Budaya Pop

Fanatisme Pendukung Klub Sepak Bola dalam Gerakan-Gerakan Politik

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Pendukung klub sepak bola di seluruh dunia nampaknya memiliki satu karakteristik yang sama, yaitu fanatisme terhadap klub yang didukungnya. Dukungan ini pun seolah tidak berbatas pada negara atau wilayah tertentu. Contoh yang paling mudah adalah adanya jutaan pendukung Manchester United di Indonesia, yang mungkin melebihi jumlah pendukung klub tersebut di kotanya sendiri. Fanatisme ini pun ternyata tidak tercermin hanya pada sepak bola, tetapi juga pada gerakan-gerakan politik yang diperjuangkannya.

Berbagai Macam Gerakan Politik yang Didukung oleh Kelompok Pendukung Sepak Bola

Ketika pendukung sepak bola masuk ke ranah politik, fanatisme terhadap klub sepak bola yang didukungnya, ternyata juga dicurahkan terhadap gerakan politik yang diperjuangkannya. Hal ini sudah terbukti di berbagai pendukung sepak bola seluruh dunia. Contoh pertama adalah pendukung klub sepak bola Apoel Nicosia asal Siprus yang beraliran darah campuran Siprus-Yunani. Di pertandingan melawan Tottenham Hotspurs pada bulan September 2017 yang lalu, pendukung Apoel Nicosia membentangkan spanduk bertuliskan History Can Not Be Stolen dan Bring the Marbles Back. Marbles atau patung marmer yang dimaksud adalah patung marmer Parthenon yang yang diangkut dari Parthenon di tahun 1801 oleh Thomas Bruce dan dibawa ke ke British Museum. Kesempatan bertemu dengan Tottenham Hotspurs – yang merupakan klub asal Inggris Raya – ini dimanfaatkan oleh pendukung Apoel Nicosia untuk memprotes ke orang-orang Inggris terkait pemindahan patung marmer Parthenon ke British Museum.

Legia Warsawa Memperingati Pemberontakan Warsawa 1944

Pada kesempatan lain, di bulan Agustus 2017, pendukung klub sepak bola Legia Warsawa membentangkan spanduk dalam rangka merayakan pemberontakan Warsawa yang terjadi di tahun 1944. Di spanduk tersebut terdapat gambar yang cukup kontroversial. Adalah figur seorang tentara Jerman yang sedang mengarahkan pistol ke anak kecil dengan tulisan, “Di pemberontakan Warsawa, orang Jerman telah membunuh 160 ribu orang. Ribuan di antaranya adalah anak-anak.” Gerakan politik ini bertujuan untuk mengingat kembali betapa kejinya tentara Jerman pada anak-anak kecil di Warsawa di tahun 1944. Uniknya, lawan yang dihadapi oleh Legia Warsawa kala itu bukanlah klub dari Jerman.

Akibat tindakan tersebut, Legia Warsawa pun didenda oleh UEFA. Hal ini terkait regulasi UEFA yang melarang adanya pesan politik, agama, atau ideologi apapun dalam sebuah pertandingan. Namun alih-alih bertindak menjadi lebih baik, pendukung Legia Warsawa justru membentangkan spanduk balasan mengejek UEFA. Di spanduknya, mereka menuliskan, “dan denda 35 ribu Euro diberikan kepada…” dengan disertakan gambar seekor babi mengenakan kemeja dan dasi.

Pendukung Liverpool Bentangkan Dukungan agar Inggris Raya Tidak Terpecah Karena Politik

Di bulan Juni 2017, pendukung klub Liverpool membentangkan spanduk bergambar Jeremy Corbyn dan John McDonnell, dua politisi dari Partai Buruh Inggris. Di dalam spanduk tersebut, terdapat pesan damai yang disampaikan. Kalimat tersebut bertuliskan, “Apa yang mempersatukan kita jauh lebih kuat daripada yang memisahkan kita.” Hal ini merujuk pada snap election di Inggris Raya yang semakin memanaskan tensi di masyarakat.

Celtic dan Persija Berikan Dukungan untuk Palestina

Sementara di bulan Agustus 2016, pendukung klub sepak bola asal Glasgow, Glasgow Celtic, membentangkan bendera Palestina di hadapan klub asal Israel, Hapoel Beer Sheva. Dukungan Celtic pada Palestina ini memang cukup kuat, mengingat Celtic sendiri merupakan klub yang dibangun atas dukungan imigran Irlandia yang beragama katolik di Skotlandia. Serupa dengan yang terjadi pada Legia Warsawa, UEFA pun turut menolak tindakan pendukung Celtic ini.

Sama seperti pendukung Celtic, ternyata pendukung Persija pun merupakan sekelompok orang yang mendukung dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina.  Di pekan ke-17 Liga 1 musim 2017, pendukung Persija yang dikenal dengan istilah The Jak Mania menciptakan koreografi yang membentuk gambar bendera Palestina dari potongan-potongan kertas di stadion Patriot, Bekasi. Tidak hanya itu, mereka pun turut menuliskan Freedom for Palestina, yang artinya kebebasan untuk Palestina, sambil bernyanyi untuk Palestina yang sedang dirundung masalah saat itu karena Masjid Al Aqsa yang diserang oleh tentara Israel. Lirik dari nyanyian tersebut adalah sebagai berikut, “Palestina, Palestina, kamu tak kan pernah sendiri, kami selalu bersama.” Bedanya dengan Celtic, tindakan The Jak Mania ini tidak didenda oleh federasi sepak bola Indonesia, karena memang regulasi di Indonesia dan di Eropa berbeda mengenai pesan-pesan politik yang disampaikan. Di Indonesia, belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut, meskipun FIFA beberapa kali menyampaikan agar Indonesia mengatur hal ini lebih kuat.

Share: Fanatisme Pendukung Klub Sepak Bola dalam Gerakan-Gerakan Politik