiburan.

Akun Instagram @diet_prada melaporkan bahwa para selebritas dan influencers mendapatkan uang sebesar 6 digit USD untuk hadir dan mem-posting aktivitas mereka di festival. Pihak MDL Beast mengonfirmasi memberikan sejumlah dana kompensasi kepada selebritas untuk mempromosikan festival, tetapi menyangkal jumlahnya sebesar itu.

Sejumlah media fashion turut mempromosikan acara ini, termasuk Glamour UK yang membuat halaman khusus di situsnya tentang MDL Beast, EDM.com yang mengeluarkan konten sponsor, Vogue Arabia yang menulis tiga artikel tentang MDL Beast, juga Vogue Amerika Serikat.

Philip Picardi, penulis dan editor Teen Vogue, mengutarakan kekecewaannya kepada orang-orang yang datang dan menyambut baik festival. “Kebanyakan caption (di media sosial) memotret Arab Saudi sebagai negara yang telah melakukan perubahan dan lebih terbuka. Kamu tak bisa benar-benar menelan pesan dari acara yang dikoordinir oleh pemerintah,” katanya.

Karen Attiah, editor tulisan Khashoggi di Washington Post dulu, menyingkap nama-nama selebritas dan influencer yang turut mempromosikan acara ini. Ia mengklaim mereka semua telah menerima uang haram (blood money). “Budaya influencer ini adalah ekspresi dari kapitalisme. Uang di atas hidup manusia,” kata Attiah di Twitter. “Apa gunanya platform-mu jika kamu mengabaikan pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan rezim Saudi demi segelintir uang?” lanjutnya.

Share: Festival Musik EDM di Arab Saudi: Progresif atau Insensitif?